Perihal Keluhan Kalbu

48 0 0
                                    

Pras melanjutkan langkah dengan segala rasa khawatir yg menyelubungi hatinya. Entah pandangannya mulai kabur atau apa, dia mengabaikan segala yg Ada disekitarnya, sampailah dia menabrak sosok perempuan, siapa dia?

Emm dia itu teman sekelas Adina, Irin, ya seperti itulah biasanya orang memanggil. "Dek kamu temannya Adina kan?Kamu liat Adina apa ndak? "Spontan pertanyaan Pras terlontar dari mulut atas dorongan rasa khawatir itu. " "Adina mas? Dia tadi pergi ke atas, mungkin ke perpustakaan".jelas Irin.

Ungkapan terima kasihpun secara lantang terucap dari mulut Pras, ia kemudian berlari beriringan dengan hembusan angin yang menambah riuh suasana. Napasnya mulai terengah-engah, keringatnya mulai bercucuran menghujani tubuhnya. Pras mulai mendorong pintu yg dibuat dari kaca yang didesain menurut konsep gaya Eropa.

Pandangannya mulai berkeliling kemana-mana, tiba-tiba disudut meja diruang baca Ia temukan sosok perempuan, sepertinya dia sedang menangis sambil memegang sebuah pensil yang mulai Ia kendalikan untuk menari diatas selembar kertas, air matanya menetes membasahi kertas, mungkin dia sedang menulis apa yg hatinya keluhkan, perihal senja yg mulai pudar, Dan perihal kebahagiaan yg tak kunjung menghampiri hatinya. Perihal hatinya yg sedang gelisah perlahan Ia tuangkan lewat secarik kertas polos, apalah daya Pras menyaksikan semua hal itu, hatinya benar-benar merasa bersalah.

Perlahan hati dan pikirannya mulai menggiring Pras mendekat ke Adina, tangannya mulai menepuk bahu gadis Tomboi itu.Alangkah terkejut Adina saat melihat Pras disampingnya, jantungnya seolah berhenti berdetak, waktu seakan-akan berhenti dan turut menyaksikan mereka berdua. Spontan Adina menyeka air mata yg semula Deras mengalir dipipinya sambil menatap tajam Pras. Sepertinya rasa benci mulai menghasut hati Adina terhadap Pras. Tapi apa yg terjadi?
Air mata seketika tumpah kembali ketika Adina mengingat senyum Pras pertama kali saat bertemu dengan dirinya. Manis, memukau,mempesona dan memikat, mana mungkin Adina Marah pada pemilik senyum itu.

Rasanya pasti berat, Dan pasti itu akan lebih menyakiti hati kecilnya, mungkin sudah cukup luka ini saja yg patut Ia perjuangkan demi Pras.

"Adina, kamu nggak papa? " Pertanyaan itu muncul lagi, lamunan Adina perihal senyum manis Pras bubrah berserakan. "Hmm, iya nggak papa mas" Sambung Adina sambil mengusap pipinya yg basah.

"Andai kamu tau, bahwa air mata yg turun
menyiram pipiku ini semua karna ulah mu yg tanpa sengaja membuat hatiku koyak" Pekiknya dalam hati.
"Lalu kenapa tadi kamu nangis waktu dikantin, Dan pergi begitu saja? " Alih-alih wartawan dalam diri Pras muncul dg seribu pertanyaannya itu. Nampaknya dia memang hanya ingin memastikan apakah Adina menangis karnanya ataukah Ada hal lain yg mengganggu ketenangannya.

Adina terkejut saat Pras menanyakan hal itu padanya,mulutnya seketika terkunci, membungkam dgn kuat hingga tak Ada satu kata pun yg berani Ia lontarkan.

Lagi-lagi bel pergantian jam berbunyi, untuk kedua kalinya benda itu mengacaukan moment mereka berdua. "Maaf mas, sudah bel saya ke kelas dulu" Mungkin seketika hati Adina tenang karna bel itu telah membantunya lari dari introgasi Pras, namun apa kalian lupa bahwa Ada hari lain untuk pras memastikan semuanya.

Cerita itu berlanjut, bel tanda KBM berakhir berdering. Adina mulai melangkahkan kedua kakinya menuju kuda besi kesayangannya. Dalam selingan langkahnya, Pras menghadangnya, rasa penasaran masih tertanam subur di benaknya, ia pun mulai melontarkan pertanyaan yg sama. Bukannya menjawab pertanyaan Pras, Adina malah pergi begitu saja. Ia pun mulai menancap gas motornya. Alih-alih dalam perjalanannya Adina mulai termenung, pikirannya kosong sambil menatap tajam kedepan, namun seketika bola matanya melebar. Apa yg terjadi padanya?

Adina terkejut, hampir saja maut menghadangnya untuk pulang ke gubuk tenangnya. Saat itu lah, lamunannya berantakan, rupanya suara berisik kendaraan itu malah semakin menambah mood Adina hancur.

Sesampainya dirumah, Adina langsung bermuara di arena hibernasinya. Disini lah segala rasa penat Adina tertampung, mulai Dari air matanya yg tumpah, hingga segala keluh kesah Ia tempatkan dalam ruangan bernuansa biru itu.
Spontan Adina berbaring di ranjang tidurnya sambil membalikkan badannya, air matanya pecah, tangisnya benar-benar datang dari lubuk hati paling dalam, tidak Ada yg tau apa yg menyebabkan Adina menangis, begitu pula tk Ada yg tau arah jalan pikirnya.

"Suatu angin tidak bertiup untuk menggoyangkan pepohonan, namun hanya untuk menguji akarnya:)"






-Alihan kata-

"Tertanda dari hati untuk rasa yg berlabuh ; tolong kepekaan Asmara jangan terlalu tajam,karna aku tidak ingin suatu saat terluka hanya karna perihal yg kasat Mata bak angin itu"

Senja's  Story Triangle LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang