Kita butuh diperhatikan
Kita butuh diterima
Namun juga sebaliknya
Semua yang pernah tumbuh dan saling mengikat, yang pernah meniadakan segala resah dalam ruang-ruang ingatan, yang pernah pulang pada rumah sebelum akhirnya kupahami hatiku hanyalah persinggahan; kau pergi meninggalkan rasa yang sudah terlanjur jatuh pada ruang kenyamanan, kau buat aku jatuh sekali lagi dan untuk kesekian kalinya; hancur segala impian dan rencana.
yang pergi hanya ragamu, semua yang telah terjadi hingga berakhir dengan ketidaksangkaan, masih tinggal sebagai bagian yang mengalir pada urat nadiku pun denganmu; Tak akan ada yang pergi kecuali wujud yang tak lagi terlihat, wujud yang tak lagi dapat terdekap oleh lengan yang semakin sering terlelap dalam rapal doa yang tak pernah hilang sebelum kuaminkan.
Potret-potret kebersamaan yang sempat kuabadikan kala itu masih menjadi yang paling sering membuatku rindu akan kekonyolan-kekonyolan kita, tentang ketidak sok jaimnya kita, tentang gilanya kita, tentang tawa, senyuman, amarah dan tangisan yang selalu berhasil kita lalui dengan sabar yang sama sekali tak menjadi bagian dari pilihan untuk membuat kita tak hanya menjadi sebatas kata; kita. Mungkin benar bahwa ini sudah menjadi bagian dari rencana sang pencipta, tapi mengapa? mengapa harus cerita kita yang berakhir dengan sebuah ketidak adilan bahwa kau pergi meninggalkanku dengan dalih terlalu baik bagimu; tak masalah jika kau nyatanya memang ingin pergi karena seseorang yang lebih menjanjikan sebuah kemewahan, tak masalah jika kau ingin pergi karena keresahan atas masa depan penuh penderitaan denganku, namun mengapa kau menyalahkanku atas gengsimu itu? Seakan-akan akulah orang yang menginginkan semua ini terjadi.
Sudahlah, kekasih. bukannya tak menerima dan menghargai keputusanmu, namun dalih yang kau ucapkan begitu mengusik, seakan menjadi baik adalah kejahatan yang paling kejam melukai diri sendiri.
Mugkin ini hal yang sangat lumrah terjadi disekitar kita, terlalu banyak alasan-alasan hanya untuk melindungi pengecut dalam diri seseorang, mencari-cari kesalahan bahkan kebenaran ikut disalahkan hanya untuk diri kita terlihat sebagai seoarang yang begitu benar, begitu hebat, kita tersakiti, kita teraibaikan. Padahal di antara kita dan di antara orang-orang tersebut hanya butuh saling membunuh ego masing-masing yang sejatinya memang tak pernah mudah untuk dilakukan demi kembali saling menggenggam jemari.
Nyatanya semua tak mudah, ada rasa malu yang selalu ingin dilindungi dan kita bukanlah orang yang pandai berdamai dengan apa-apa yang menurut orang lain benar; seakan kita lebih dari segala hal, sedangkan kurang pun tak punya.
"Seakan kita lebih dari segala hal,
sedangkan kurang pun tak punya."