part 10

1.8K 81 0
                                    

"Jika kelak dikemudian hari bukan saya yang kamu cari, tolong berikan saya pemahaman bahwa sejatinya manusia memang tidak pernah memiliki apapun."
●●●●


Malam sudah semakin larut, acara demi acara sudah terlewatkan. Sekarang waktunya untuk nadhira dan juga bagas beristirahat, mereka malam ini menginap di hotel terdekat dari gedung ini permintaan khusus dari kedua orangtua mereka.

"Nadhira boleh kita bicara sebentar?" Bagas menepuk kursi kosong yang ada di sebelahnya menyuruh nadhira untuk duduk di sebelahnya.

"Boleh mas." Nadhira sudah mengganti panggilannya kepada bagas ini permintaan dari bundaya sebagai bentuk penghormatan kepada suaminya.

Bagas menarik nafas sebelum berbicara, "Saya berterimakasih sama kamu karena sudah mau menerima saya menjadi suami kamu, maaf jika ada kata-kata saya yang menyakiti hati kamu itu di luar kendali saya. Untuk sekarang saya belum bisa menjalankan tugas saya sebagai suami, saya belum bisa tidur satu ranjang dengan kamu. Saya harap kamu bisa mengerti saya cuma tidak mau menyakiti hati kamu lebih dalam lagi disaat hati saya masih milik oranglain, untuk sekarang apa kita bisa bersahabat?" Bagas menatap nadhira meminta jawaban.

Nadhira menundukan kepalanya kenapa hatinya rasanya sakit sekali, bibirnya medadak kelu bukan ini pernikahan yang selama ini dia impikan, Di sini hanya nadhira yang mencintai suaminya tapi suaminya tidak.

Innaallaha maa assobirin. Allah bersama orang-orang yang sabar.

Nadhira mengatakan itu dalam hati, nadhira menyeka air matanya lalu ia mengangkat kepalanya untuk menatap suaminya. Nadhira tersenyum lalu mengangguk "kita bisa bersahabat mas." Nadhira tersenyum menatap suaminya.

Bagas membalas senyuman nadhira, bagas tidak bodoh ia melihat istrinya meneteskan air mata tapi segera nadhira hapus dan di gantikan dengan senyuman. Bagas tau dirinya begitu jahat dimalam pertamanya sebagai pengantin bukan kebahagiaan yang bagas berikan kepada istrinya tapi sebuah kenyataan yang membuat istrinya menangis.

"Dhira izin ke kamar mandi dulu mas." Nadhira tersenyum lalu berjalan meninggalkan bagas.

Nadhira menutup pintu kamar mandi dengan pelan, ia menyenderkan punggungnya di pintu kamar mandi.

Tidak mungkin aku menolak keinginan suamiku, biar Allah yang tahu kepedihan hati ini dan biar Allah yang akan menjaga hati ini agar tetap kuat. Nadhira menangis kembali hari ini nadhira ingin menangis sepuasnya menumpahkan semua kesedihan yang ia rasakan agar setelahnya hatinya bisa tenang.

Nadhira ingat bundanya pernah berkata. "Jangan terlalu banyak berharap kepada hamba sahaya, seorang hamba tidak akan bisa mengubah apapun tanpa seizin sang illahi. Suara retak di hati janganlah membuat ade menjadi muslimah yang lemah, jadilah akhwat yang tetap teguh berdiri meskipun angin badai menghantam dari segala sisi."

Nadhira tidak boleh lemah ini ujian untuk pernikahannya, bagaimanapun keadaannya nadhira harus bisa bersabar, anggap saja ini angin badai yang sedikit menimpa pernikahannya nadhira harus kuat.

Seorang hamba tidak bisa mengubah apapun tanpa seizin sang illahi. Hanya Allahlah yang bisa membolak balikan hati manusia.

"Bismillah kuatkan aku selalu yaAllah." Nadhira menghapus air matanya, ia membasuh wajahnya dengan air.

Suara ketukan pintu menghentikan nadhira dari kegiatan membasuh wajahnya, "Dhira kenapa lama di kamar mandi, kamu gapapakan?" Itu suara suaminya.

Nadhira mengelap wajahnya dengan handuk yang ada di kamar mandi, ia membuka pintu kamar mandi dengan pelan.

Bagas yang melihat pintu kamar mandi terbuka, ia berdiri dari duduknya untuk menghampiri istrinya. "Kamu gapapakan?" Tanya bagas.

Nadhira menggeleng seraya tersenyum menatap suaminya, "Aku gapapa mas." Kata nadhira.

Assalamualaikum ImamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang