Papa bangkit. Aku menggenggam tangan papa dengan kuat. Kutatap papa yang wajahnya terlihat sangat stres. Air mataku tak dapat tertahan. Kugigit bibir bawah dan bangkit. Aku memeluk papa dengan hangat.
"Sabrina sayang Papa."
Papa membalas pelukan dan tersenyum seraya mengecup keningku. "Papa juga."
Papa berjalan keluar dan menutup pintu kamarku.
"Pa, kenapa? Kenapa papa menyakiti hati kami."
Aku berbaring sambil memeluk guling. Kuambil gawai dan memutar sebuah lagu dengan memakai handset. Aku larut dalam lamunan. Menangis dalam kesendirian. Hati dan jiwaku belum bisa berdamai dengan kenyataan ini. Sungguh sangat sakit ketika harus menerima kehadiran Ajeng.
"Aku nggak bisa begini. Aku harus minta penjelasan mama."
Aku bangkit. Melepaskan handset yang tersangkut di telinga dan menuju kamar mama.
Cklek ...
"Ma ... Mama mau kemana?"
Mama diam dan terus mengemasi bajunya ke dalam koper.
"Ma ... jawab Sabrina." Aku meraih lengan mama.
Kedua tangan mama menempel di pipiku. "Sayang. Mama harus tinggal di rumah Nena untuk beberapa saat. Kamu jaga adik-adik, yah."
Mama menutup kopernya. Lalu menggendong adik bayiku.
"Ma jangan tinggalkan kami. Maa ... Sabrina ikut."
"Enggak, Sayang kamu harus di sini. Jangan biarkan dia menguasai papa. Ok ..."
"Sabrina mau ikut Mama."
Aku terus merenges membuntuti mama sampai keluar kamar. Mendengar berisik papa dan Ajeng keluar.
"Miranda. Kau mau kemana malam begini?"
"Aku mau ke rumah ibuku untuk beberapa saat, Mas. Aku izin, yah."
"Pa ... Papa jangan biarin mama pergi. Papa! Sabrina nggak mau ...."
"Sayang biarkan mama pergi."
"Enggak!"
"Sabrina Mama harus pergi."
Aku memeluk tubuh mama berharap dia tak akan meninggalkan kami. Tapi bukannya menahan mama. Papa malah menjauhkanku dari mama. Mama melangkah tanpa melihat ke belakang. Meninggalkanku sendirian.
"Mama!!!"
Aku terduduk di lantai dengan perasaan kecewa.
"Sabar, Nak."
Ajeng mencoba menenangkan dan menggapai lenganku.
"Awas! Aku bukan anakmu."
"Sabrina ...""Papa jahat. Sabrina benci Papa."
Aku berlari masuk ke kamar.
Daar ...
"Aargg ... papa jahat! Sabrina benci papa!!"
Aku menghubungi mama. Memintanya untuk pulang. Tapj mama tidak mengangkat teleponku.
"Mama ... jangan tinggalkan Sabrina."
Papa terus menggedor pintu kamar tapi tidak kubuka.
"Sayang buka pintunya."
"Enggak! Sabrina benci Papa. Pergi ..."
"Sabrina. Itu kemauan mama."
"Tidak! Itu karena wanita itu memaksa mama pergi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Kedua Ayahku
RomanceSabrina gadis remaja berusia enam belas tahun harus menjadi saksi hancurnya hubungan kedua orang tuanya. Dengan amarah dan sakit yang amat dalam dia terus berusaha menyingkirkan wanita lain yang menjadi istri kedua ayahnya. Bagi Sabrina hanya Mama...