Air itu mengenai seluruh tubuh Jeno, pelakunya tertawa sambil menghindar dari serangan balasan Jeno. Mereka bermain air tanpa adanya beban apapun.
Senyuman Renjun adalah bahagia Jeno, apalagi suara tawa Renjun. Pria Lee itu sangat bersyukur, Tuhan masih mempercayainya untuk menjaga dan merawat Renjun. Ia tidak ingin mengulang kesalahan yang kedua kalinya.
Bayangkan, jika kecelakaan 2 bulan yang lalu itu merenggut nyawa Renjun. Yang nantinya hanya akan membuat Jeno semakin bersalah dan menyesal. Tapi untungnya Tuhan masih baik, memberikan kesempatan yang tidak boleh disia siakan lagi.
"Daddy, jadikan ketempat mommy?"
"Iya, sekarang ayo kita ganti baju!"
Renjun dan Jeno berlari dengan riang, sesekali Jeno melontarkan candaan candaan garing. Namun itu cukup untuk membuat Renjun tertawa, anak itu sangat bahagia hari ini. Mungkin kalau diukur bisa melebihi tinggi badannya.
Mereka sudah sangat siap untuk pergi, memakai pakaian kompak. Tidak, hanya warnanya saja yang kompak, warna biru. Diperjalanan Jeno dan Renjun lagi lagi tertawa riang, saling bertukar candaan.
Hingga, mereka sudah sampai ditempat Jaemin. Wajah Jeno berubah sendu, bayangan Jaemin kembali dalam pikirannya.
"Daddyy, ayoo, aku tidak sabal mau beltemu mommyy!"
Renjun menarik tangan Jeno, membawanya masuk ke area pemakaman. Ia sangat hafal dengan tempat Jaemin, sudah beberapa kali mengunjunginya bersama nyonya Lee, ibunya Jeno.
"Sabar, Renjun. Kita harus membeli bunga dulu."
"Cepat! Injun ga sabal mau ketemu mommy!"
Jeno tertawa kecil, dan mengeluarkan beberapa uang untuk membayar plastik yang isinya rupa rupa bunga. Setelah itu, tangannya ditarik Renjun yang sedari tadi tidak sabaran.
Mereka berhenti di depan pemakaman yang batu nisannya bertuliskan,
Na Jaemin binti Na Youngwon
"Mommy, Injun kesini sama daddy. Injun kangen mommy!
Mommy, kapan mememui Injun lagi kaya waktu itu?
Oh iya, kaki Injun sudah sembuh, mommy gausah khawatil lagi.
Sama daddy Jeno juga sayang banget sama Injun sekalang!"
Jeno ikut berjongkok di sebelah Renjun, menyimpan bunga yang dibelinya tepat di dekat batu nisan. Wajah riangnya tadi berubah jadi sendu, penuh kesedihan kembali.
"Aku sudah memenuhi permintaanmu, baby. Aku sudah membuat Renjun bahagia, kau senang sekarang?"
Ia menjeda sebentar perkataannya,
"Aku sangat merindukanmu, jangan bosan menunggu ya? Disaat waktunya tepat, kita akan bersama sama kembali. Menjadi keluarga yang utuh, keluarga dengan sejuta kebahagiaan dan harapan."
Air mata Jeno menitik, mengalir dengan mulus dipipi tirusnya.
"Aku akan selalu mencintaimu, Na Jaemin."
"Aku juga mencintai mommy!"
Jeno tersenyum dan membawa Renjun kepelukannya, angin berhembus semakin menghangatkan tubuh mereka.
"Sekarang, pulang?"
"Tidak, aku mau jalan jalan."
"Kemana?"
"Lotte wold!"
"Baiklah, Jaemin-ya, kami pamit dulu. Nanti, kami akan mengunjungimu lagi."
"Iya, mommy! Nanti Injun kesini ajak ichung, teman Injun sama lele juga!"
"Selamat beristirahat."
Jaemin memandang kedua punggung itu yang mulai menjauh dari pandangannya, ia tersenyum. Dan melambai, kini ia sudah tenang melepas Renjun dan Jeno tanpa adanya beban pikiran.
Ia harus benar benar pergi sekarang, ketempat seharusnya ia berada. Tubuhnya semakin menipis, seiring perginya Jeno dan Renjun. Dan kini hilang. Raga itu tidak akan pernah kembali, hingga nanti Renjun dan Jeno menyusulnya.
'Biarlah kusimpan, sampai nanti aku
kan ada disana.'END.