Pertemuan pertamaku dengannya sangatlah jauh dari kata baik.
Namun aku tidak akan pernah menyesalinya. Karena walau bagaimana pun semua itu adalah-•°•♡•°•
Aku menatap datar pada pria yang saat duduk tepat di seberangku, hanya meja makan besar ini yang menjadi pembatas antara aku dan dirinya. Aku sadar bahwa pria itu juga menatap tak kalah datar padaku sejak tadi. Sangat jelas terlihat bahwa ia tidak suka akan pertemuan ini, begitu juga aku, namun aku tidak terlalu memperlihatkannya. Memangnya apa yang bisa di lakukan gadis berusia tujuh belas tahun sepertiku?Sebenarnya aku merasa kesal, tapi mau bagaimana lagi. Ini adalah pertemuan keluarga yang mau tidak mau, aku harus datang dan lihatlah sekarang. Aku dan pria itu sama-sama terlihat tidak suka dan juga sama-sama tidak berminat pada acara makan malam kali ini.
Aku melihatnya berdehem sebentar sebelum kembali memakan makanannya. Dapat kulihat ia sempat melirik sebentar padaku yang saat ini masih terang-terangan menatapnya.
Setelah merasa cukup menatap pria yang ada di depanku, aku kembali memakan makananku dengan tenang. Bahkan ayah dan ibuku juga makan dengan tenang, sangat berbeda sebenarnya saat kami makan bertiga apa lagi berempat dengan kakakku. Jika biasanya kami akan bicara saat makan, maka saat ini kami hanya diam saja.
Mungkin semua itu karena sahabat ayah ini mempunyai aturan dilarang berbicara saat makan. Entahlah, yang pasti suasana saat ini sangatlah kaku dan aku tidak suka itu. Aku pun mulai melirik pada keluarga yang saat ini menjadi tamu kami.
Mereka benar-benar memiliki tata krama yang sangat baik. Bahkan saat makan sekalipun mereka terlihat sangatlah rapi, tanpa cela. Sehingga membuatku meneguk ludah dengan susah payah saat teringat gaya makanku satu minggu yang lalu, sebelum ayah dan ibuku menyuruhku untuk ikut kelas tata krama milik sahabat ibu, bibi Hyuga Mei. Ibu tiri dari sabahatku. Sehingga setidaknya cara makan dan berperilaku lebih baik dari sebelumnya.
***
Setelah makan malam selesai, aku mengikuti ayah dan sahabatnya itu ke ruang tamu lebih dulu di bandingkan ibu dan istri sahabat ayah. Saat telah sampai di ruang tamu, ayah memintaku untuk duduk di sebelah pria itu. Yang aku tahu, ia adalah anak dari sababat ayah.
"Sakura duduklah di samping Sasuke."
Aku sendiri segera menurut, walaupun sebenarnya aku sangat ingin membantah. Namun semua itu tidak bisa kulakukan sekarang, karena sebelum semua ini terjadi. Ayah sudah memberi tahu padaku untuk tidak pernah membantahnya saat tamu kehormatan ayah datang. Bahkan ayah sempat mengancamku jika aku sampai berani berulah dan mengacaukan pertemuan ini, maka ia akan menarik semua falislitas yang ku miliki, lebih tepatnya ku gunakan. Karena jika itu milikku, makan tidak mungkin ayah bisa mengambilnya.
Benarkan?
"Sakura perkenalkan ini Uchiha Fugaku, sahabat ayah yang pernah ayah ceritakan dulu padamu."
Ayah menunjuk paman Fugaku dengan cara yang, sopan. Ayah juga tidak lupa tersenyum dengan lebarnya.
Aku sendiri hanya bisa ikut tersenyum seperti senyuman ayah, lalu menyalami paman Fugaku yang balas tersenyum padaku. Kemudian ayah kembali memperkenalkan istri paman Fugaku yang baru datang bersama ibu lalu mendudukan dirinya di sebelah paman Fugaku dan juga anak mereka.
"Nah, sedangkan ini Uchiha Mikoto. Istri kedua Fugaku, sekaligus ibu dari Uchiha Sasuke–"
Tunggu, jadi paman Fugaku punya dua istri?
Seakan bisa membaca pikiranku, ibu yang duduk di samping ayah segera menjelaskannya padaku.
"Istri pertama Fugaku telah meninggal dua puluh tahun yang lalu, setelah satu tahun berlalu. Fugaku menikah lagi dengan Mikoto. Kau mengertikan maksutnya Sakura," aku pun menganggukan kepalaku. Sebagai jawaban dari pernyataan ibu barusan. Sebenarnya ibu tidak menjelaskannya pun aku tidak masalah, karena sebenarnya aku tidak peduli sama sekali.
"–anak tunggal Fugaku dan Mikoto. Kalian bisa berkenalan sekarang," setelah melanjutkan ucapan ayah dan memperkenalkan pria bernama Sasuke. Ayah terlihat tersenyum penuh arti padaku, namun aku tidak peduli. Lagi pula mana mungkin aku mau berkenalan dengan pria dingin sepertinya.
"Jadi bagaimana Kizashi. Apa kau setuju jika aku menikahkan anakku dengan anakmu?"
Aku terdiam kaku saat mendengar pertanyaan yang paman Fugaku tunjukan untuk ayah.
Menikah?
Yang benar saja, bagaimana bisa ayah mau menikahkan kakak Sasori dengan pria itu. Mereka kan sama-sama seorang pria. Bagaimana bisa ayah mau menikahkan mereka.
Apa menikah dengan sesama jenis di bolehkan disini?
Enatahlah, tapi yang pasti aku tidak akan setuju jika hal itu terjadi. Kak Sasori itu pria normal, aku pernah melihat ratusan bahkan ribuan film dewasa di laptop nya secara tidak sengaja saat aku ingin meminjam laptop kak Sosori untuk Ino yang merengek ingin melihat Drama favoritnya. Dan saat aku melihat isi dari file di lapton itu, semuanya bergenre lawan jenis. Bagaimana aku bisa tahu, itu karena aku melihat ada wanita dan pria di sana. Jadi sudah pastikan itu film dewasa untuk orang normal bukan.
"Sakura apa kau baik-baik saja sayang?"
Aku tersadar dari lamunanku, lalu menoleh pada bibi Mikoto yang terlihat menatap khawatir padaku. Matanya tidak berbohong, ia benar-benar khawatir padaku.
Dengan cepat aku menganggukan kepalaku, pertanda bahwa aku baik-baik saja. Dan aku juga dengan segera menjawab pertanyaan bibi Mikoto.
"Aku baik-baik saja bibi," berusaha untuk tersenyum, untuk membuat bibi Mikoto percaya bahwa aku memang benar baik-baik saja.
"Syukurlah, kupikir kau terkejut setelah mendengar pertanyaan suami ku," bibi Mikoto terlihat lega saat mendengar jawaban dariku. Tapi apa yang baru saja ia katakan memang benar jika aku sangatlah terkejut saat mendengar pertanyaan paman Fugaku.
Dalam hati aku merutuki perbuatan ayahku, karena dengan jahatnya ia mau menikahkan kak Sasori dengan pria yang memiliki kelainan seksual.
"Tentu saja aku setuju Fugaku, apa lagi aku sangat ingin memiliki cucu sekarang."
Cucu?
Ayah sudah tidak waras, bagaimana bisa sesama pria menghasilkan seorang anak. Apa kepala ayah baru saja terbentur sesuatu, sampai ia tidak menggunakan logikanya. Bukankah ayah seorang dokter? Jadi mustahil ia tidak tahu hal itu.
"Jadi kapan kita akan menikahkan mereka?"
Mereka memang sudah gila dan saat ini aku juga perlu mempertanyakan kewarasan dua wanita yang ada di depanku saat ini. Karena untuk pria di sebelahku, aku sudah tahu bahwa ia sama tidak warasnya seperti dua pria di depanku.
"Bagaimana jika minggu depan?"
Usulan dari ibu membuatku ingin kehabisan napas saat ini juga. Kenapa ibuku juga jadi seperti ini, apa yang telah terjadi dengan orang tuaku?
Kenapa mereka menjadi aneh dan tidak waras seperti ini. Apa kesalahan yang telah kulakukan selama satu minggu yang lalu. Sehingga harus mengalami cobaan menyedihkan seperti ini.
"Ide bagus," bibi Mikoto terlihat sangat antusias saat menjawab pertanyaan ibuku.
Ya tuhan, kenapa jadi seperti ini?
Sungguh, aku sudah tidak tahan lagi. Apapun yang terjadi aku harus menentangnya. Bagaimana pun kak Sasori adalah saudaraku. Walaupun kakak sangatlah menyebalkan, tapi dia tetaplah kakakku. Aku tidak akan lagi peduli dengan ancaman ayah, biarkan saja ia mengambil semua fasilitas yang ku pinjam. Karena semua itu tidak ada artinya sama sekali dari pada aku harus menyaksikan kakakku yang menyebalkan itu menikah dengan pria tidak normal. Aku tidak akan pernah membiarkannya terjadi.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Do You Believe In Fate?
FanfictionSakura sadar, pertemuannya dengan seorang Uchiha Sasuke tidak lain karena keinginan takdir. Sebuah skenario alam semesta yang berniat mempersatukan dua orang yang berbeda satu sama lain. Malam itu, seharusnya sudah cukup menjadi bukti. Bahwa sesuatu...