BADAI

8 0 0
                                    


Aku berjalan dengan cepat menyusuri koridor sekolah, menabrak anak-anak yang sedang berjalan santai di hadapanku. Beberapa anak terlihat kesal padaku dan mengucapkan umpatan. Tapi, aku tidak perduli. Aku tetap melanjutkan langkahku.

Jantungku berdegup diatas normal, dadaku mulai kebakaran. Emosi sudah sampai di ubun-ubun. Aku tidak tahan lagi! Semua ini harus diakhiri dengan kejelasan! Mataku mulai berkaca-kaca, tapi aku tidak boleh menangis. Aku menghentikan langkah ketika sampai ditempat yang kutuju. Kelas MIPA1. Mataku mulai mengedarkan pandangan ke seisi kelas. Lalu, melihat sosok laki-laki yang kucari di bangku pojok sedang asyik main game di handphone-nya.

"Lintang!"

Aku memanggil namanya dengan keras. Aku tau pasti semua anak yang ada di kelas ini kaget melihatku berada di sini pagi-pagi teriak dengan wajah geram. Lagi-lagi, aku tidak perduli.

Lintang yang ikut kaget karena namanya dipanggil sekeras itu, mendongak ke arahku.

"Meghan?"

Dia berjalan menghampiriku. Tubuhnya yang tegap kini hanya berada beberapa inci saja dari tubuhku. Aku menghela napas dan mencium aroma parfumnya. Segar. Pikiranku mulai sedikit rileks.

"Bisa kita ngomong sebentar?" Aku memberanikan diri menatap matanya yang dingin.

"Ada apa?" tanya Lintang keheranan. Aku tidak pernah berhasil menatap matanya lama-lama, jadi aku mengalihkan pandangan.

"Ya, ada yang perlu kita omongin! Tapi, nggak di sini!"

Lintang masih menatapku. Sesaat.

"Oke." Dia menarik tanganku dan kami berjalan keluar kelas.

Aku menampik tangannya dengan kasar. Rasanya, aku sudah jijik disentuh olehnya. Aku mengikuti langkahnya yang santai. Lintang selalu seperti itu, santai menghadapi apa pun. Dia tidak tahu kalau hatiku hampir mau meledak. Kami berjalan keluar kelas.

"Di sini aja," ucap Lintang.

Kami menghentikan langkah di sebuah bangku panjang di samping kantin. Aku mengangguk tanda setuju, lalu duduk di samping Lintang.

"Ada apa lagi?" tanya Lintang mengawali pembicaraan. Kelihatannya mantanku ini agak malas bicara denganku. Well, aku juga sebenarnya sudah malas melihat wajahnya.

Aku merogoh saku rok lalu mengeluarkan ponselku. Kubuka kode ponselku, lalu menunjukkan sesuatu padanya.

"Ini ada e-mail masuk ke HP gue, buat lo," ujarku dengan nada acuh. Lintang melirik ke arah ponselku.

"Dari siapa?"

"Amanda."

Lintang mengernyitkan dahi, lalu menatapku.

"A—Amanda?" tanya dia gusar. Aku mengangguk sambil tersenyum sinis.

"Lo nggak liat isinya, kan?" tanya Lintang masih dengan ekspresi yang sama. Ekspresi merasa tidak nyaman.

"Liat," jawabku.

Lintang membulatkan bola matanya.

"Kenapa? Takut?" cecarku. Ini saatnya aku menyudutkan dia. Aku tahu ada sesuatu yang dia sembunyikan selama ini padaku. Tentang Amanda.

"Ya udah buruan baca, terus log out akun e-mail lo! Biar gue nggak nerima lagi e-mail yang bukan buat gue!"

Lintang menarik nafas sesaat. Ia lalu melebarkan matanya membaca isi e-mail itu.

"Nih, udah," ujar Lintang sambil memberikan handphone padaku ketika sudah selesai membacanya. Aku meraihnya.

"Siapa Amanda?" tanyaku dengan jantung kebat-kebit. Oh, ok, Meghan, let's start to fight! Lintang menatapku dengan uninterested. Dingin. Aku tahu ada banyak rahasia yang dia tutupi padaku dibalik tatapannya. Kumohon Lintang, jujur lah padaku. Untuk yang terakhir kali.

Happy Birthday, Love! (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang