❤ 1

7.7K 652 112
                                    

-1983-

Faraza, perempuan muda dua puluh tiga tahun akhirnya kembali lagi ke asrama tentara tempat Omnya berdinas. Walau pun bukan di asrama yang sama ketika ia masih SMA dulu.

"Nga bikiapa bingo bagitu? (kenapa bengong begitu)" Tiba-tiba terdengar suara Rudi dengan logat khas Manadonya.

Faraza yang tengah membereskan barang-barangnya menoleh dan mendapati Omnya yang berpangkat Letnan Kolonel itu berdiri di ambang pintu sambil mengernyit lucu masih dengan seragam PDL lengkapnya.

"Nggak apa-apa. Baru pulang, Om?" tanya Faraza sambil mendekat dan menyalim tangan Omnya.

"Nya. Mo terbang, (Tidak. Mau terbang)" ujar Rudi usil.

Bibir Faraza langsung manyun.

"Kamu yang aneh. Sudah tahu Om baru pulang juga ditanya." Rudi terkekeh. "Kamu sendiri baru sampai?"

Faraza menggeleng. "Sudah tadi, cuma baru merapikan baju."

Rudi manggut-manggut. "Terus bikiapa kong bingo-bingo bagitu tadi?
(Terus kenapa tadi kamu bengong begitu)"

Faraza menghela nafas dalam. "Tinggal di asrama lagi deeeh ... "

Rudi terkekeh melihat keponakannya yang tampak enggan itu gara-gara dulunya sering digoda para tentara bujang.

"Kamu punya keluarga besar tentara harusnya biasa." Lalu Rudi berbalik meninggalkan Faraza tanpa berkata apa pun lagi.

Faraza pun melanjutkan merapikan kamarnya. Kamar yang pemilik aslinya tengah kuliah di Kanada. Ia diminta tinggal lagi bersama Om dan Tantenya karena sang Tante merasa kesepian di rumah sekalipun kesibukan sebagai Ibu Persit tidak pernah surut. Anak pertamanya mendapat beasiswa ke Kanada sedangkan anak bungsunya baru saja masuk UI.

"Fara, tolong belikan gula sama minyak goreng ya? Habis ternyata." Tiba-tiba terdengar panggilan Maya, Tantenya dari arah dapur.

Sekali lagi Faraza menghentikan aktifitasnya dan menuju dapur untuk minta uang lalu menuju koperasi di depan.

Ia berjalan cepat demi menghindari Om-Om tentara bujang yang mungkin lewat.

Di tengah jalan memang tidak ada, apalagi asrama perwira tidak seramai asrama bintara dan tamtama. Hanya saja justru di dekat koperasi ada beberapa tentara di sana.

"Lho, ada orang baru nih? Boleh kenalan tidak?"

"Hai, Adik, dari mana tinggal di mana?"

"Selamat sore, Mbak Fara," sapa salah seorang di antara mereka.

Faraza melirik, bukan Praka Sadi, sopir Omnya tapi suaranya mirip. Apalagi sampai tahu namanya. Ia hanya mengangguk cepat lalu buru-buru ke koperasi. Karena pengalaman zaman SMA dulu ia sering digoda sehingga membuatnya jengah.

Di koperasi segera ia membeli apa yang dibutuhkan karena lagi-lagi ia ditatap dengan pandangan tertarik oleh seorang tentara yang juga tengah beli sesuatu.

Setelah urusannya selesai, ia segera pulang dan berjalan cepat.

"Ooom!" panggilnya sambil menuju dapur dan memberikan belanjaannya kepada Maya.

"Apa sih teriak-teriak?" tegur Rudi dari arah kamar tapi ia tampak santai. Sudah biasa dengan kelakuan heboh kadang absurd keponakannya yang satu ini.

"Anggota Om tuh godain waktu aku ke koperasi tadi. Panggil-panggil," adu Faraza manyun.

Rudi terkekeh. "Wajar ada bidadari cantik kan jadi penasaran mereka."

"Nggak mau tahu. Sebel!"

Rudi menghela napas dalam lalu ke depan kebetulan Praka Sadi melintas. "Eh, no, sini no!" panggilnya.

Sebuah Kisah (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang