Bagian 4

81 6 0
                                    


Pelan pelan aku kembali mendapatkan kesadaran dan ketenanganku. Kutebarkan pandangan ke sekelilingku.

Tapi tunggu.

Aku seperti mengenali tempat ini.

Aku duduk di pinggir sebuah petigaan besar, satu ke arah Cirebon, satu ke arah Tegal Kota dan satu lagi ke arah Kota Slawi. Sedangkan di tengah pertigaan ini melintang rel kereta api, melintang dari timur ke barat. Aku sangat mengenali tempat ini, hampir setiap hari aku melintasi tempat ini menuju sekolah. Tempat ini ternyata sudah dekat dengan rumahku. Oleh warga sekitar, tempat ini dinamakan Simpang TIRUS.

Angin malam ini sangat dingin, masih di tengah kebingungan aku mencoba mencari warung yang masih buka. Kebetulan dekat dengan pertigaan TIRUS ini ada sebuah warung kopi yang masih buka. Segera aku menuju ke warung tersebut sekedar mencari teh hangat.

***

Begitu memasuki warung aku segera menghempaskan pantatku di bangku panjang warung sambil menarik napas panjang. Aku lihat bapak penjaga warung tersenyum ramah ketika melihatku memasuki warung.

"Monggo Mbak", katanya mempersilakan aku masuk sambil tersenyum ramah. Aku balas senyumnya setengah hati.

Kuperhatikan warung itu sepi, hanya ada bapak itu sendiri saja menjaga. Beberapa sachet kopi dan minuman energi menggantung di dinding warung. Beberapa bungkus roti dan panganan kecil dijajar di depanku. Sedangkan di dinding belakang tersaji berbagai bungkus dan jenis mie instant.

Di dinding bagian atas terdapat TV yang diletakkan di atas sebuah lemari. TV tersebut menayangkan sebuah channel berita, seorang host acara memberitakan peristiwa sedangkan di bagian bawah ada running text memberitakan peristiwa yang lain. Tiba tiba aku terperanjat ketika melihat ke pojok bawah TV tersebut, di situ tertera tanda waktu pukul 00.15 !!!

What? Ini tengah malam rupanya?

Aku terperanjat ketika kesadaran akan orientasi waktuku kembali. Bapak pemilik warung tadi melirikku sebentar.

Jam 00.15?
Tengah malam?
Mana mungkin?

Kubuka jam tangan di lengan kiriku, jam tanganku juga menunjukkan waktu yang sama.

Mana mungkin, aku menoleh kiri dan kanan, tak bisa menyembunyikan keterkejutanku.

Aku berangkat dari Yogya jam 23.00 lebih, bagaimana mungkin sampai Tegal jam 00.15. Berarti perjalanan Yogya - Tegal ditempuh hanya dalam waktu 1 jam? Padahal seharusnya 6-7 jam. Jarak kota Tegal dan Yogya itu sekitar 350km, mana mungkin bisa ditempuh dalam waktu satu jam. Beberapa kali aku mengecek ulang jam antara jam tangan, jam di TV dan jam dinding yang ada di warung. Namun semua menunjukkan waktu yang sama. Tadinya aku mengira waktu sudah mendekati subuh, ternyata masih tengah malam.

Ya Tuhan, aku mengusap usap wajahku tak habis pikir. Bapak penunggu warung itu kembali melirikku sambil tersenyum. Dia seperti menangkap keterkejutanku.

***

Tak berapa lama dia sudah datang di depanku dengan segelas teh manis hangat.

"Monggo Mbak, diminum dulu. Biar mbaknya seger, nggak ngantuk lagi", katanya sambil menyorongkan segelas teh hangat ke arahku sambil terus memamerkan senyum ramahnya.

Meski awalnya ragu, namun akhirnya kuterima juga teh tersebut, lalu pelan pelan kuteguk.

Rasa manis dan hangat teh tersebut segera menghambur ke dalam mulutku, memenuhi celah celah mulut, lalu langsung menghangatkan kerongkongan, dada dan badanku. Kuminum lagi beberapa teguk sekaligus, sampai tak terasa hampir satu gelas sudah aku habiskan. Baru badanku mulai menghangat. Pelan pelan kesadaranku kembali pulih.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 02, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Penumpang TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang