part 12

1.9K 76 1
                                    

"Apa yang kamu rasakan memang patut di suarakan meski tanpa bicara."
○○○○○

Nadhira menatap langit kamar dengan gusar, berkali-kali ia berguling-guling di tempat tidurnya namun tidak ada kenyamanan yang ia dapat. Pikirannya tidak tenang memikirkan suaminya yang entah kemana perginya.

Ia beranjak dari tempat tidurnya, membenarkan letak kerudungnya lalu ia berjalan keluar kamarnya untuk mencari keberadaan suaminya.

"Dimana kamu mas" nadhira berjalan menyusuri setiap ruangan yang ada di dalam rumah suaminya ini. Semua ruangan disini tertutup tidak ada tanda-tanda keberadaan suaminya, sampai akhirnya ia menemukan ruangan yang pintunya sedikit terbuka.

Nadhira berjalan mendekati ruangan tersebut, tampak disana bagas sedang menatap pigura besar yang terpanjang di dinding ruangan. Nadhira memfokuskan matanya untuk melihat foto siapa yang ada di pigura itu, di dalam foto tersebut berdiri empat orang yang tersenyum bahagia ke arah kamera, disana ada mamah papah dan suaminya dan tunggu di sebelah mamah berdiri perempuan cantik yang tersenyum manis sambil menunjukan tangan kirinya yang tersemat cincin yang ada di jari manisnya.

"Siapa dia." Lirih nadhira. Nadhira terus menanatap punggung suaminya ia tidak bodoh suaminya sedang menangis. Terdengar dari isak tangis suaminya yang cukup memilukan untuk di dengar.

"Kenapa kamu datang si saat abang sudah menikah nay." Bagas berkata dengan suara yang purau.

"Hari ini abang harus menerima fakta yang cukup mengejutkan untuk abang, wanita yang abang cintai sudah menikah dengan laki-laki lain. Kenapa kamu mengkhianati petunangan kita nay, apa semudah itu kamu melupakan mimpi-mimpi yang sempat kita rangkai dengan baik. Abang selalu memimpikan kamu yang akan menjadi istri dan juga ibu bagi anak-anak abang kelak, keadaannya sudah berubah sekarang tapi kenapa perasaan abang masih sama seperti dulu." Bagas berkata kembali dengan suara yang makin melemah.

"Dan azka hadir di antara pernikahan kalian pernikahan kalian sempurna bukan, sedangkan abang disini harus menikah dengan wanita pilihan mamah. Abang tidak mencintainya nay abang masih belum bisa menerimanya" Bagas berkata sambil mengelus foto perempuan itu, ia mengacak rambutnya kasar.

Tak terasa air mata nadhira kembali menetes, kenapa rasanya sakit sekali setiap mendengar perkataan yang keluar dari bibir suaminya. Nadhira mengigit bibir dan memejamkan matanya sejenak, menahan isak tangis yang keluar dari bibirnya. Bukankah wajar untuk menangis terisak-isak? Membayangkan dirinya hadir kedalam kehidupan Suaminya dan menghancurkan semua impian yang sudah suaminya rangkai dengan baik. Sejahat itukah posisinya sekarang?

Nadhira berjalan meninggalkan ruangan tersebut dengan langkah gontai, nadhira kembali ke kamarnya dan duduk di hadapan cermin menatap penampilan dirinya yang cukup mengenaskan. Mata yang sembab, hidung yang memerah dan air mata yang terus mengalir di kedua matanya.

"Mas apa sebenarnya keinginan kamu, kenapa kamu menikahi aku disaat kamu belum bisa melupakan nayla." Tanyanya sambil melihat bayangannya di cermin.

"Kamu sudah berjanji di hadapan Allah, di hadapan kedua orangtua kita. Tapi ternyata itu hanya sebatas kata tanpa nyata, mas apa aku tidak layak mendampingi kamu menjadi istri dan juga ibu bagi anak-anakmu kelak. Aku sadar tidak ada tempat sedikitpun dihatimu untuk aku bahkan di hidupmu tidak ada tempat untuk aku, matamu tidak bisa berbohong mas tatapan penuh kerinduan yang aku lihat ketika kamu menatap foto nayla. Aku jahatkan mas? Telah datang di kehidupan kamu dan menghancurkan semua mimpi-mimpi indah kamu bersama nayla yang sudah kamu rangkai dengan baik." Lanjutnya sambil melihat air matanya yang mengalir kembali.

"Jika waktu boleh di ulang kembali aku ingin kita tidak pernah bertemu mas, jika saja aku tau dari awal kalau kamu masih mencintai dan akan terus mencintai nayla mungkin aku tidak akan menerima pinanganmu. Hidup kadang selucu itu ya mas aku disini sudah lama mencintaimu bahkan ketika kita pertama kali bertemu tapi kamu mencintai nayla, kenapa takdir hidupku seperti ini." Lirih nadhira berkata perasaannya hancur sekarang.

Nadhira berjalan menuju tempat tidur, ia mendudukan dirinya disana. Menatap foto pernikahannya yang terpajang di dinding kamar. "Mungkin jika dua raga yang saling mencintai di satukan dalam ikatan pernikahan, mereka akan lebih mudah untuk mencapai surgaNya secara bersama-sama." Nadhira berkata dengan senyum dan isak tangis yang menghiasi bibirnya.

"Tapi tidak untuk pernikahan kita, suamiku tidak mencintaiku aku akan sulit untuk meraih surga. Kalau ujung dari sebuah pernikahan adalah surga, maka aku tidak berhak untuk mendapatkannya, bunda nadhira tidak akan berhak mendapatkan surga yang bunda maksud selama ini, bunda nadhira wanita jahat nadhira sangat jahat bunda." Nadhira kembali terisak.

Isak itu kembali terdengar dari bibir nadhira, nadhira tidak pernah tahu ternyata rasanya sesakit ini ketika suami yang di cintainya masih mencintai perempuan lain.

Hati nadhira sungguh hancur sekarang tiba-tiba bayangan bundanya terlintas di kepalanya. Bundanya pernah berkata "Ade Allah menciptakan kesedihan bukan untuk melemahkanmu, melainkan dia memberimu kekuatan untuk bersabar. Supaya kamu dapat menyeru namaNya dengan lebih merdu dari hari-hari lain." Nadhira menghapus air matanya ia bangkit dari duduknya dan berjalan memasuki kamar mandi untuk membasuh wajahnya dan mengambil air wudhu.

Laki-laki itu mendengarnya ya bagas mendengar isakan dan rancauan istrinya, mendengar semua perkataan yang keluar dari bibir nadhira. Perasaan bagas sama hancurnya hatinya sakit dirinya merasa tidak adil terhadap istrinya. Ia terlalu memikirkan perasaannya tanpa pernah memikirkan perasaan nadhira yang sekarang sudah berstatus sebagai istrinya.

"Sudah berapa banyak air mata yang sudah kamu keluarkan untuk mas nad." Bagas berkata lirih air matanya tidak bisa ia bendung lagi, hatinya sama hancurnya dengan nadhira ini semua karena keegoisannya.

Bagas menghapus air matanya ia berjalan menuruni setiap anak tangga dengan langkah gontai, bagas harus menenangkan dirinya terlebih dahulu sebelum ia menemui nadhira.

Siang sudah berganti menjadi malam, nadhira sudah melaksanakan shalat isya hari ini matanya terlalu lelah menangis, tidur adalah jalan satu-satunya untuk mengistirahatkan mata dan juga tubuhnya.

Sedangkan bagas baru saja pulang dari masjid dekat rumahnya, sebelum menaiki tangga menuju kamarnya bagas berjalan menghampiri meja makan melihat bungkusan makanan yang ia bawa tadi siang masih utuh seperti tidak tersentuh.

"Apa nadhira belum makan?" Tanya bagas, bagas berjalan dengan cepat menuju kamarnya. Bagas membuka pintu kamarnya dengan pelan disana tampak nadhira sudah tertidur dengan pulas.

Bagas menghampiri nadhira dan duduk di pinggiran tempat tidur, "Nadhira." Panggil bagas.

Bagas menggoncangkan tubuh nadhira dengan pelan, berniat untuk membangunkan nadhira. "Kamu belum makan nadhira, ayo bangun." Bagas mengelus pipi nadhira dengan pelan.

Jika di lihat dari dekat seperti ini, nadhira terlihat sangat cantik dengan wajah tanpa makeup pipi yang sedikit berisi sangat mengemaskan dan bagas suka memegangnya. "Kenapa dia tidak membuka kerudungnya." Lirih bagas berkata.

"Nadhira bangun." Bagas kembali membangunkan nadhira.

Bagas menyerah untuk  membangunkan nadhira, mungkin karena kelelahan nadhira tidak kunjung membuka matanya.

Bagas menatap nadhira lekat lalu berkata "Maafkan mas dhira." setelah mengucapkan itu bagas berjalan keluar kamar.

Setelah bagas pergi nadhira membuka matanya " Maafkan nadhira mas karena sudah berbohong dengan pura-pura tidur, semuanya terlalu menyakitkan untuk nadhira terima" kata Nadhira lirih.

Nadhira kembali menutup matanya dan tertidur.

Assalamualaikum ImamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang