Liburan telah usai. Saatnya bergegas kembali keasrama Pesantren. Sebagai pengurus, tentu ada tanggung jawab besar yang lebih awal kita harus urus. Sebagaimana adat biasa, sebagai pengurus pun, sudah menjadi kewajiban kami untuk datang satu hari lebih awal dari anggota kami. Rancangan agenda pun akan disusun kembali dalam tempo satu hari. Berbagai absen pun dibukukan, mulai dari pendataan kedatangan santri esok hari, pembagian tempat kerja bersama di sore selanjutnya, dan berbagai macam kegiatan Pesantren yang lainnya.
"Gimana, yaumul ijazahnya?", seorang teman manisku menepuk pundak ku perlahan.
"Raihan? Astagfirulloh, kapan datangnya?", begitulah kami tatkala awal bertemu kembali.
"Yee, seharusnya Aku yang nanyak sama kamu, kok telat?"
"Bukaaan, bukan telaat sih sebenernyaaaa".
"Yaah, trus?"
"Terlambat, hahahahaaaaaa", suara tawaku pecah.
Beberapa pengurus lain yang sedang melewati area tempat kami berdiri menatapku keheranan.
Dan, deg.
Salah satu santriwati cantik itu tersenyum kearahku. Tepatnya bukan tersenyum menertawaiku, namun mungkin bisa juga seperti itu. Hati berkata lain tentang nya. Tepat, wanita cantik berkacamata itu adalah adik Kak Kafka. Tak salah lagi, pasti Kak Kafka yang memberitahunya.
'Uhhh, memalukan', Aku membatin.
Sesegera mungkin kutarik lengan Raihan menjauhinya. Meski agak gemuk, langkahnya yang mengikutiku sudah menjelaskan Ia mau bercerita denganku. Iya, salah satu kegiatan yang paling nyaman pasca liburan adalah bercerita. Menceritakan semua pengalaman masing-masing tatkala sibuk dengan aktifitas rumah. Itu adalah suatu hal yang tak bosan-bosannya kita bagi bersama. Versi cerita dan kisah kita pun berbeda-beda. Dan biasanya, dari beragam cerita ini, selalu saja ada cerita yang membuat perutku sakit kewalahan karna tertawa.
"Ada apaan sih Bil?"
"Ada khobar. Aku punya ceritaa laah", Aku memjawab pertanyaan Raihan memangutkan wajah.
"Iyaa-iyaa, Aku juga tau pasti kok, kamu punya cerita. Aku juga punyaa".
"Naahh, itu taauuu. Seriuuss nii Re, Aku mau curhat".
"Hmm, ini udah mau adzan magrib loh. Lagian, kamu juga sih, dateng nya telat segala. Cerita sama curhatannya di close dulu yaa! Sekarang, kita siap-siap ambil air wudhu' dulu deh!".
Nah, inilah yang Aku rindukan dari salah satu sahabat manisku yang kupunya di asrama. Dia selalu berhasil membawaku tak tenggelam pada aktifitas dunia. Aku rindu dengan nasihat-nasihatnya. Dan sepertinya, menceritakan kisahku dengannya tentu bukan hal yang nggak wajar kurasa. Bagiku, Dia lah orang yang tepat untuk mengkisahkan peristiwa liburanku. Aku yakin, Rehan pasti punya seribu nasihat yang akan bisa menyadarkan kekeliruanku.
"Hmm.. ya udah dehh".
"Bil? Kok berat begitu sih? Kalo cuman sekedar cerita nii yaa, kapan aja juga bisa. Dan yang pasti, itu nggak akan ngegeser pahala baikmu setingkat lebih atas dari yang sebelumnya".
"Iya Re, maaf. Udah yuk, kita ambil air wudhu!"
"Naah, begitu donk", senyumnya tersemburat.
Wajah tembem nya nampak semakin terlihat. Menggemaskan memang.
"Tapi janji yaa, nanti dengerin curhatan Aku?"
"Iya Salsabila sayaang", jawabnya manis.
"Kamu maah, iya-iya. Tapi nanti nggak tau deh, iya nya, iya jadi atau iya nggak".
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Waktu
Teen FictionBila menemukan sesuatu yang baru diawal kehidupannya pada masa Alyah, atau yang setara dikatakan asrama bagi anak santri seusianya. *** Tak dapat mengatakan apa pun adalah yang dilakukannya. Memilih untuk lebih baik diam menepikan semua relung-relun...