Dalam tindakan, tak bisa kau selipkan dusta
Karena katanya, apa yang kau rasa
Itu pula yang akan tercipta
👑
Rhea dan Gisa langsung berlari menuju ruang club Buletin Kampus begitu tiba di kampus. Bahkan tanpa chat dari Yorin tadi pagi pun, mereka mengingat dengan jelas hari apa ini. Sudah seminggu setelah Alard memberikan tantangan pada Yorin dan kini temannya itu siap tidak siap harus menampilkan pertunjukan.
"Rin!" seru Rhea dan Gisa begitu membuka pintu ruangan club. Keduanya berdesakan di pintu yang sudah terbuka sempurna. Heran, padahal mereka sama-sama berbadan kecil, dan pastinya tidak seukuran pintu club, tapi keduanya malah seolah tersangkut di sana hingga sulit sekali untuk lolos ke dalam ruangan.
"Geser, Rhe, tempat lo masih luas!" perintah Gisa sambil menunjuk ruang yang masih kosong di samping kiri Rhea.
Mereka terlalu fokus pada Yorin sejak tiba di kampus sehingga begitu membuka pintu, keduanya langsung berpusat di sisi kanan, tempat temannya itu mendudukkan diri. Dan karena panik, tidak ada yang menyadari refleks tubuh masing-masing, sampai Gisa bicara tadi. Yorin hanya bisa menggeleng-geleng melihat tingkah kedua temannya. Sedangkan Lian dan Junior tertawa kecil. Bisa dibilang mereka beruntung bergabung di club ini. Kedua seniornya itu suka bertingkah aneh dan akhirnya seperti membuat lelucon walau tidak bukan itu niatnya.
"Are you ready for today, Rin?" tanya Rhea segera setelah berhasil lolos dari pintu yang mengimpitnya dan Gisa.
Yorin mengangkat bahu acuh tak acuh. Sulit menggambarkan dan menjelaskan apa yang dia rasakan hari ini. Bisa dibilang, dia hanya pasrah. Kalau memang ini jalan yang tepat untuk membuat clubnya lebih dikenal oleh seluruh penghuni kampus, maka jadilah berhasil pertunjukannya hari ini. Tapi kalau memang bukan jalannya, dia hanya harus memutar otak untuk menemukan cara lain. Walau saat ini tidak ada apa pun yang terpikir olehnya.
"Udah lumayan kok belajarnya Kak Yorin," Lian yang mewakili Yorin menjawab pertanyaan tadi.
"Iya, tadi Kak Yorin udah coba mainin gitarnya, udah enak kok," tambah Junior terlihat meyakinkan, membuat Gisa dan Rhea saling memandang lalu mengangguk-angguk pelan.
Kemudian dengan natural, Yorin mulai memetik gitarnya. Perhatian seisi ruangan langsung tertuju ke sana. Tanpa diduga, senyum Gisa terangkat begitu saja. Temannya yang satu ini memang cerdik. Sebenarnya kelihatan jelas, kunci yang dipakai Yorin itu-itu saja. Tapi dia menyiasati dengan permainan tempo lambat dan memetiknya sesekali. Dan ekspresinya itu lho, menghayati banget. Mendukung untuk suasana sendu yang dia ciptakan. Kalau begini caranya, Gisa tidak perlu khawatir. Pertunjukan nanti pasti berjalan lancar.
"Terus kapan rencananya lo mau tampil, Rin?" tanya Gisa begitu Yorin selesai menunjukkan permainan singkat gitarnya.
"Tadinya sih mau siang, pas masa paling ramai di kampus. Kan pasti gampang jadinya menarik perhatian orang-orang. Tapi habis gue tanya Gezi, ternyata mereka masih ada jadwal kuliah siang. Kan nggak mungkin gue bikin pertunjukan kalau yang suruh nggak ada. Dapat banyak tepuk tangan juga percuma jadinya," jelas Yorin panjang-lebar.
Sembari menjawab tadi, sebenarnya Yorin tidak berhenti melirik Rhea karena pembicaraan itu membawa nama Gezi, walau hanya satu kali dan tidak penting. Tapi sesuai dugaan, Rhea langsung bereaksi mendengar nama precident LARC itu. Yorin jadi semakin yakin kalau keputusannya untuk tidak memberitahu Rhea bahwa Gezi sempat menanyakannya adalah pilihan yang tepat.
"Ya udah, rehearsal sekarang, Rin," ujar Rhea, berusaha mengalihkan perhatian setelah berhasil menormalkan kembali ekspresinya.
Dengan segera, Yorin mengencangkan kembali pelukan pada gitarnya untuk membantu Rhea mengalihkan perhatian. Perlahan dia memulai intro dengan petikan beberapa nada. Lalu bibirnya mulai terbuka, melafalkan puisi yang sudah dia hafal. Sebait demi sebait, mengikuti alunan melodi yang dimainkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be Your Prince
Roman pour Adolescents"Yang gue mau cuma satu, jadi pangeran di hati lo." Tentang dia yang selalu dipandang sempurna, tapi menyimpan rahasia. Tentang dia yang dihadapkan pada dusta, hingga tak lagi bisa percaya. Juga tentang dia yang terus mendamba, walau seringnya berak...