1.

28 3 0
                                    

Semarang

"Pak, Bu. Dian mau berangkat, doakan Dian supaya Dian disana bisa mendapatkan apa yang Dian mau." ucap gadis 12 tahun pada kedua orang tuanya dengan mata yang memerah seraya meletakan koper yang baru saja dijinjingnya.

Lelaki paruh baya yang diketahui adalah ayah dari gadis itu menarik anak gadisnya kedalam pelukannya.
"Nak, maafkan bapak. Bapak tidak bisa menjadikan kamu layaknya anak anak diluar sana. Tidak bisa memberikan kehidupan yang layak untukmu, dan tidak..."

"Tidak pak, bapak tidak salah. Bapak sudah memberikan yang terbaik buat Dian" sergah Dian seraya meneteskan air matanya dan mengeratkan pelukan pada ayahnya.

Ibu Dian mengelus pundak Dian. "Sudah, jangan menangis nak. Ibu semakin merasa jadi orangtua yang tidak baik buat kamu"

Dian melepaskan pelukannya dan beralih memeluk ibunya. "Bu. Dian tidak pernah berpikir seperti itu. Dian pergi juga bukan karna marah sama Ibu atau Bapak. Dian cuma pengin masa depan Dian lebih cerah bu. Sedangkan kalau Dian terus disini malah Dian merepotkan ibu sama bapak"

"Kamu anak ibu nak, ibu dan bapak tidak pernah merasa direpotkan. Sudah tanggungjawab kami menghidupi mu dan menyekolahkanmu" jawab ibu Dian.

Dian menggeleng. "Tapi disini masih banyak adek adek Dian yang harus disekolahkan bu. Dian akan mengalah untuk mereka"

"Sudah Yan" ucap Halim, kakak Dian dengan lembut.

Dian menoleh kesampingnya dan mengangguk samar. "Iya mas"

Dian mengambil tangan kanan ayahnya dan menciumnya. "Pak, Dian pamit" kemudian beralih pada ibunya. "Bu, Dian pamit"

"Assalamualaikum" ucap Dian seraya melangkahkan kaki keluar rumah dan tak lupa membawa koper miliknya.

"Pak, Bu. Halim pamit kembali ke Jakarta."

Ya, Halimlah yang akan membawa Dian ke Jakarta. Halim adalah anak Sulung yang sudah berkehidupan mapan dari usaha toko bajunya.

"Jaga baik baik adikmu. Jangan pernah memarahinya apalagi membentaknya. Ajari dia dengan cara yang baik" pesan Bapak.

"Inshaalloh pak, Halim akan jaga Dian sesuai perintah bapak"

"Ibu juga berpesan sama kamu Lim, jaga adikmu dari pergaulan anak anak kota yang
mungkin saja akan menjerumuskannya"

"Iya bu, Halim akan selalu ingat pesan ibu. Halim juga akan selalu ingat pesan bapak"

😶


6 tahun kemudian...

Jakarta

Hari ini Dian lulus, Dian baru saja pulang dari acara kelulusannya.

Dian sedang memandangi tumpukan buku yang menjadi saksi belajarnya selama 3 tahun di SMA dengan haru.

"Yan"

"Eh iya mba, ada apa?" Dian tersadar dari lamunannya, langsung saja ia bangun dari kursi dan berdiri.

"Mba mau bicara sama kamu" ucap Fitri, istri Halim dengan muka yang serius.

"Iya silahkan mba duduk dulu kayaknya serius banget yah, hehe"

Setelah Fitri duduk, Dian pun ikut duduk di tepi ranjang.

Fitri masih diam menatap tembok.

Dian menggoyangkan pelan lengan Fitri. "Mba. Mba ada masalah ya mas Halim?"

Fitri menoleh kearah Dian dan menggeleng. "Mba minta maaf Yan sama kamu"

"Maksud mba?"

Terdengar helaan napas panjang milik Fitri.

RindianiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang