1. Disneyland

55 4 0
                                    

Aku memasukkan kedua tanganku ke saku jaket yang kukenakan lalu mengedarkan pandangan kemudian meringis. Yang benar saja, tempat ini didominasi dengan warna pink dan ungu, badanku merinding melihat ke sekelilingnya. Disini banyak sekali anak-anak yang berlarian kesana-kemari sambil tertawa riang. Ada pula para orangtua yang memakai pakaian dengan warna-warna nyentrik khas disney.

Aku benci melihat warna-warna terang dan feminin, karena itu akan mengingatkanku pada adik perempuanku yang wafat 15 tahun lalu akibat si bajingan itu. Selalu saja, ketika aku teringat pada Zefanya, dendam dihatiku kembali bergejolak.

Aku menghentikan langkahku ketika kurasa Liam dan Louis sudah terlalu asyik bergandengan sambil mengobrol dengan pacar mereka. Kulihat mereka mulai menjauh tanpa sadar aku tidak lagi mengikuti langkah mereka.

Aku menoleh dan berbalik arah saat melihat kursi kosong didekat sebuah kastil. Aku berniat duduk disana dan menunggu teman-temanku sampai mereka selesai, karena aku sama sekali tidak berminat untuk mencari tahu tempat ini lebih dalam lagi.

Aku menyulut rokok yang kuambil dari saku jaketku, kemudian menghisapnya. Syukurlah benda ini selalu menemaniku kemanapun aku pergi.

"Hey! Tidakkah kau lihat tempat apa ini? Ini tempat favorit anak-anak dan banyak bayi di tempat ini, sedangkan kau duduk santai sambil merokok disini? Kau ini manusia atau apa?"

Shit, apa-apaan ini?

Seorang wanita berambut coklat dengan mata coklat pekat dan bibir tipis itu menegurku yang barusaja menikmati hisapan pertamaku.

Aku berdiri dan menatapnya dingin.

"Maaf, tapi tempat ini luas. Dan aku juga sengaja duduk ditempat sepi ini sendirian, lagipula tidak ada anak-anak ataupun bayi didekatku jadi kurasa mereka takkan terganggu. Kau merasa terganggu karena kau sendiri yang mendatangiku"

Wanita itu menautkan alisnya sambil menatapku geram. Kemudian ia menarik telingaku dan mulai mengoceh.

"Kau lihat anak-anak disekelilingmu? Mereka memang sengaja tak mau mendekatimu karena asap rokok yang kau sebabkan. Itu sebabnya kau sendirian disini. Sekarang buang rokokmu sekarang juga atau aku akan melaporkanmu ke pihak berwajib karena sudah mengganggu ketertiban hari libur kami!" Ancamnya, aku meringis sambil mengusap telingaku yang ia pelintir tadi.

Astaga, siapa cewek bawel ini? Dengan seenaknya melintir telingaku sambil memarahiku seolah aku ini adalah anaknya yang sudah melakukan kesalahan besar.

"Oke! Aku akan buang rokokku.." dengan terpaksa akhirnya kubuang rokokku ke tempat sampah. "...urusan kita sudah selesai sekarang."

Ia menghela nafas dan bertolak pinggang. "Bagus, lain kali belajarlah menghargai orang lain! Jangan asyik pada duniamu sendiri karena bukan hanya kau yang hidup didunia ini. Mengerti?"

Aku mengangguk karena berharap cewek itu segera pergi kalau aku menyetujui ucapannya. Astaga, mood-ku semakin hancur saja. Tetap berada diapartemen seorang diri pasti akan jauh lebih baik, aku  menyesal ikut Louis dan Liam ke tempat ini. Ugh! aku jadi ingin pulang sekarang juga, tapi Louis dan Liam entah dimana.

Akhirnya cewek itu pergi dariku. Aku mengelus dadaku dan menghela nafas. Dia sangat horror, bisa-bisanya aku bertemu cewek semenyeramkan dia.

Aku mengedarkan pandanganku yang kini tertuju pada kedai starbucks disudut kanan kastil, aku beranjak kesana untuk membelinya sambil menunggu Liam dan Louis menghabiskan waktu dengan pacar mereka.

Tetapi tiba-tiba saja seorang anak kecil berlari hampir menabrakku, bagus saja aku berhasil menghindarinya. Aku menoleh untuk melihat anak itu, tapi sialnya aku malah ditabrak seseorang dari depan.

Bitterness (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang