Bab 4 :: Chinwag

45 7 1
                                    

Sudah seminggu Bima dirawat di rumah sakit. Selama beberapa hari ia dirawat di rumah, sakit dikepalanya tak kunjung mereda. Akhirnya Talisa memutuskan untuk membawanya kesana.

Claretta menjalani hari-harinya seperti biasa. Ia pergi ke sekolah pagi ini tidak diantar oleh Pak Mulyo. Ia memilih mengendarai sepeda. Sedangkan Vania dan Galen diantar Pak Mulyo menggunakan mobil.

Alasan Claretta mengendarai sepeda adalah karena ia ingin menenangkan diri dan juga pikirannya. Walau ia terlihat baik-baik saja, tapi nyatanya ia sedang tidak baik-baik saja. Pikirannya melayang kemana-mana. Ia masih penasaran dengan kejadian minggu lalu. Talisa dan Bima belum sempat menjelaskan pada Claretta. Jadi, pertanyaannya juga belum terjawab hingga saat ini.

Pasti kalian berpikir, kenapa Claretta tidak bertanya saja pada Vania dan Galen toh mereka sudah mengetahuinya 'kan?

Claretta juga berpikiran sama dengan kalian. Namun, niatnya ingin bertanya pada mereka ia urungkan. Karena kalau Vania dan Galen sedang tidak baik-baik saja, Claretta bisa kena semprot. Padahal, terkadang Claretta yang suka memarahi Vania dan Galen jika mereka bertengkar. Tapi kali ini situasinya berbeda, seolah-olah nyalinya menciut.

Setibanya ia di sekolah, ternyata pintu gerbang sudah hampir ditutup.

Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Mungkin itu pepatah yang tepat untuk Claretta saat ini.

Disana sudah terlihat penjaga sekolah dan juga beberapa kesiswaan yang sedang mengabsen murid yang terlambat.

Claretta turun dari sepeda seraya menuntun sepedanya pasrah. Nasibnya pagi ini benar-benar sedang tidak beruntung.

Pak Daren sedang mencatat nama-nama siswa yang terlambat tersenyum sumringah melihat Claretta datang dengan menuntun sepeda. "Eh, si eneng tumben terlambat"

"Sini-sini Bapak bantuin" lanjutnya seraya menghampiri Claretta

Claretta tersenyum kikuk. Ia berjalan menuju barisan para siswa yang terlambat. Pak Daren 'pun mulai mengeluarkan buku catatannya dan juga mulai mengintrogasi Claretta.

"Nama kamu siapa?" tanya Pak Daren

"Claretta Emperatriza, ya?"

"Kelas berapa?"

Pak Daren tampak berpikir, "Ah, Bapak ingat! Kamu kelas 11 IPA 5 'kan?"

Belum juga Claretta menjawab, namun Pak Daren sudah mencatat nama dan kelasnya di buku yang Claretta juluki buku dosa.

Claretta mengernyit, darimana Pak Daren bisa tau nama dan kelasnya? Kalau nama, pasti Pak Daren melihat badge name tag di baju seragamnya. Tapi, kalau kelas Pak Daren tau darimana? Padahal 'kan Pak Daren belum pernah mengajar di kelas Claretta. Ia juga termasuk salah satu tipe guru yang susah mengingat nama siswa dan juga kelas.

Pak Daren membenarkan posisi kacamatanya yang merosot. Lalu ia menatap Claretta, kemudian tertawa.

Claretta melongo, sedetik kemudian ia bergidik ngeri. Ini si Bapak kenapa, sih? Serem banget tiba-tiba ketawa, Batinnya.

Ia hanya memutar bola matanya malas melihat Pak Daren masih tertawa. Karena kesal, akhirnya Claretta berbicara. "Bapak sakit?" tanyanya hati-hati

Pak Daren menggelengkan kepalanya sambil terkekeh, "Enggak"

"Terus kenapa Bapak tiba-tiba ketawa? Emangnya ada yang aneh dari saya ya, Pak?" 

Lagi, Pak Daren menggelengkan kepalanya. "Bapak ketawa gara-gara liat muka kamu lucu banget"

Claretta tersenyum kikuk, "Maksud Bapak, lucu gimana?" tanyanya sambil menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal

"Kamu pasti bingung 'kan kenapa saya bisa tau nama kamu sama kelas kamu?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 28, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Claretta EmperatrizaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang