Salah satu hal paling melelahkan di dunia ini adalah saat manusia ingin melepaskan sesuatu, tetapi sesuatu itu tetap saja mengejarnya. Sudah berusaha menjauh dengan sejauh-jauhnya, tetap saja terasa dekat. Ketika pengharapan sudah mampu digenggam untuk mampu melupakan, namun ingatan tetap saja bangkit menuntut haknya untuk dijaga baik-baik. Seperti kehausan di padang tandus namun tak jua menemukan air di mana-mana. Seperti ladang kering yang butuh hujan, namun saat ia datang petaninya merasa cemas akan kebanjiran. Hidup begitu terasa lebih rumit, setelah patah hati datang; mencoba untuk bangkit namun semesta berkata belum saatnya bangkit dari rasa sakit.
Hari ini, ada yang membuatnya kembali teringat pada kejadian beberapa belas tahun lalu. Di mana Kanaya harus sendirian bangkit dari rasa sakitnya, sedang ia tak pernah tahu bagaimana Alfi sendiri terhadapnya. Semua bayangan itu tiba-tiba saja hadir, Nay yang berusaha mengingat semuanya baik-baik; bagaimana ia harus menghadapi semuanya sendirian.
"Kak.."
"Iya, Bi"
"Sarapan dulu Kak, sudah Bibi siapkan"
"Nanti saja Bi, aku masih pengen di kamar aja"
"Emang Kakak hari ini enggak ke mana-mana?"
"Enggak kayanya Bi"
"Yaudah Kak, nanti sarapannya Bibi taruh di meja saja ya?"
"Iya, Bi. Makasih ya"
"Sama-sama Kak"
Baginya, pagi ini terasa sangat berbeda. Tidak begitu hangat seperti biasanya, dinginnya menusuk kalbu dan membuat Nay hampa begitu saja. Semesta, kenapa kali ini terasa beda sekali? Aku seperti dirundung pilu tanpa tahu harus bagaimana mengobatinya lagi. Andai saja Langit ada di sini, pasti semua akan baik-baik saja. Aku rindu Langitku semesta.
"Bi, ada paket bunga buat aku ga ya pagi ini?"
"Belum, Kak. Mungkin sebentar lagi bakal ada tukang bunga"
"Eh Bi, itu kayanya ya. Aku liat dulu ya"
"Enggak sama Bibi aja Kak?"
"Sama aku aja Bi, aku sudah terlalu rindu sama yang ngirim"
"Mas Ganteng maksudnya Kak?"
"Iya, Bi"
Satu buket bunga yang selalu Kanaya terima dari Langit merupakan tanda bahwa masih ada cinta yang belum selesai di antara mereka. Kanaya tidak tahu sampai kapan ia akan merasakan kasih sayang yang diberikan Langit untuknya. Ia hanya takut semuanya berakhir begitu saja.
"Selamat pagi, Mbak"
"Pagi, Mas. Ada bunga buat saya kan Mas?"
"Iya, ini Mbak"
"Makasih ya Mas"
"Sama-sama. Seneng ya Mbak, dikasih bunga setiap pagi sama Masnya?"
"Bukan main senengnya Mas, tiba-tiba saja saya rindu dia Mas"
"Ah si Mbak, bisa aja bikin orang baper pagi-pagi"
"Hahaha.. yaudah, makasih ya Mas"
"Oke Mbak"
Yang pertama kali Nay buka adalah surat yang setiap pagi menggairahkan hatinya itu. Surat yang selalu dinantikannya, yang selalu terlukis senyuman Langit di dalamnya. Segala hal itu membuat Nay selalu tambah ingin menemui Langit, duduk berdua atau hanya saling menatap satu sama lain saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelaki dan Seribu Puisi di Tubuhnya
Teen FictionSeandainya Tuhan memberikan aku satu kesempatan untuk menemuimu lagi dalam keadaan yang berbeda, tentu saja aku akan tetap menjaganya dengan baik, sampai kamu datang dengan perasaan yang sama untukku. Sungguh, aku tidak pernah paham tentang perasaan...