9. Memori Berahi

34 2 0
                                    

Bahagia itu bukan dengan harta ataupun tahta. Tapi bagaimana kita menerima takdir dengan lapang dada.”
—Al-Naya Faradilla—

🍁Happy reading🍁

Sudah sepuluh kali, Naya membuka lemari pakaiannya. Tidak mungkin kalau sebuah buku ia simpan di dalam sana. Tapi seluruh laci yang ada di kamarnya pun sudah ia lihat dan tetap saja tidak ditemukan.

Kamar Naya memang tidak begitu besar, tapi buku diary-nya yang cukup kecil. Membuatnya kewalahan mencari. Dan ini adalah kali kedua Naya kehilangan buku kesayanganya itu.

Dengan langkah cepat, Naya menghampiri Mira yang tengah duduk di ruang tengah. “Bun!” teriaknya.

Mira langsung mengalihkan tatapannya dari majalah yang tengah ia pegang. “Nay, ini itu di rumah, ngapain pake teriak-teriak segala?”

Naya menggaruk tekuknya dan tersenyum malu. “Maaf Bun, hm ... Bunda liat buku diary Naya gak?” tanyanya setelah berhasil duduk di sebelah Mira.

“Buku diary? Yang sampulnya warna pink itu?” Mira mengingat ciri-ciri buku yang putrinya maksud.

“Nah, iya itu! Bunda liat?” ucap Naya dengan semangat.

Mira menggeleng. “Kenapa memangnya?”

“Dari tadi pagi, Naya cari gak ketemu. Semua laci udah Naya obrak-abrik tapi gak ada,” ungkap Naya, karena memang sudah merasa sangat lelah mencari buku itu.

“Loh, bukannya buku itu selalu kamu bawa kemana-mana ya? Mungkin aja ketinggalan di kelas lagi, kayak waktu itu.” Mira mengingatkan, kejadiannya memang hampir sama seperti saat ini, Naya sibuk mencari di sekeliling rumahnya padahal buku itu tertinggal di sekolah.

“Apa mungkin kejadiannya kayak dulu lagi?” gumam Naya.

“Ya siapa tau aja,” ucap Mira sambil melanjutkan aktivitas membacanya.

Naya kembali ke kamarnya, firasatnya mengatakan jika buku itu ada di kamarnya. Ia kembali membuka satu-persatu laci. Hingga berhenti di sebuah laci yang sudah lama sekali tidak ia buka.

Setelah berpikir selama satu menit, dengan terpaksa Naya membuka laci itu. Terlihat sebuah kerdus berwarna pink berukuran besar. Di dalamnya terdapat berbagai macam barang kenangan dari mantan Naya. Dari mulai jepit rambut, baju, sendal, tas, hingga boneka unicorn berwarna pink.

Dulu, Naya sangat menyukai semua barang itu. Namun, sekarang, tidak ada satu pun di antara semua barang itu yang Naya sukai. Semua itu seperti mengulang setiap momen indah yang kini menjadi luka abadi. Kali pertama Naya bertemu dengan pria itu, berbagi cerita hingga timbul rasa saling suka, sampai perpisahan pun menyapa keduanya.

Naya memegang dadanya, rasa sakit itu masih saja terasa sampai detik ini. Sebuah musik bernuansa mellow terdengar berputar di kamar ini. Air mata pun tampaknya ingin ikut andil dalam mengenang masa itu.

Flashback on.
Tiga tahun yang lalu.

Gadis dengan tinggi 150 cm itu tengah menggerutu sendiri di bawah pohon mangga yang cukup rindang. Ia sama sekali tidak tertarik untuk menyaksikan perlombaan tarik-tambang yang tengah diadakan setahun sekali dalam rangka memperingati HUT Indonesia. Bukan tak suka dengan lombanya, tapi ia tidak suka dengan suara banyak orang yang menjerit-jerit memberikan support.

Ia meremas-remas rok birunya, sebagai pelampiasan amarah yang tengah dipendam. Hingga sebuah tangan menariknya, menjauhi kerumunan orang itu. Gadis itu hanya diam karena sedikit terkejut dengan orang yang barusan menariknya.

Surat MisteriusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang