4. Nightmare

707 81 9
                                    

REMIND ME

"Baik atau buruk suatu kenangan terkadang sangat berarti untuk tetap diingat."

Part 4: Nightmare

****

Naruto mengusap lembut surai indigo wanita yang telah menjadi istrinya selama empat tahun ini. Ia nampak terlelap setelah meminum obatnya. Sudah hampir dua minggu Hinata terbaring koma di sana dan kini wanita itu harus bangun dengan kenangannya yang tidak bisa ia ingat.

Naruto tidak pernah membayangkan melihat orang yang dicintainya bahkan tidak mengingat bahwa dia adalah suaminya.

"Aku berjanji kau akan mengingat kenangan kita. Kau akan mengingat setiap keping kenangan yang kita lalui bersama." lirihnya sendu namun sarat akan kasih sayang.

Naruto mengecup lembut kening Hinata yang terbalut perban. Cukup lama hingga tak terasa air matanya menetes dan mengenai surai indigo Hinata.

Selanjutnya ia membenarkan selimut Hinata dan ikut berbaring di samping tubuh Hinata. Ia ingin tertidur sambil memeluk tubuh mungil istrinya yang kini sedikit lebih kurus dari sebelum kecelakaan.

Diangkatnya kepala Hinata dan ia sandarkan pada lengannya. Hinata menggeliat merasa terusik dalam tidurnya, namun detik berikutnya ia menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Naruto. Naruto yang menyadari itu pun tersenyum. Ia tahu mungkin ingatan Hinata sudah lupa, tapi tubuh Hinata tidak mungkin melupakan kebiasaan Hinata yang suka tidur dalam pelukannya. Meskipun ingatannya hilang, kebiasaannya pasti akan sulit dihilangkan. Rasanya seperti secercah harapan menghampirinya dan mebisikikan padanya bahwa semuanya akan segera membaik.

Dalam lelahnya ia memejamkan mata dan memeluk istrinya itu. Hanya suara dengkuran lembut Hinata yang menuntunnya menuju alam mimpi.

Sunyi beberapa saat, sebelum sebuah suara samar-samar ia dengar. Ia pun membuka matanya. Di hadapannya sosok Hinata terbangun dan berdiri dengan pakaian lengkap. Naruto mengerutkan dahinya bingung. Ia pun segera bangkit, namun Hinata justru berlari keluar dari kamarnya.

Naruto dengan sigap berusaha mengejar Hinata. Ia tak habis pikir bagaimana bisa Hinata berlari seperti itu mengingat dia baru sadar dari komanya.

"Hinata, tunggu!!" Naruto terus berlari namun entah kenapa langkahnya terasa begitu berat hingga tidak bisa mengejar Hinata.

"Pergi!" Hinata berhenti di ujung koridor. Ia berbalik dan terus berteriak pada Naruto untuk pergi.

"Hinata, tenanglah." Naruto memperlambat langkahnya. Berusaha menenangkan Hinata yang nampak begitu panik.

"Pergi, kau sahabat pacarku. Pergilah! Aku belum menikah! Dia bukan anakku!"

"Baiklah Hinata, tenanglah. Kumohon, tenanglah!"

"Berhenti! Jangan mendekatiku! Seharusnya aku menikah dengan Sasuke!"

Sepersekian detik sosok Hinata yang semula berpakaian pasien berubah mengenakan baju pengantin lengkap dengan buket bunga di tangannya. Naruto mengerjap cepat. Hinata kini nampak lebih tenang. Gadis itu tersenyum. Membuat daya tarik tersendiri baginya untuk perlahan melangkah mendekat.

Saat hampir mencapai gadis itu tiba-tiba sebuah mobil melaju kencang dan menabrak tubuh mungil Hinata. Membuatnya terpental dan terbanting cukup keras ke jalanan. Gaun putih Hinata kini bermandikan warna merah dari darah segar Hinata. Naruto membelalakkan matanya dan berteriak.

Detik berikutnya ia tersentak dan membuka matanya. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Dilihatnya sosok Hinata yang masih terlelap dalam tidurnya. Ia menghela nafas lega. "Cuma mimpi." gumamnya pelan.

REMIND METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang