Jeno terlihat bingung, terlebih ini seperti bukan tempat tinggalnya. Taman ini sangat asing, sepi dan mistis.
Ia berputar kesana kemari, mencari seseorang yang mungkin bisa menjawab semua pertanyaan yang ada dikepalanya. Namun nihil, disana kosong, tidak ada siapapun.
"Apa semua orang sudah pergi? HEI! SESEORANG BISA MENDENGARKANKU?"
Hanya ada terpaan angin, dan dedaunan yang rapuh.
"Kemana semua orang?"
Jeno mengacak rambut frustasi, duduk dengan perasaan yang kalut. Ia tidak mengerti kemana perginya semua orang, secara tiba tiba menghilang. Dan sekarang hanya tinggal ia sendiri disini.
"Mommy coba kejal aku!"
"Yak! Mommy sudah lelah,"
"Ayo mommy, kejal aku!"
"Sudah ya, pinggang mommy sakit."
"Mommy payah!"
Jeno tertegun. Menyaksikan interaksi ibu dan anak itu, Renjun dan Jaemin.
"Mommy, daddy tidak melindukan kita ya?"
"Injun harus bersabar, daddy akan segera pulang."
Apa apaan? Jeno ada disini, apa mereka tidak melihatnya? Jeno menghampiri mereka, namun mereka menghilang bagai tertiup angin.
Ini hanyalah khayalan semata?
"Mommy, Injun dapat lanking satu!"
"Benarkah? Anak mommy hebat!"
Lagi lagi, Jeno menggeleng, menutup mata dan bersimpuh. Air matanya tidak terbendung, dan sorot matanya menunjukkan penyesalan yang dalam.
"Mommy, mommy mau kemana, mommy, mommy!"
"Mommy harus pergi,"
"Tidak boleh!"
Apakah ini hanyalah sebuah mimpi? Atau memang sebuah kenyataan yang pahit?
"Renjun! Jaemin!"
Mereka berdua menoleh, menghentikan langkah mereka berdua menuju cahaya yang sangat bersinar.
Jeno berlari, meneluk mereka berdua. Tidak lupa dengan isakan yang menyayat hati.
"Daddy disini juga?"
"Jangan pergi, biarkan aku ikut juga dengan kalian berdua."
"Tidak, Jen. Kau masih memiliki dunia selain disini,"
Jeno mengernyit, dunia? Maksudnya dunia lain?
"Daddy jangan sedih, injun akan mampil ke mimpi daddy nanti!"
"Jaga dirimu baik baik, Jen. Kami akan selalu melihatmu diatas sana."
"Dadah daddy! Injun akan sangat lindu daddy!"
Dan mereka pergi, menghilang seperti ditelan oleh cahaya tersebut.
Jeno tidak mungkin kehilangan mereka berdua, ini pasti hanyalah mimpi buruknya. Ini tidak mungkin terjadi, ia masih ingat Renjun yang masih terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Ini semua hanyalah kebohongan.
"JAEMIN! RENJUN! KEMBALILAH! JAEMIN!"
Deg!
Jeno terbangun dengan keringat yang bercucuran, nafasnya terengah engah. Hatinya tidak karuan.
Dan dihadapannya Renjun yang sedang tersenyum manis, dengan dokter yang sedang memeriksa Renjun.
Jadi, tadi hanyalah mimpi?
Mimpi yang seolah olah mendorongnya ke dalam lembah hitam yang paling dalam, dan sulit untuk keluar. Itu benar benar terasa nyata dan fantasi. Mimpi buruknya seperti sedang memberinya peringatan, bukan semacam hukuman tepatnya.
Jeno menunggu dokter selesai, Dan memeluk Renjun erat. Ia tidak ingin kehilangan si kecil, dan menyesal atas apa yang telah dilakukannya selama ini.
Ia tidak ingin menyia nyiakan Renjun lagi, ia tidak ingin mengacuhkan Renjun lagi. Ia berjanji akan terus menjaga, merawat dan membahagiakannya sampai akhir hidupnya nanti.
"Daddy ke.. napa?"
"Aku akan sangat menyayangimu! Ingatlah itu."
Renjun hanya tersenyum antusias, tidak peduli apakah ia mengerti atas sikap Jeno atau tidak. Yang terpenting, ia akan selalu mendapatkan kasih sayang Jeno sekarang.
"Aku bahagia, aku akan menunggu kalian sampai kapanpun."
Tertanda, Na Jaemin.
To Be Continue...