Fase Dilema

33 0 0
                                    

"Sepertinya Adin sangat lelah, " Ucap mulut ibunya sambil mendekat dan mengusap dahi putrinya itu.

Senyum ibunya melebar seketika, tak lama kemudian ibunda Adina keluar dari persemayaman putri kecilnya itu.

.....

Tak kerasa, hari telah berganti, waktu terus berjalan, arunika mulai menampakkan diri dari ufuk timur. Tanpa basa-basi sinarnya langsung menyusup ke kamar Adina. Gadis itu terbangun dari mimpi panjangnya.

"Ini sudah pagi ya? " Ucap Adina sambil mengusap matanya yang talup. Badannya terasa pegal, bahkan memar-memar luka di badannya seketika timbul seperti minta diurus.

Gadis itu mulai menapakkan kakinya di lantai yang dingin itu, langkahnya masih agak sempoyongan, tetapi Adina terus saja memaksakan nafsunya.

"Tringg... "

Suara notif dari handphone nya berdering. "Siapa itu? Pagi-pagi begini sudah Chat? " Pekiknya dalam hati. Langsung saja ia memantapkan langkahnya menuju setan kotak itu. Perlahan jarinya ia kendalikan untuk membuka notifnya.

"Hahh... Mas Arji? Ohh iya ini kemarin yang aku tabrak di lobi sekolah, ya ampun"

Alangkah terkejutnya Adina mendapat pesan dari Arji. Adina kira Arji akan memarahinya sebab kemarin Adina menabrak nya di lobi. Tetapi, prasangka itu ternyata salah, Arji hanya ingin berkenalan saja dengan Adina.

( Beberapa menit kemudian)

"Bun, Adin berangkat dulu, " Teriak Adina sembari meninggalkan gerbang rumahnya. Dalam perjalannya Adina berpapasan dengan Arji, tapi sayangnya Adina tidak mengetahui keberadaan Arji

Sesampainya disekolah, Adina mulai memasuki ruang kelasnya yang bernuansa hijau itu. Tubuhnya terlihat lemas, parasnya pun terlihat pucat,mungkin ini efek belum sarapan.

Tak lama setelahnya Adina memutuskan untuk pergi ke kantin untuk sarapan. Namun sebelum sampai di kantin, dalam perjalannya penglihatan Adina nampak kabur dan ber kunang-kunang, saat itu pula bertepatan dengan Pras yang datang dari arah belakang nya dan Arji dari samping kirinya.

Selang beberapa detik tubuh Adina mulai sempoyongan tumbang, bahkan belum sempat tubuhnya menyentuh tanah, Pras dan Arji berlomba-lomba menangkap tubuh Adina. Alhasil, keduanya bersamaan menangkap tubuh Adina yang tak sadarkan diri itu. Keduanya sama-sama panik, kekhawatiran keduanya pun saling beradu.

Tubuh Adina yang tak berdaya itu kemudian dibawa ke UKS oleh Arji dan Pras. Perlahan-lahan mulai dibaringkan tubuhnya diatas kasur yang kedengarannya dibuat dari busa. Rasa khawatir keduanya mulai timbul. Tak karuan rasanya. Keduanya merasa panik padahal mereka bukan
siapa-siapa Adina.

Selang beberapa menit kemudian, beberapa tim medis
memasuki ruangan yang bernuansa hijau dan penuh aroma obat-obatan tersebut. Pras dan Arji lantas disingkirkan dari Adina. Badan Adina demam tinggi, bahkan dia sampai mengigau, berulang kali mulutnya berucap nama Pras. Lihatlah, walaupun dalam kondisi tak sadar pun nama Pras selalu diingatnya. Untung saja saat itu Pras sedang berada diluar ruangan. Jadi Pras tidak mengetahui jikalau Adina menyukai dirinya. Para tim medis yang menangani Adina pun terkejut mendengarnya.

Sedangkan kedua lelaki itu, Pras dan Arji, masih menunggu kepastian tentang kondisi Adina. Keduanya bergantian mondar-mandir didepan pintu sambil meratapi kecemasannya.

Tak lama setelahnya, pintu ruangan dibuka, Pras dan Arji pun masuk berdampingan dengan rasa khawatirnya. Menurut pandangan, Pras terlihat amat risau dengan kondisi Adina, hatinya seolah luluh dan meleleh melihat gadis yang lemah terbaring tak berdaya itu. Sedangkan Arji, dia sepertinya mulai menyukai Adina dari pertama dia berjumpa. Sorot bola matanya yang indah bak mutiara itu cukup menjawab semua situasi yang tengah berlaku.

Lima belas menit berlalu, tiba-tiba jari mungil Adina bergerak, tampaknya ia sudah mulai siuman.
Matanya yang anggun perlahan terbuka. Namun sayangnya mulutnya belum mampu bergeming sepatah kata pun. Ia masih belum punya tenaga untuk berargumen seperti hari-hari biasanya.

Arji dan Pras yang menyadari kondisi Adina pun langsung bersiap siaga meladeni segala pinta Adina.

"Adin, kamu udah sadar? Gimana kondisi kamu sekarang, sudah baikan? "

Spontan jiwa wartawan dalam diri Pras muncul dengan segala tanyanya yang mungkin sudah ia rancang sedemikian rupa. Pertanyaan yang istilahnya hanya basa-basi terus ia lantunkan meski belum bisa Adina meresponnya. Lain halnya dengan Pras, Arji malah diam seribu bahasa dan hanya bisa mengamati kondisi Adina saat ini. Tapi, apa kalian tau, tatapan Arji terlihat sangat tulus, bahkan bila dilihat dari rautnya, Arji sepertinya ikut merasakan sakit Adina itu.

Sementara Adina sendiri merasa heran dengan sikap mereka berdua, mulai dari Pras yang tiba-tiba terlihat perhatian sampai tatapan tulus Arji. Mulailah pertunjukan bimbang dihati Adina bergejolak. Adina semakin tak paham dengan segala alur yang ditulis Tuhan tentang hidupnya. Jika begini terus, maka perlahan rasa yang ada dihati Adina untuk Pras akan pudar dan hilang tanpa jejak. Apa yang menjadikan semuanya musnah?

Tentu saja sebuah rasa yang mulai tumbuh dari hati Arji terhadap Adina. Perasaan itu akan membelokkan perasaan yang tadinya bergerak lurus menuju labirin hati Pras seketika akan berbelok ke hati Arji. Perasaan itu secara tidak langsung akan mengirimkan sinyal-sinyal yang entah seberapa meter per sekon kekuatannya.

Tapi maafkan, saat ini raga Adina sedang rapuh ditimpa ketidakberdayaan fisiknya. Hatinya pun ikut lelah berkutik. Entah apa yang akan Adina lakukan, ia tak tahu harus berbuat apa. Diamnya Adina saat itu menjelaskan sebuah isyarat bahwa dirinya cukup lelah dengan segala peristiwa yang terjadi.

"Din, itu minum dulu, kamu lemes banget lhoh, belum sarapan to? "

Rasa khawatir Arji yang kemudian menjelma menjadi sebuah tanya yang manis.

Adina nampak malu saat Arji bertanya padanya, wajahnya yang semula pucat berubah menjadi merah merona karna tersipu malu. Namun apa yang Adina lakukan untuk merespon Arji?
Hm.. Dia hanya menganggukkan kepalanya sambil berusaha menutupi rasa malu itu.

"Lhoh.. pantesan kok lemes banget, demam kamu

juga lumayan tinggi lhoh tadi. "


Sambung Pras sambil menjelaskan apa yang terjadi pada Adina tadi. Jantung Adina semakin berdetak kencang, mulutnya semakin terbungkam tak dapat berdialog sepatah kata pun. Adina hanya diam menatap Pras dengan seribu isyarat tersembunyi.

Perlahan Adina mulai bangun dari ketidakberdayaannya.Ia mulai menapakkan kakinya dibumi yang saat ini tengah dipijak Arji dan Pras.
Meski tubuhnya masih lemah, tapi tekad dalam diri Adina masih tetap kuat dan kokoh.

Hari ini, detik ini, hati Adina mulai membuat keputusan, bukan tentang siapa lagi yang hati Adina suka, tapi tentang siapa yang berhasil membuat hati Adina nyaman dan berhasil membuat tawa Adina yang indah itu kembali berseri.

Senja's  Story Triangle LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang