"Sayang ya nggak bisa ketemu Jan Ran?" ujar Raza sambil menunggu mobil yang masih dipanaskan oleh Faiq.
Pujiati langsung memukul lengan suaminya sambil terkekeh. "Bapak lho kok gitu sih!"
"Depe nama jaran so? (Dia punya nama kuda)" ulang Rudi kaget.
"Bukan, Mas," sahut Maya tapi penyebutan suku kata terakhir memang mengundang salah paham kalau keduanya disebut bersama-sama.
Mereka semua tengah berada di teras, bersiap kembali ke Malang setelah liburan dua hari yang berkesan.
"Hah, Jaran?" gumam Faiq juga yang masih bisa didengar Faraza yang memang duduk di sampingnya. Jaran dalam bahasa Jawa berarti kuda.
"Jan Ran bukan jaran. Paijan sama Paeran. Kakak-adik yang mungkin sebaya Mas Anim eh Mas Jamal," terang Faraza. "Tapi mungkin lebih tua sih."
"Oh." Faiq mengangguk. "Bapakmu betul-betul keliling desa ya, berusaha menemui semua warga di sini. Dan mereka juga tampak antusias. Luar biasa, tidak semua orang bisa begitu."
"Ya," Faraza mengangguk membenarkan.
Akhirnya, mobil sudah siap untuk membawa mereka semua pulang ke Malang. Raza dan seluruh rombongannya pamit dan kepulangan mereka juga diantar oleh hampir semua warga kampung yang mengenal dengan harapan mereka bisa berkunjung lagi. Tak lupa, banyak warga memberi hasil bumi sebagai oleh-oleh. Ada tape, beras, kelapa, degan, singkong, sayur mayur juga buah-buah yang sedang musim.
"Rasanya seperti mau buka warung," komentar Faraza. Senang tapi sumpek juga. Mobil yang mereka tumpangi jadi penuh persis kendaraan yang mengantar hasil bumi dari desa ke pasar induk di kota.
"Halah, paling kamu duluan ngeringik minta pecahin degannya," sahut Maya mengejek.
Faraza tertawa. "Tahu aja sih Tante ini."
Tawa Faraza membuat kupu-kupu beterbangan di perut Faiq sementara ia konsentrasi menyetir dan tengah bersama Komandannya. Padahal dalam hati ingin ikut tersenyum lebar, akhirnya hanya bisa tersenyum tipis.
Lagi-lagi Faraza tertidur selama perjalanan pulang. Padahal dari Tanggul berangkat pagi usai sarapan. Kadang-kadang saja bangun tapi setelahnya tidur lagi. Ia terbangun cukup lama hanya saat berhenti untuk salat dan makan siang saja. Selanjutnya, hingga sampai Malang, tidur.
Sampai di asrama, Faraza dibangunkan oleh Ibunya lalu turun dari mobil langsung masuk kamarnya tanpa cuci tangan, kaki dan muka, kembali tidur. Membuat semua orang hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan Faraza.
Akhirnya Faiq sendiri turun tangan membantu menurunkan semua oleh-oleh yang bagaikan mau buka warung itu.
"Ngana letakkan saja di ruang tamu," suruh Rudi pada Faiq yang hendak membawanya ke belakang yang tentu tak didengarkan dan tetap dibawa ke belakang.
Setelah beres semua, sebelum pulang, Faiq dibawakan degan, buah dan beberapa makanan yang sekiranya bujang tak perlu susah memasaknya.
🐜🐲🐜
Entah sudah berapa lama Faraza tertidur, begitu bangun sudah ada es degan di meja makan.
"Hai, putri tidur," sapa Adam yang sedang berada di rumah Rudi dengan senyum lebar.
Faraza mengernyit. "Halah, Om, kayak bukan pangeran tidur aja. Tumben Om Adam keluar sarang?" cibirnya yang dibalas dengan tawa.
"Sudah, mandi dulu sana," suruh Namita sambil menepuk lembut bahu Faraza.
"Hai, Te ... " sapa Faraza.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Kisah (SUDAH TERBIT)
General Fiction#06 Perang (09/09/19) #09 Asrama (15/09/19) #19 Abdinegara (15/09/19) #29 Cerita Cinta (14/05/2020) #24 Militer (15/09/19) #89 Historical (15/09/19) #159 Fiksi Umum (15/09/19) Ini adalah kisah Faraza yang tinggal di asrama tentara. Menjadi keponakan...