Taeyong memastikan kembali piring-piring sudah tertata rapi di atas meja makannya. Hidangan yang bisa terbilang mewah untuk ukuran makanan rumahan tersaji dengan cantik di atas piring-piring itu. Taeyong tersenyum puas atas hasil kerja kerasnya. Yuta pasti menyukainya. Ia tak sabar untuk menontoni lelaki itu melahap masakannya. Sembari menunggu Yuta datang, Taeyong mengecek kembali apakah semua ruangan di apartemennya sudah rapi. Untuk seorang perfeksionis sepertinya, ruangan yang rapi itu sangat penting. Suara bel pun terdengar saat Taeyong sedang mengelap meja ruang tamunya. Melepaskan kain yang ia gunakan, Taeyong pun bergegas menuju pintu masuk. Dari layar kecil yang menampilkan pemandangan di depan pintu apartemennya, ia bisa melihat Yuta mengenakan kemeja dengan corak yang ramai kemudian dibalut mantel berwarna cokelat. Rambutnya terlihat tidak terlalu rapi dan ia tampak menenteng sebuah kantong plastik―oh, pasti minuman dingin yang dititipkan Taeyong. Tanpa menunggu lebih lama, Taeyong membukakan pintu untuk Yuta.
Taeyong sudah menduga, cengiran lebar Yuta adalah hal pertama yang menyambut pandangannya; ia menyukuri dugaannya benar. Yuta menyelonong masuk tanpa dipersilakan lebih dulu oleh sang pemilik apartemen. Yah, lagipula Taeyong sudah memaklumi sikap Yuta itu. Mereka mungkin baru saling mengenal beberapa bulan, tapi rasanya ia sudah paham betul sifat-sifat pria itu. Saat kembali masuk ke ruang tengah apartemennya, Taeyong sudah menemukan Yuta duduk bersandar di sofa miliknya. Minuman yang ia bawa tergeletak begitu saja di atas meja. Yuta menepuk sisi kosong disebelahnya, memberi sinyal untuk Taeyong menempati posisi itu. Taeyong tidak membuang waktu untuk langsung menghempaskan bokongnya di sisi sofa yang ditepuk Yuta tadi. Begitu duduk, Yuta langsung merebahkan kepalanya di bahu Taeyong. "Hari ini sangat melelahkan," keluhnya.
Taeyong terkekeh. Tangannya terulur untuk menepuk pelan kepala Yuta sebelum membelai rambutnya sayang. "Aku sudah menyiapkan makan malam. Ayo makan!" ajak Taeyong sebelum merasakan gelengan pelan di bahunya.
"Belum lapar," sungut Yuta. Ia menyerukkan wajahnya ke perpotongan leher Taeyong sembari melingkarkan tangannya mengitari pinggang pria tampan itu.
Taeyong mendesah pelan. "Nanti makanannya dingin."
Yuta tak bergeming untuk menjawab.
"Kau sebegitu lelahnya?"
Yuta mengangguk sebagai jawaban. Taeyong dapat merasakannya.
Taeyong tidak tahu secara spesifik apa yang Yuta kerjakan. Tapi yang ia tahu, Taeyong bekerja pada Jung Corp. Sebuah perusahaan multibisnis raksasa yang mungkin salah satu perusahaan terbesar di Asia. Bekerja di perusahaan raksasa seperti itu sepertinya sangat melelahkan. Apalagi Taeyong menduga Yuta punya jabatan yang cukup tinggi pula di sana. Mengingat Yuta sangat sering melakukan business trip, bahkan bisa empat kali dalam seminggu. Ah, Yuta pasti bekerja sangat keras. Walaupun Taeyong tak terlalu paham apa yang dikerjakan perusahaan bisnis seperti mereka. Orang broadcasting sepertinya memang tak terlalu menaruh perhatian pada dunia bisnis. Naskah variety show yang ia kerjakan kebanyakan tak membutuhkan pengetahuan di bidang itu.
KRUUYUK~
Sebuah suara perut kelaparan membuyarkan lamunan Taeyong. Ia sedikit menengokkan kepalanya untuk melihat Yuta. "Katanya tidak lapar?" tanya Taeyong dengan nada usil.
Yuta cemberut, kesal mendengar bagaimana Taeyong bertanya. "Baiklah. Aku BARU saja merasa lapar," balasnya menekankan kata 'baru'.
Taeyong terkekeh, ingin menggoda Yuta lebih jauh tapi bukan ide bagus jika melakukannya saat pria dengan potongan rambut agak panjang itu sedang lapar dan lelah. Jadi ia putuskan untuk melepaskan dirinya dari rangkulan Yuta agar bisa berdiri. Lalu ia menarik tangan Yuta untuk ikut berdiri dan untungnya langsung dituruti oleh pria jepang itu. Tanpa membuang waktu, Taeyong membawanya ke meja makan dimana Taeyong sudah menyiapkan masakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destructive Dilemma [ YuTae ]
FanficPremis-premis yang terbentuk dari fakta yang terkuak, menghasilkan pilihan yang tak satupun menguntungkan. [ Assasin!Taeyong x Bodyguard!Yuta ] Discontinued karena authornya ga berani nulis real person slash lagi.