Dua hari kemudian aku sudah merasa lebih baik. Pekerjaanku berjalan dengan lancar. Kejadian yang terjadi bersama Oscar bisa sedikit aku lupakan. Ya, asalkan aku tidak harus bertemu dengannya. Meski begitu Oscar masih saja menggangguku lewat sms-smsnya. Aku tidak menghiraukan smsnya itu. Masa bodoh!
Hari ini aku pulang kerja lebih awal karena aku harus menghadiri pesta pernikahan salah satu rekan kerjaku pada pukul tujuh malam. Setelah siap dengan dress batik warna dominan ungu dan make-up simple, aku segera berangkat menuju salah satu hotel tempat resepsi diadakan. Tamu undangan yang datang cukup banyak. Itu tidaklah mengherankan mengingat jabatan sang pengantin pria, general manager hotel tempat diadakannya resepsi. Aku memilih datang sendiri meski tadi Rafli sempat menawariku berangkat bersama. Aku tidak enak hati dengan pacar Rafli yang kadang memandangiku dengan sorot membunuh. Beberapa teman kerjaku sudah datang terlebih dulu. Aku menghampiri mereka, mengobrol sebentar dan kemudian mengambil makanan yang tersedia. Sejak siang tadi aku tidak sempat makan siang karena harus menyelesaikan pekerjaanku secepatnya. Dua buah muffin, sepotong brownies dan sepotong tiramisu kuletakkan di atas piring yang kupegang. Tidak lupa kuambil segelas jus jeruk dengan tanganku yang masih bebas. Kepalaku menoleh ke sana kemari mencari tempat duduk yang kosong di sudut ruangan. Akhirnya aku mendapati bangku di bagian sudut ruangan sebelah kiri kosong. Segera saja kulangkahkan kakiku ke tempat itu. Tanpa membuang waktu, kududuki salah satu kursi kosong dan mulai melahap makananku. Ukuran kue yang kuambil tidak terlalu besar, dalam tiga kali lahap satu per satu kue ludes. Perutku lumayan terisi.
“Ternyata makan lo banyak juga ya.” Uhuk uhuk. Sebuah suara menegurku, membuatku tersedak. Aku menenggak jus jerukku dengan cepat. Perlahan kutolehkan kepalaku ke samping, ke sumber suara. Seorang pria berwajah bule tersenyum mengejek memandangku. Dia… lagi-lagi dia…
“Lo… lo kenapa bisa ada di sini? Lo nguntitin gue ya?” Mataku melotot memandangnya. Pria itu duduk di kursi kosong satu kursi dari tempatku duduk. Ucapan kagetku membuatnya berdiri dan berpindah duduk tepat di sampingku.
“Apa aku terlihat seperti penguntit?” tanyanya masih dengan senyum mengejek yang kuakui cukup manis untuknya. Aku memandanginya lekat. Penampilannya kali ini benar-benar wow. Kemeja warna biru muda dengan garis merah, jas hitam dan celana hitam. Rambutnya diberi jel dan dimodel jabrik. Melihatnya mengingatkanku pada Won Bin saat membintangi serial Endless Love. Dia terlihat sangat tampan malam ini. Mulutku terngangah melihat penampilannya. Kemudian aku sadar bahwa aku tidak boleh sampai terpesona padanya. Aku harus segera kembali pada kenyataan bahwa makhluk yang sedang berada di sampingku ini adalah rivalku.
“Mau lo apa sih ganggu hidup gue terus akhir-akhir ini?” tanyaku ketus. Oscar menyandarkan punggungnya pada kursi yang ia duduki. Pandangannya tertuju ke depan, ke arah tamu yang sedang berbaris menunggu giliran bersalaman dengan kedua pengantin.
“Harus berapa kali gue bilang ke lo sih? Gue Cuma mau elo!” tandasnya dan sekali lagi membuatku mendelik.
“Lo mau bikin hidup gue sengsara ya?” Meski terkejut aku masih cukup waras untuk berpikir lebih jauh mengenai maksud tersembunyi Oscar. Playboy tengik macam dia pasti punya keinginan terselubung.
“Apa keintiman kita beberapa kali itu belum cukup menjadi bukti bahwa gue memang menginginkan elo?” Raut wajah Oscar berubah serius kali ini. Apa yang dia katakan jujur? Ah, tidak mungkin! Ini Cuma cara dia buat menjebakku. Aku tidak mau berlama-lama dengannya. Bisa gila aku nanti. Aku berdiri begitu saja tanpa menanggapi ucapannya lebih jauh. Oscar diam saja dan hanya memandangi kepergianku. Aku sempat menoleh memandangnya, kepalanya tertunduk lesu. Terlihat gurat kekecewaan di wajahnya. Apa aku menyakitinya? Nggak Vi, lo nggak nyakiti dia! Aku berusaha menyadarkan diriku sendiri dan mengambil barisan untuk menyalami sang pengantin.
***
Setelah memberikan ucapan selamat pada kedua pengantin, aku bergegas keluar gedung. Sialnya pengunjung yang datang semakin padat. Aku harus sedikit berdesakan agar dapat keluar dari aula hotel. Dan kesialanku tidak sampai di situ. Ketika aku mencoba menelusup mencari jalan keluar, aku tidak sengaja menabarak seseorang. Alhasil, cairan merah tumpah di bajuku. Aku terpaksa berhenti dan mengusap cairan sirup itu. Orang yang kutabrak terlihat merasa bersalah dan turut membantuku. “Maaf, ya,” ucap orang itu. Aku mendongakkan kepalaku memandangnya. Mataku membola seakan tak percaya dengan apa yang kulihat. Seorang pria dari masa laluku berdiri di depanku dengan mata membelalak terkejut.

KAMU SEDANG MEMBACA
I Want You
RomanceCerita ini telah Selesai. Beberapa bagian cerita ada yang saya private. Untuk dapat membaca cerita secara menyeluruh silahakan follow akun saya. Terima kasih. ### Aku mencoba mengingat apa yang kulakukan tadi malam. Ada perayaan besar-besaran yang k...