Kertas Ulangan

1.4K 144 23
                                    

Di suatu hari yang ga cerah-cerah amat...

"ASSALAMU'ALAIKUM~ BUNDAAAA KAMI PULANG!!! BAWA KENANGAN!"

Teriakan seorang anak berambut biru langit menggelegar ke seluruh dunia, eh maksudnya ke seluruh ruangan kala kaki-kaki penuh dosa itu bergerak memasuki rumahnya. Diekori oleh dua kakaknya di belakang.

"Wa'alaikumsalam. Kenangan ape sih lu?" jawab seorang wanita dari arah dapur yang kini berjalan menghampiri mereka.

"Assalamu'alaikum, Bunda," Seorang anak yang lebih tua dan memiliki warna rambut putih keunguan serta ahoge yang sesekali bergerak unyu meraih tangan sang Bunda untuk diciumnya. Hal itu diikuti oleh anak laki-laki berambut merah yang berdiri di sampingnya.

"Wa'alaikumsalam. Wah, anak bunda udah pada pulang." Wanita
itu—Mitsuki mengelus pucuk kepala anaknya satu persatu.

"Bunda, Bunda. Bunda tau nggak?" tanya seorang anak berambut merah dengan semangat.

"Nggak, kan Riku belum ngasih tau bunda."

"Oh, iya. Riku lupa. Ahaha." Riku tertawa polos, membuat Mitsuki gemas dengan tingkah anaknya itu.

"Emang ada news apa? Gudnyuskah? Atau badnyus?" tanyanya penasaran.

"Gudnyus dari aku, Bunda. Alhamdulillah, pas ulangan tadi, nilaiku A." ucap Sogo seraya tersenyum bangga sambil menyodorkan selembar kertas putih kepada sang Ibu.

Mitsuki meraihnya dan melihat isi dari kertas itu yang disinyalir adalah kertas hasil ulangan kepunyaan Sogo. Semua soal dia jawab dengan benar. Emang subarashi ni anak.

"Wah, seperti biasa, kamu dapet nilai bagus lagi, So. Sungguh Warbyazah." Mitsuki bertepuk tangan. Sogo hanya membungkuk-bungkukkan tubuhnya beberapa kali dan melambai bak Miss Indonesia kearah pembaca sekalian.

"Kalo hasil ulangan Riku tadi, Riku dapet B, Bunda. Maaf …." Riku menundukkan kepalanya sambil menyodorkan selembar kertas.

"Nggak papa. B itu sama dengan baik. Yang penting Riku udah berusaha. Jangan murung gitu dong. Keep smile!" Mitsuki mengelus pucuk kepala Riku dan mencoba menyemangatinya.

"Nah, kamu Tamaki, mana hasil ulanganmu?" Mitsuki menoleh pada Tamaki yang lagi asique makan cilor.

"Wait a minit, Bunda." Tamaki mengangkat sebelah tangannya sebelum mengubek-ubek isi tas guna mencari selembar kertas ulangan miliknya sendiri.

"Nah, ini dia!" Tamaki berseru senang seraya mengangkat kertas lecek temuannya tinggi-tinggi.

Sebelum memberikannya kepada Bunda tertjintah, Tamaki memeriksa terlebih dahulu hasil ulangannya. Bocah berambut biru itu nampak tertegun sebentar sebelum melipat kembali kertas ulangan tersebut.

"Ada apa, Tamaki? Berapa hasil ulanganmu?" tanya Mitsuki kepo.

"Bunda, bunda suka huruf apa?" tanya Tamaki tiba-tiba yang membuat Mitsuki jadi terheran-heran.

"Hah? Maksud kamu apa sih?"

"Jawab aja, Bunda." titah Tamaki tidak sabar.

"Nggak tau. Nggak ada huruf yang bunda suka. Karena bunda hanya menyukai ayah kalian seorang, eeaa."

Mitsuki malah sibuk fangurling-an. Membuat ketiga anaknya menatap bingung pada dirinya.

"Bunda ngomong apa sih?" tanya Sogo pada Riku.

Riku menggeleng. "Nggak tau."

Mitsuki yang mendengar bisikan-bisikan anaknya hanya bisa berdehem.

"Udah, lupakan. Jadi, berapa nilai kamu Tamaki? Cepet kasih tau bunda!" Mitsuki mengulurkan tangannya kayak orang lagi malaque.

"Bunda suka ayah? Tapi Guru aku sukanya huruf C. C itu singkatan dari Cool~…." Tamaki mengangkat ibu jarinya sambil menyodorkan kertas itu.

Mitsuki mengambil kertas di tangan Tamaki dan mengamatinya. Di sana terpampang jelas huruf C dengan pena warna merah, gede pula hurufnya sampe menuhin seluruh kertas. Kayaknya Guru Tamaki kesel banget waktu ngasih nilai nih bocah atu.

Mitsuki memandang kertas itu prihatin. Bukan karena nilai Tamaki yang C, melainkan karena jawaban Tamaki yang asal-asalan.

 Bukan karena nilai Tamaki yang C, melainkan karena jawaban Tamaki yang asal-asalan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bunda, Bunda kenapa?" tanya Riku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bunda, Bunda kenapa?" tanya Riku.

"Pantes aja si Tamaki nilainya kecil terus," gumam Mitsuki seraya menepuk jidatnya.

"Coba aku lihat kertasnya, Bunda." Sogo mengambil kertas dari tangan Mitsuki. Anak itu segera memeriksanya dan ia pun berakhir seperti sang Bunda.

"Kak Sogo kenapa ngikutin ekspresi Bunda?" Riku yang mulai penasaran pun ikut-ikutan memeriksanya. Dan silahkan kalian menebak sendiri bagaimana ekspresi anak itu sekarang.

Tamaki yang melihat reaksi Ibu dan kedua kakaknya sontak bingung dengan apa yang terjadi. Bocah itu berjalan menghampiri mereka sambil ngemutin puding di tangannya.

"Kalian kenapa kayak dilema gitu dah? Emang kertas ulangan aku kena musibah bencana alam sampe kalian prihatin gitu? Innalilahi," ucapnya sambil ikutan baca kertas ulangan miliknya.

Mendengar ucapan Tamaki tadi, sontak ketiga manusia di sampingnya menatap Tamaki sinis.

"K-kenapa?" Tamaki mulai agak takut mendapat tatapan sinis dari ketiganya.

"Tamaki, kayaknya otak kamu deh yang kena musibah bencana alam." Sogo menggeleng prihatin.

"Bunda, kayaknya otak Tamaki ketinggalan di rahim bunda deh," ucap Riku kepada Mitsuki.

Ibu 3 anak itu mengangguk, "Kayaknya sih iya."

"Tamaki, kalau ngisiin ulangan itu pake otak dong jangan pake dengkul. Ini tu menentukan masadepan kamu, Tamaki." Sogo mulai bersabda.

"Ih, Kak Sogo sotoy. Dimana-mana juga kalo ngisi ulangan itu ya pake tangan, sejak zaman apa pake otak? Dan lagi masadepan itu bukan di tangan aku tapi di tangan Allah," elak Tamaki.

Sogo sweatdrop mendengarnya. Mau marah, tapi ada benernya juga sih.

"Udah ah, aku mau jajan dulu." Setelah berkata demikian, Tamaki pun segera ngacir entah kemana.

Mitsuki menatap kepergian Tamaki dengan hati tak menentu. Dengan gerakan patah-patah kayak goyangan khas Annisa Bahar, Mitsuki menoleh pada dua ekor anaknya yang tersisa.

"Untung yang bego cuma Tamaki, ya."

Dan kedua anak itu hanya bisa mengangguk.

Tetangga Masa KiniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang