3. Momen Menyebalkan!

71 10 18
                                    

"Kalau kita mampu memilih apa yang membuat nyaman, kenapa harus menyamakannya dengan orang lain?"
-Al-Naya Faradilla-

🍁Happy reading🍁

Bel masuk terdengar nyaring, menggema di dalam koridor kelas XII. Suasana tampak sepi, membuat pikiran Naya tidak karuan. Takut kalau-kalau guru sudah lebih dulu memasuki kelasnya.

Sesampainya di kelas, Naya merasa sangat lega karena ekspetasinya tidak benar-benar terjadi. Setelah berhasil duduk, dirinya langsung didatangi Syela dan Kia. Mereka membawa Naya keluar kelas.

"Don't touch me!" bentak Naya sambil melepaskan tangannya dari genggaman Kia.

"Kita mau minta maaf soal yang tadi di kantin." Syela mulai mengutarakan maksud.

"Iya Nay, kita sama sekali nggak ada maksud buat nyakitin kamu," ucap Kia dengan lirih.

Naya masih bergeming, tatapannya lurus ke bawah, menatap lantai yang sedikit kotor. Kepalanya bergerak ketika sebuah tangan menyentuh pundaknya. Syela tersenyum dengan samar, meminta Naya agar segera memberi respon.

Naya menarik napas panjang dan mengembuskannya secara perlahan. Kemudian menganggukkan kepala, tanda jika dirinya sudah memaafkan Syela dan Kia. Dengan cepat kedua temannya itu memeluk Naya penuh riang.

"Makasih Nay," lirih Kia.

"Ya udah, ke kelas yuk!" ajak Syela dan disusul anggukan dari Naya juga Kia.

Pelajaran pun berjalan seperti biasa, hingga bel pulang menghentikan aktivitas para siswa. Naya yang sedang memasukkan buku ke dalam tasnya itu terkejut ketika sebuah wadah bekal tergeletak di atas mejanya. Seseorang yang baru saja menaruh benda itu, pergi dengan santainya, tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

"Dasar cowok aneh!" gerutu Naya sambil memasukkan wadah makannya ke dalam tas.

🍁

Masih dengan suasana yang sama seperti malam-malam sebelumnya. Laki-laki dengan perawakan tinggi itu sedang menikmati hembusan angin dari atap cafe. Sambil sesekali memetik gitar dan bersenandung mengikuti irama yang ia mainkan. Hingga sebuah suara dari arah samping membuatnya menghentikan gerakan tangan.

"Gimana? Udah ada kemajuan?" ucap laki-laki yang duduk tak jauh darinya.

"Kayaknya sekarang misi gue nambah. Ada yang bikin gue tertarik dan menantang," jawabnya dengan penuh percaya diri.

"Yang kemarin aja belum tuntas. Yakin nambah lagi?"

Laki-laki itu diam cukup lama. Memilih untuk meminum kopi yang kini berubah dingin. Ia menaruh gitar itu pada meja, kemudian beranjak mendekati tepi pada atap sambil memandangi langit yang kian kelam.

"Kali ini beda lagi, tapi gue butuh bantuan lo," jawabnya setelah sekian menit tak bersuara.

"Bantuan kayak gimana?"

Laki-laki itu kembali duduk pada kursinya dan mengeluarkan ponsel dari saku celana. "Lo kenal dia 'kan?" tanyanya setelah memperlihatkan salah satu foto.

"Jelas kenal, dia 'kan adik kelas gue."

"Rez, gue mau, lo cari tau tentang dia lewat adik lo." Entah misi apa lagi yang sedang ia rencanakan, yang jelas ia ingin kasus ini segera terungkap.

Surat MisteriusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang