Part 3

242 21 0
                                    

Aku bahkan bisa merasakan takdir dalam dirimu saat ini, jadi apakah kau juga bisa meraskan takdir didalam diriku?

•°•♡•°•


Sakura lalu melangkahkan kakinya keluar kamar lebih dulu, membiarkan Ino bersiap-siap. Sakura berniat meminta ijin pada ayahnya untuk pergi keluar bersama dengan Ino. Sekalian meminta uang untuk membayar semua makanan yang akan ia makan bersama Ino dan Sakura sangat yakin jika porsi makan sababat pirang nya itu pasti sangatlah banyak.

Saat akan mengetuk pintu ruang kerja ayahnya, Sakura mendengar suara seseorang di dalam sana. Merasa penasaran tentang siapa pemilik suara itu, Sakura mendekatkan telinganya pada celah pintu yang sedikit terbuka.

"Jadi bagaimana Kizashi?"

Suara penuh wibawa itu bertanya santai pada Kizashi, ayah Sakura. Yang saat ini sedang meminum kopi dengan raut bingung terlihat jelas tercetak di wajah pria paru baya itu.

"Sebaiknya kita membicarakan ini dengan istri kita, karena akan lebih baik jika mereka juga tahu tentang hal ini." Kizashi berucap santai menjawab pertanyaan pria yang memiliki usia sebaya dengannya itu.

Setelah itu tidak ada lagi pembicaraan di antara mereka berdua. Hanya ada keheningan yang mengisi ruang kerja yang sangatlah luas untuk ukuran ruang kerja pribadi.

Merasa tidak ada lagi pembicaraan yang terdengar dari dalam sana. Sakura segera mengetuk pelan pintu ruang kerja ayahnya.

Mendengar suara pintu ruang kerjanya di ketuk dari luar. Kizashi menyuruh masuk orang itu, yang tidak lain adalah putrinya sendiri. Kizashi sangat terkejut saat melihat putrinya itu mendatanginya ke ruangan ini. Karena ia tahu bahwa putrinya itu terlalu malas hanya untuk berjalan kemari. Karena jarak antara kamarnya dengan ruangan ini cukuplah jauh.

"Ada apa Saku?"

Kizashi bertanya tepat saat Sakura sudah masuk kedalam ruangan itu. Melirik sebentar pada tamu ayahnya, Sakura lalu kembali menatap ayahnya yang ada di depannya saat ini.

"Ayah, aku dan Ino akan pergi keluar hari ini."

Kizashi lalu menganggukan kepalanya saat mendengar Sakura meminta ijin padanya. Sebelum ia mengelurkan sesuatu di dalam laci meja kerjanya.

"Bawalah ini," Kizashi lalu menyerahkan sebuah kartu pada Sakura yang menatap jengah akan kelakuan ayahnya.

"Kenapa harus kartu nama? Seharusnya kartu kredit atau kartu debit. Tapi kenapa ayah malah memberikanku kartu ini." Sakura berucap agar kesal akan perilaku aneh ayahnya. Bukannya memberinya kartu kredit atau pun kartu debit. Ayahnya itu malah memberinya kartu nama. Memangnya apa bisa ia membayar mengunakan kartu nama itu nantinya.

Sungguh Sakura sangat ingin mengamuk juga saat ini pada ayahnya. Namun hal itu ia urungkan saat ia ingat bahwa masih ada orang lain di dalam ruangan ini. Jika tidak bisa ia pastikan bahwa ruang kerja ayahnya pasti tidak akan berbentuk lagi setelah ini.

"Putriku sayang. Asal kau tahu saja ya, kartu ini sangatlah berharga di bandingkan kartu kredit ataupun kartu debit. Jadi bawa saja ini." Perasaan jengkel Sakura semakin bertambah saat mendengar kebohongan yang baru saja ayahnya ucapkan. Mana ada kartu nama lebih berharga dari dua kartu itu. Jika di gunakan untuk berbelanja.

"Berhenti membual Kizashi. Kau hanya akan membuat putrimu kesal," pria paruh baya itu berbicara pada Kizashi yang sejak tadi berusaha menahan tawanya karena berniat menjahili putrinya.

"Jika ayahmu itu tidak mau memberikanmu uang. Biar paman yang melakukannya," pria paruh baya itu lalu memberikan beberapa lembar uang yang nominalnya cukup untuk membayar tagihan makan ia dan Ino selama seminggu. Ya, jika mereka tidak makan di restoran mewah.

Do You Believe In Fate?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang