Zara duduk di depan kelas ketika kakak kelasnya sedang berdiri di tengah lapangan untuk mendengarkan beberapa pengumuman dari kepala sekolah dan beberapa guru yang ikut serta. Ya, hari ini adalah pengumuman kelulusan untuk kelas 3 SMA. Jam pertama dan kedua memang sengaja kosong sehingga Zara memilih untuk tidak literasi seperti teman lainnya. Sebenarnya mereka tidak benar-benar literasi, sebagian besar menggunakan earphone untuk mendengarkan musik.
"SMA PELITA KELAS TIGA DINYATAKAN LULUS SERATUS PERSEN!" Suara Pak Burhan terdengar sangat jelas dan tegas. Sorakan juga tepuk tangan beradu dengan teriakan gembira dari kelas 1 dan 2 yang ikut mendengar. Zara tersenyum lebar namun air matanya juga bergenangan di pelupuk mata.
15 menit kemudian, banyak kakak kelas yang berkeliaran sekedar mengucapkan terima kasih juga memberi motivasi untuk adik-adiknya. Seketika Zara berdiri dan melangkahkan kakinya menjauh dari kakak kelas yang mulai berdatangan di kelasnya.
"Aizara!" Panggil seseorang yang sangat dikenalnya. Zara berhenti, menoleh dan orang itu datang mendekati Zara.
"Selamat atas kelulusannya," ucap Zara dengan senyumannya.
Lelaki itu mencubit hidung Zara dengan gemas sembari berkata,
"makasih ya Zaraku".
"Galas! Lo mau kemana? Sini dulu!" Panggil teman Galas, lelaki yang ada di hadapan Zara.
"Ayo. Aku mau ke kelasmu." Ajak Galas menggandeng Zara masuk ke kelas.
Zara duduk di bangkunya dan Galas serta teman-temannya berdiri di depan. Tidak seperti tahun lalu, tidak ada tradisi berterima kasih dan memberi motivasi oleh kelas 3 yang dinyatakan lulus untuk adik kelasnya. Tradisi ini baru dimulai tahun ini.
"Teruntuk adik-adikku tersayang, terima kasih atas doa terbaik dari kalian. Doakan juga semoga kami bisa lolos di universitas yang kami inginkan." Ucap salah satu kakak kelas.
"Juga.. terima kasih atas kenangan yang pernah ada diantara kita.." tambahnya. Seketika kelas menjadi ramai ala-ala."Intinya kami berterima kasih dan kalian harus berjuang agar mimpi kalian tercapai!" Teriaknya. Kelas dipenuhi tepuk tangan suka cita.
"Oh iya, khusus untuk Zara. Terima kasih atas canda tawa yang ada diantara kita." Tambah salah satu kakak kelas, Leo namanya. Sahabat Galas.
"Apasih.." ucap Zara lirih menundukkan kepala malu karna teman-temannya mulai menggodanya.
"Za, pacar lo lulus tuh. Gimana besok kalo dia punya gebetan baru di kampus barunya yang lebih cantik dari lo?" Bisik Kyra yang duduk disebelah Zara.
Ucapan.itu.membekas.di.ingatan.Zara.
...
Galas duduk bersebrangan dengan Zara. Di atas meja terdapat es krim vanilla milik Zara dan coffee latte milik Galas. Terlihat begitu menggiurkan untuk segera dicicipi di sore hari."Ada apa Za?" Tanya Galas yang menemukan Zara melamun.
"Enggak ada apa-apa." "Ini mau nyobain es krim?" Tanya Zara mengalihkan pembicaraan.
"Enggak. Aku enggak begitu suka es krim."
"Zara, ada apa? Kenapa melamun gitu?" Tanya Galas lagi."Galas.. kamu mau daftar kuliah dimana?"
"Rencana di Jogja."
"Jauh yaa" keluh Zara."Oh aku tau, you can't live without me right?" Goda Galas.
"Bukan gitu.."
"Tell me.""I wanna break up with you."
"What? Za, jangan ngaco kalau ngomong. Enggak enak di dengernya."
"Aku serius"
"But why? Kenapa tiba-tiba gini? Aku salah apa Za?" Galas mendadak serius."Za.. Aizara tolong jelasin ke aku. Kenapa?" Tanya Galas lagi, jemari tangannya terulur menghapus air mata yang mengalir di pipi Zara.
Zara masih terdiam dengan air mata yang terus mengalir. Ia menunduk tak ingin bertatapan dengan Galas. Galas berdiri dan duduk di sebelah Zara menenangkan Zara dengan tepukan ringan di punggungnya.
"Maafin Zara" ujar Zara lirih menahan isak tangisnya.
Galas terdiam namun tangannya masih aktif menepuk punggung Zara sambil berharap bahwa Zara sedang bercanda saat ini.
"Galas.." panggil Zara.
"Aku antar kamu pulang. Kita bisa bicara besok." Galas membawakan tas Zara di tangan kanannya, tangan kirinya ia gunakan untuk menggandeng Zara.Dua roda kendaraan itu terus berputar. Jalanan tampak ramai, begitu pula suara yang ada di benak keduanya. Sedang bertarung dengan ego masing-masing.
Hening. Tak ada percakapan, tak ada senyuman di wajah mereka."Makasih" ucap Zara lirih masih menundukkan kepalanya.
"Besok aku ke sekolah. Kita bisa bicara besok." Ujar Galas.
"Aizara." Panggilnya kala Zara melangkah berbalik dari Galas.
Zara berhenti, tanpa berbalik.
"Jangan mikir yang enggak-enggak." Pinta Galas. Detik berikutnya, Zara mempercepat langkahnya masuk ke rumah....
Malam pukul 8. Zara selesai mempersiapkan buku pelajaran untuk hari esok. Ia duduk di atas tempat tidurnya dengan Zinni di pangkuannya. Seekor kucing jantan peliharaannya.Hp miliknya bergetar, terus bergetar. Pesan masuk juga telepon yang sengaja tak diangkat oleh Zara. Dari Galas.
"Maafin Zara.. Zara takut ldr, Zara takut Galas selingkuh." Pikirnya ketika membaca pesan dari Galas.
...Galas Pov
Ada apa dengan Zara? Ia tidak membalas satupun pesan dariku. Pagi inipun, ia memilih berangkat naik bus daripada aku jemput. Dia menghindariku."Zara ada di kelas enggak?" Tanyaku pada salah satu teman kelas Zara di jam istirahat.
"Barusan Zara keluar bang, enggak tau kemana."
"Yaudah, gue cari Zara dulu. Thanks ya"
Kemana lagi? Perasaan sekolah enggak begitu besar. Kenapa enggak ketemu?
"Za, ada pacar lo tuh" samar-samar terdengar suara dari arah yang berbeda. Aku menoleh, menemukan Zara dan temannya keluar dari ruang guru.
Aku berjalan mendekatinya namun,
hanya seperti itu dia melihatku.
Berjalan melewatiku dengan senyum dan menunduk seperti adik kelas lainnya jika bertemu dengan kakak kelasnya. Sopan. Teramat sopan.
Aku membeku di tempatku. Mencoba mencerna apa yang baru saja kualami.
Aizara. Tidak. Menatapku. Dan. Berlalu. Meninggalkanku.
"Zara." Panggilku yang kini melihat punggungnya berjalan menjauh dariku.
"Aizara." Panggilku lagi ketika melihat gadis yang aku sayangi tak memperdulikan keberadaanku.
"Baiklah jika itu maumu. Aku ikuti permintaanmu." Ucapku lirih penuh dengan kecewa.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Terima kasih udah baca ceritaku. Ini cerita pertama, maaf kalau rada gajelas gitu 🙆♀️
KAMU SEDANG MEMBACA
Until I Meet You.. Again
General FictionKamu melangkah ke selatan, aku melangkah ke timur. Namun bagaimana jika tanpa disadari, keputusan yang kita ambil ternyata mempertemukan kita?