Eps. 8

13 4 0
                                    


   "Ada orang yang kamu suka?" Tanya Mamah menyikut tangan Aksa lalu tertawa.

    "Nggak tau," jawab Aksa sembari mengelap piring-piring yang basah.
     Mamah melihat Aksa dengan tatapan annoying.

   "Stop looking at me like that, Aksa nggak suka sama siapa-siapa mah." Protes Aksa.

  Jam 23.13

    Aksa dan Nuha tidak bisa tidur dari tadi. Nuha mondar-mandir di dalam kamar sang adik. Aksa memaksa untuk memejamkan mata,—percuma, tidak ngantuk.
    Aksa memikirkan pertanyaan Mamah tadi, banyak pertanyaan. Sekarang mamah penuh 'misteri'— saat di rumah sakit, saat di dapur. Aksa mikir, 'gua suka sama siapa?' Yang ada dibayangan Aksa selalu saja cewek jutek itu— Arwa. 'Ah masa iya sama dia? hii, nggak mungkin!' Sembari menutup muka dengan kedua tangan—wajahnya yang merah seperti udang rebus.

10 menit kemudian

   "Kamu bisa move-on nggak sih? Kalau nggak bisa ya jangan dipaksa buat move-on," Aksa kesal karena kakaknya terus mondar-mandir di kamar Aksa.

   "Bisalah, masa Nuha nggak bisa move-on sama orang bego kayak si Ayres itu," Jawab Nuha nge gas.

   "Oke, aku dukung." kata Aksa sembari menutupi seluruh badan dengan selimut tebalnya.

'Udah, suka aja sama Pak Umar. Susah amat,'

06.30

   Keluarga Nugraha sudah berkumpul di ruang makan untuk sarapan pagi. Papah bilang ia berangkat kantor agak siang—jadi santai. Papah dan Mamah serempak bertanya apakah Aksa ingin masuk sekolah? Masih pusing kah? Masih demam kah? Tapi Aksa menyangkalnya, karena Aksa rindu kelas barunya itu.

   Setelah sarapan Aksa berpamitan kepada mamah, papah dan Nuha. Ia langsung bergegas masuk ke mobil diantar oleh Pak Didu. Diperjalanan—macet. Aksa menghembuskan napas sebal, kenapa harus di jam segini macetnya? Kenapa nggak nanti aja?

     Sudah sekitar jam tujuh lewat tapi tetap saja macet. Kalau telat bisa push up lagi—ogah. Aksa menatap kesebelah kiri ada angkot. Penuh orang. Tapi Aksa melihat ada orang yang ia kenal disana, 'Arwa?'
    Arwa didalam angkot terus menatap jam tangan nya, takut akan terlambat ke sekolah. Aksa mengamati terus muka sang adik kelas yang jutek itu. 'Arwa.. cantik'  spontan dalam hati Aksa.
    Tiba-tiba Arwa menghadap ke sebrang melihat dari sela kaca angkot ada seseorang yang terus memperhatikannya, 'kak Aksa..?'

    "Sh*t!" Aksa terkejut karena Arwa melihat ke arahnya.

    "Kenapa toh Den?" Tanya pak Didu yang bingung Aksa tiba-tiba kaget.

  "Eh, tadi ada lalet." Jawab Aksa sekenanya.

  KRIINGG KRINGG

   Bel masuk berbunyi—Aksa sudah masuk tanpa hukuman. Banyak siswi kelas dua belas ataupun adik kelas yang berlarian ke arah Aksa, bertanya apa kakak baik-baik saja? Masih sakit kepalanya? Kemarin nggak masuk ya?

    "Heh, heh! Ini kenapa pada ngumpul di sini?! Cepat masuk kelas!" Perintah Pak Umar tegas, yang membuat para siswi berlarian masuk kelas.
    Pak Umar menanyakan kabar Aksa, setelah itu Aksa langsung ke kelas— pelajaran pertama, fisika. Aksa belum melihat kehadiran Bu Tita.  Syawal yang bersebelahan bangkunya dengan Aksa. Hanya melihat wajah Aksa yang sedikit pucat.

    "Ape?!" Tanya Aksa nge-gas—ngga suka diliat-liatin.

    "Galak amat sih! Muka lu pucet tuh, mau ke UKS tidak?"

    "Nggak usah, gua belum belajar fisika. Mana ulangan lagi. Hah, ingin teriak aku tuh ma men," Jawab Aksa yang sedih menatap buku fisika beserta rumus-rumus di buku paket nya.

     "Salut deh aku," Ejek Syawal langsung di pelototi oleh Aksa.

    20 menit kemudian bu Tita tidak kunjung datang. Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki yang membuat satu kelas bergidig ketakutan.

    "Hari ini Bu Tita tidak masuk karena ada kendala. Beliau berpesan ulangan fisika nya minggu depan. Sekarang langsung masuk pelajaran Bapak." Pak Herman mengumumkan dengan suara yang cukup keras. Membuat kelas XII A-IPA sorak sorai, yang membuat pak Herman heran.

   Pelajaran kedua pun akhirnya selesai dengan damai. Bel berbunyi dengan keras pertanda istirahat.

    "Main basket kuy!" Aksa mengajak Syawal.

    "Lu sakit lagi, beneran nggak gua bantuin." Jawab Syawal sinis.

   "Hehe, bodo amad. Kuy ahh!" Aksa menarik lengan Syawal.

    "Bego lu, jangan main dulu nanti sakit lagi anjir! Muka lu udah pucet Sa,"

   "Sejahat-jahatnya lu tapi masih peduli ya sama gua? Utututu cini peluk dulu,"

   Akhirnya 5 serangkaipun main basket juga. Banyak siswi yang melihat mereka main. 'Sexy sih parah',
'keringetnya itu loh',
'ihh gemes' ,
'gila sih!'
   Itu aja tanggapannya dari para cewe. Yang paling menonjol di antara kelima itu pastinya Aksa— lah emang iya, udah tinggi, putih, mata biru, yaa bisa dibilang perfect kali ya?
     Arwa hanya melihat Aksa dari kantin 'nggak berubah ya?.. Astagfirullah'

    "Lagi liatin yang main basket ya? Emm ukhti, ukhti. Nggak boleh loh, zina mata" kata Qila dengan nada ustadzah nya.

    "Apaan?! Kamu yang dari tadi ngeliatin, kok aku yang di marahin? Gaje.." protes Arwa dengan nasa nge gas khas nya.

    "Jangan marah begitu lah, yuk balik!" Qila mengalihkan pembicaraan.

    Arwa lansung berdiri dan berjalan menuju kelas yang diikuti oleh Qila—sahabat karib dari SMP.
   Dari lapangan Aksa berlari ke Arwa, dengan keringat yang membasahi baju seragam. Sembari menghapus keringat yang ada di dahinya Aksa langsung terang-terangan
    "Kenapa nggak liat gua main basket?"

Thanks for reading friends.
See you in the next episode :)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 29, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Not SAMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang