08

6 1 0
                                    

Sepulang dari mekdi, aku diantar oleh Yuvin. Rumah kami memang berdekatan. Tapi kami jarang bertemu, karena Yuvin sekarang kuliah di luar kota.

"Ya, lo masih berhubungan sama Sejin Sejin itu?" Yuvin memelankan laju motornya agar suaranya bisa didengar olehku.

"Masih," jawabku.

"Gak takut apa lo?" Yuvin melihat mataku lewat kaca spion.

"Takut apaan?"

"Ya ditipu lah, lo gak tau dia siapa, asal usulnya, ketemu gak pernah."

Aku memukul punggung Yuvin.

"Harus berapa kali gua bilang, dia baik, dia gak nipu."

Yuvin tidak menjawab hanya menjalankan kembali motornya lebih cepat.

Sesampainya di rumah, aku segera melepas helm milik Yuvin yang tadi kupakai.

"Makasih ya Vin," ucapku lalu beranjak membuka pagar rumah.

"Ya, kalau ada apa-apa hubungin gua aja. Sama yang pasti-pasti aja."

Tanpa memberiku kesempatan untuk berbicara ia langsung pergi meninggalkanku yang kebingungan dengan maksud ucapannya.

Tanpa memberiku kesempatan untuk berbicara ia langsung pergi meninggalkanku yang kebingungan dengan maksud ucapannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-o-

Sampai di rumah sudah tenang, tidak ada teriakan-teriakan penuh emosi dari ayah atau ibu. Saat kulihat di ruang tv hanya ada ibu yang sedang menonton tv, aku lihat ada bekas luka di pelipisnya. Ayah main tangan lagi.

Aku menghampiri ibu lalu memeluknya.

"Soya, kamu darimana?" ucap Ibu sambil membalas pelukanku lalu mengusap rambutku.

"Ibu, maafin Soya ya. Soya sering marah sama ibu gara-gara Soya pikir ibu gak perhatian sama Soya. Soya cuma capek denger ayah sama ibu berantem." Aku tidak kuat menahan tangisanku.

"Ibu sama ayah yang harusnya minta maaf sama Soya. Maaf ya, kami belum bisa jadi orangtua yang baik buat Soya sama kak Seungwoo." Ibu mengecup puncak kepalaku.

"Ayah kemana bu?" aku menonggakkan kepalaku melihat wajah cantik ibu yang sekarang terlihat sangat pucat itu.

"Ayah tadi pergi, biarin aja. Biar kita sama-sama tenang." Balas ibu dengan senyumnya.

Padahal aku tahu, pasti yang sedang ayah lakukan sekarang mabuk-mabukan, atau menghampiri wanita simpanannya.

"Ibu, kalau aku benci ayah boleh gak?"

Ibu melepas pelukanku, menatapku dalam-dalam.

"Soya, ibu juga suka marah sama kamu, suka teriak-teriak berantem sama ayah. Apa Soya juga mau benci sama ibu?"

Aku sontak menggelengkan kepalaku. Bagaimanapun ibu, meskipun ia tidak perhatian, jarang ada di rumah karena pekerjaannya, tapi selama kak Seungwoo jauh, hanya ibu yang bisa aku ajak bicara. Ayah sama sekali sudah sangat jauh denganku.

"Ayah tetep ayah kamu, ayah Heechul tetep selamanya jadi ayah kamu, begitupun ibu Hani ini tetep jadi ibu kamu." ibu tersenyum lalu kembali memelukku.

Perlu dijelaskan bahwa ibu bisa selembut ini jika hatinya sudah terlampau sakit, apalagi saat melihatku menangis.

Tapiibu juga tidak segan menjadi lebih keras seperti ayah ketika emosinya sedangtidak bisa dikontrol. Maka dari itu kenapa aku sering merasa menyesal ketikasudah marah pada ibu.

Ibu juga sama rapuhnya denganku.

On PurposeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang