7.

3 0 0
                                    

Pagi ini Dian sedang sarapan bersama di rumahnya. Momen langka yang barusaja terjadi, karna biasanya jam segini bapak dan ibu sudah pergi ke ladang. Tapi si kembar jam segini belum bangun jadi mereka tidak ikut sarapan bersama.

"Dimakan Le, kok cuma diliatin gitu makanannya?" Tanya ibu pada Sadwa.

"Sadwa gamau makan"

"Loh kenapa?"

"Sadwa juga ngga mau sekolah. Sadwa mau berhenti sekolah aja!"

"Kok gitu, ngga baik Le ngomong kaya gitu"

Fyi. Le adalah panggilan untuk anak laki-laki khas Jawa.

"Biarin. Lagian juga udah ngga ada yang sayang sama aku! Semua sayangnya sama Mba Nofi!"

Nofi pun berhenti mengunyah makanannya, menatap Sadwa tajam.

"Sadwa ngomong kaya gitu siapa yang ngajarin sih? Sadwa masih kecil loh. Ngga boleh bentak bentak kaya gitu sama ibu. Apalagi bawa bawa Mba!" Omel Nofi yang memang tempramen, ngga bisa diganggu, dan tidak bisa kena omongan sedikit saja.

"Sadwa ngga pernah diajarin siapa-siapa. Tapi Sadwa bisa bentak ibu karna Mba Nofi juga sering gitu"

Nofi bungkam, menyadari bahwa dia sudah memberi contoh yang salah pada adik-adiknya.

Disaat semua diam tak bersuara. Bapak bertanya pada Sadwa.

"Kamu kenapa Le nggak mau sekolah?"

"Aku udah sekolah 2 bulan, tapi belum juga bayar seragam. Yang lain udah lunas semua Pak!"

Ya, memang benar jika Sadwa baru saja bersekolah 2 bulan di SMP. Tapi dia sekolah di salah satu sekolahan swasta yang membuat biaya lebih mahal dan harus membayar semuanya tepat waktu.

"Bapak lagi usaha Le, besok pasti bapak bayar seragam kamu"

"Kapan Bapak mau bayar? Aku malu Pak setiap pelajaran olahraga pasti pake seragam SD sendirian. Sedangkan yang lain udah pada dapet seragam olahraga SMP"

"Iya Bapak janji secepatnya pasti Bapak bayar Le"

"Kenapa harus Sadwa yang belum bayar? Kenapa ngga Mba Nofi aja! Kenapa tadi malam uangnya buat Mba Nofi semua? Kenapa ngga dibagi juga buat bayar sekolah Sadwa?!" Tanya beruntun keluar dari mulut Sadwa.

Nofi yang tersulut emosi pun langsung mendelik sempurna ke arah Sadwa. Dian yang melihat arah pandang Nofi pun ikut mengeluarkan suaranya untuk mencegah Nofi ngamuk lagi.

"Nofi, Panca. Kalian berangkat sekolah sekarang ya. Biar masalah Sadwa urusan kami bertiga" bujuk Dian.

Nofi dan Panca pun berpamitan dan menyalami tangan bapak, ibu dan Dian secara bergantian.

Setelah mereka berdua keluar dari rumah, mereka mendapati Gunawan sudah berada di depan pintu rumah.

"Aaaaa!" Teriak Nofi yang terkejut. Panca yang mendengar suara cempreng itu pun mendekus kesal.

Kakaknya sangat lebay menurut Panca.

Nofi mengelus dadanya berkali-kali. "Mas Gun ngapain disini? Tumben ngga langsung ketok pintu"

Gunawan terlihat salah tingkah, dia takut dikira menguping pembicaraan keluarga Dian tentang Sadwa. Meskipun faktanya memang dia menguping dan mengetahui apa sumber masalahnya.

"Mas kok diem?"

"Eh iya ini, tadi kan udah mau ketok pintu eh kamu malah udah buka pintu duluan"

"Ada apa ini?" tanya Dian yang sedang menghampiri mereka bertiga karna mendengar teriakan Nofi barusan.

"Ngga ada apa apa Mba, Mba Nofi aja yang lebay pake teriak segala" jawab Panca.

RindianiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang