Sebilah Jantung

67 8 0
                                    

Gemericik air terdengar beriringan dengan alunan-alunan musik rabbani di senja itu. Ribuan santriwati menikmati keindahan semesta sambil bekerja sama membersihkan asrama. Dua pekan lagi yaumul ijazah. Hari-hari yang penuh suka untuk menyambut perpulangan kami nantinya.

"Ukhty, liburan depan kerumahku yuk!", sesingkat kata lugu itu kudengar dari salah satu gadis perempuan yang kupanggil Salsa.

Balutan jilbab panjang yang dikenakannya menjuntai dan terbang tertiup angin senja yang semampai. Wajah manisnya tersenyum indah. Persis dengan lekukan yang terbentuk di antara bibirnya yang kecil lagi mungil. Gadis yang usianya baru berkisar 14 tahun itu memandangku hangat. Bola mata hitamnya yang pekat bekerjap-kerjap menungguku menjawab.

"Insya Alloh ya sayang. Ukhty kan nggak bisa pake motor, nanti yang anterin Ukhty kesana siapa? Trus, Ukhty juga mau pulang sama siapa?"

"Hmmm...", ucapnya nampak berfikir.

"Begini saja, satu hari sebelum keasrama, Salsa kesana deh. Nanti Ukhty ikut Salsa kerumah yaa? Trus, ke asramanya berengan deh sama Salsa. Gimana?", ujarnya terkekeh-kekeh kearahku.

"Uhh., Kamu ini memang cerdik sekali ya. Ada-ada saja".

"Yaah, Salsa seriiiuss", wajahnya memelas.

Beberapa temannya tersenyum kearahnya.
Mendekat dan meledeknya karna Aku tak berhasil menerima ajakannya.
Sore itu kuluangkan waktu untuk para a'dok didikanku. Tertawa lepas bersama Kinan, tidaklah cukup. Maka jangan heran, banyak dari teman-teman yang terkadang tak pernah menjumpai kehadiranku di dalam kamar asrama. Tepatnya, jika ada yang perlu sesuatu denganku, sudah pasti mereka akan mencariku kedalam kamar anggota.

Gadis-gadis lugu itu seperti mengingatkan sederet perjuanganku tatkala Tsanawiyah dahulu. Saat dimana Aku belum memiliki nyali untuk menyapa, atau mendekatkan diri pada segelintir teman-teman seperjuangan. Banyak dari mereka yang mengganggapku terlalu mengasingkan diri. Tidak mau bersosialisasi, atau yang mengatakan diriku terlalu sombong tak mau berkenalan dengan teman sepantaran mereka. Terkadang, batinku ingin meronta. Mencoba untuk menjelaskan kepada mereka, bahwa Aku hanya lebih bahagia bersama impianku yang ada. Ada kalanya suatu saat nanti pasti akan bersama mereka. Seperti waktu kini, saat dimana Aku sudah merasa bahagia karena dikelilingi mereka yang selalu sukses menciptakan tawa.  

"Bil, Bila? Bilaa?", suara itu melenyapkan masa lalu yang sedang kufikirkan.

"Ihh, Ukhty melamun", ucap beberapa a'dok yang sedang berkerumunan ramai bersamaku.

Aku hanya membalasnya tersenyum

"Kalian sih, jadi hilang kan, imajinasinya Ukhty", gurauku.

"Diihh, kok jadi salahin kita sih?", teriak seorang di satu sisi tak mau kalah kearahku.

"Dipanggil Ukhty Dewi loh ni Bil", lanjut Dewi mendekat.

"Sini deh, ada khobar", ucap Dewi setengah berbisik.

"Hmm.., nggak boleh bisik-bisikan begitu Ukhty, kita tersinggung tau", Rina menekukkan kedua tangannya.

"Iya nih, kita juga mau tau dong!", lanjut Zazkia menimpali.

"Udaahh, kalian diam aja disini. Okay? Jangan kepo!", timpal Dewi sambil menarikku pergi menjauhi keramaian, tempat Aku duduk manis dengan beberapa adik-adik lugu yang usianya terpaut lebih kecil 4 tahun denganku.

"Yaahhh, Ukhty", suara kesal mereka terdengar.

"Tunggu sebentar yaa", ucapku setengah berteriak.

Sebuah WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang