Hanya membutuhkan satu pertemuan untuk membuktikan kepada Xavier bahwa Zelina tidak seperti gadis-gadis lain, dia berbeda.
Dan saat Xavier mendengar langsung suara Zelina, dia tahu bahwa mereka memang dimaksudkan untuk bersama, mereka ditakdirkan un...
Aku bergeser sedikit dan merasakan berat di pinggang ku. Aku juga menyadari bahwa aku agak panas. Aky mengangkat tangan untuk mengagumi cincin ku untuk sementara waktu. Aku melihat ke bawah pinggangku dan menemukan tangan di hadapanku.
Aku membiarkan mata ku bertanya-tanya sepanjang aku mengagumi lengan orang itu dan melihat bahwa itu milik Xavier, yang akan segera menjadi suami ku.
Hmm.. Mrs. Zelina Murphy. Aku sangat bahagia dengan fakta bahwa dia akan segera resmi menjadi milik ku seorang.
Aku berbalik dan meghadap ke arah Xavier. Aku mempelajari wajahnya, mengagumi berapa tampannya dia sekalipun saat tidur begini. Saat sedang mengagumi keindahan tubuh Xavier aku merasa sangat butuh kamar mandi untuk kencing.
Kesal pada diriku sendiri, aku mencoba untuk bangun tetapi lengannya semakin erat di sekitarku. Frustrasi, aku mulai memanggil namanya untuk membangunkannya.
"Xavier"
"Sayang"
"Honey"
"Xavier honey wake up"
"Xavier" aku merengek, bergeser tak terkendali karena kandung kemih ku penuh.
Seolah-olah membangunkannya dengan cara ini terbukti tidak ada harapan. Aku memutuskan untuk mencoba pendekatan yang berbeda. Aku bergeser lebih dekat dengannya sampai kami tertekan bersama. Yang membuatku cemas, dia tidak sedikitpun melonggarkan cengkeramannya, sebaliknya, dia mengencangkan pelukannya sekali lagi.
Aku menekan bibirku ke pipinya meninggalkan ciuman lembut, menjejaki pipi hingga lehernya dengan mulutku. Aku menciumnya berulang kali di lehernya sampai aku mencapai tulang lehernya, mengisap kulitnya dengan ringan. Dia terkesiap kaget, aku menarik diri darinya untuk melihat bahwa dia sekarang sudah bangun.
Aku menyeringai padanya mendekat hingga dia menutup matanya. Aku dengan cepat mencium bibirnya dan keluar dari lengannya berlari ke kamar mandi. Aku tertawa terbahak-bahak ketika aku mendengarnya mengeluh.
Aku cepat-cepat melangkah keluar hanya dengan hanya dibaluti handuk. Aku tidak terkejut melihat Xavier tertidur lagi. Terkekeh pelan pada diriku sendiri, dan berjalan ke lemari. Aku memutuskan untuk pergi berlari, jadi aku mengenakan pakaian olahraga ku.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku mengikat rambut ku menjadi ponytail tepat setelah aku selesai mengikat tali sepatu ku. Aku menulis catatan untuk Xavier agar dia tahu dimana aku akan berada. Aku memberikan ciuman sebelum keluar rumah dan berlari ke taman.
Satu jam kemudian
Fheww!
Ketika aku berjalan kembali ada banyak pikiran di kepala ku.
Aku sangat lelah
Aku perlu latihan lebih banyak
Bagaimana Xavier bisa melakukan ini secara teratur
Badan ku sakit semua
Saat berjalan pulang, aku melihat ke bawah dan melihat bahwa tali sepatu ku perlu diikat. Aku membungkuk untuk mengikat tali sepatu ku. Aku sangat terpaku pada hal itu sehingga Aku tidak menyadari bahwa seseorang berjalan ke arah ku.
Aku berputar ketika mendengar langkah kaki tepat di belakangku. Aku sangat terkejut melihat bahwa itu adalah mantan pacar ku, Dean yang sedang menatap ku. Aku merasa gelombang jijik menghampiriku saat aku memandangnya.
"Apa yang kamu inginkan, Dean?"
Sebelum aku bisa bereaksi, dia meraihku, menyumpal kain basah di hidungku. Aku berusaha menahan napas sambil berjuang untuk bebas darinya.
Sialnya bagi ku, dia terlalu kuat dan aku harus mulai bernapas lagi. Aku dengan cepat kehilangan kesadaran ketika aku mendengar dia mengatakan sesuatu yang membuat jantung ku berhenti berdetak.