Reana menghentikan langkahnya di pintu utama mansion, kakinya seakan lemas kala melihat Rean sudah berdiri di depannya dengan katana mengkilat di tangan kanan lelaki itu. Reana menatap bingung pada Kakaknya yang memancarkan amarah hingga membuat kedua mata Rean memerah. Padahal tadi pagi kakaknya itu dalam mood yang bagus, bahkan ia juga bersikap sangat baik pada Reana beberapa hari terakhir.
"Ka-kak?" Reana terbata kala Rean dengan cepat menghampirinya.
SRET!
"Akh!" Reana memekik sakit kala katana milik Rean merobek kulit perutnya. Ia masih merasa beruntung karena luka itu tak dalam sehingga Reana tak perlu susah-susah mengumpulkan ususnya kalau-kalau perutnya robek. Pikir Reana konyol.
Darah segar merembes dari luka sayat itu, bukan luka yang dalam akan tetapi menimbulkan rasa perih yang teramat sangat. Seakan tak puas melihat Adiknya terluka, Rean menampar Reana sekuat tenaga hingga gadis itu tersungkur di lantai, rahang Rean mengeras dan menatap lapar pada sang adik.
"Akh!" Reana kembali memekik kala Rean menjambak rambutnya agar adiknya itu mendongak menatapnya. Tatapan elang dari Rean menusuk tepat di ulu hati Reana, tetesan air mata tak dapat lagi gadis itu bendung, ntah kesalahan apa yang perbuat kali ini sehingga membuat Rean sebegitu murkanya.
"Siapa lelaki itu?" Rean bertanya dengan nada dingin yang penuh intimidasi. Sekelebat bayangan Adiknya tengah berciuman dengan lelaki di sekolahnya membuat darah Rean mendidih. Ia tak suka jika Reana bahagia, ia tak suka jika orang lain yang membuat Reana tertawa.
"JAWAB!" Reana terlonjak kaget kala mendapat bentakan dari Rean. Gadis itu masih bingung apa maksut dari pertanyaan Rean, ia tak ingat pernah dekat dengan lelaki lain selain Rean. Reana adalah gadis yang selalu mematuhi aturan dan segala larangan Rean meskipun larangan itu tak masuk akal untuknya, jika Rean melarangnya berdekatan dengan lelaki lain, maka sampai kapanpun Reana tak akan melakukannya.
"Apa ini?" Rean melempar beberapa lembar foto tepat di depan Reana yang tengah bersimpuh sembari memegang luka sayatnya yang semakin nyeri. Kepalanya mulai berputar dan pandangannya mulai mengabur, pun dengan nafasnya yang kian tersengal akibat gadis itu yang menahan nyeri luar biasa pada perutnya.
"SIAPA DIA, BANGS*T?" teriak Rean dengan tangannya yang menarik lebih keras rambut Reana. Air mata gadis itu mengalir dengan deras, namun Rean semakin menggila. Ingin rasanya ia berteriak tepat di telinga kakaknya itu bahwa ia nyaris pingsan karena menahan rasa sakit akibat ulahnya tersebut, tapi urung ia lakukan. Karena jika itu terjadi bisa dipastikan katana mengkilat itu akan merobek mulut Reana detik itu juga
Rean menyeret Reana tanpa belas kasihan sedikitpun. Dengan keras ia menghantamkan kepala Reana pada dinding ruang tengah, darah segar mengucur dari sana membasahi seragam sekolah Reana.
Tubuhnya terasa semakin lemas, kepalanya begitu sakit dan berdenyut nyeri, kesadaran gadis itu pun semakin lama semakin menipis.
"Aku tidak mengenalnya, kami tidak sengaja bertabrakan di koridor--"
"BOHONG!" Rean semakin kesal karena ia menganggap Reana melindungi laki-laki itu. Kembali bayangan adegan panas tersebut terlintas di otaknya, lelaki itu semakin frustasi hingga menjambak rambutnya sendiri dan jatuh berlutut di depan Reana.
Ia tidak pernah begitu emosi seperti saat ini, dadanya begitu nyeri dan sesak, ia ingin menghabisi lelaki itu secepatnya.
'Mungkin saja Reana sudah tidur dengan laki-laki itu tanpa sepengetahuanmu, Rean' ucapan Lilian beberapa saat lalu kembali berputar di otaknya, membuat kepala Rean berdenyut nyeri dengan dada yang bergemuruh menahan emosi yang begitu besarnya kali ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sadistic Brother (Revisi)
RomanceBerawal dari sikap pilih kasih yang dilakukan orangtuanya pada Rean dan Reana, menjadi awal mula kebencian Rean terhadap Adiknya. Adiknya yang selau dihujani kasih sayang oleh orangtuanya, dan Reana yang ia anggap menjadi penyebab utama kecelakaan y...