11. A Mood Breaker

27 4 0
                                    

Author's POV

Alan merasa puas ketika ia telah bertanggung jawab atas kesalahan yang Tristan buat kepada Zayn. Jujur saja, sebenarnya Alan selalu merasa bersalah pada adiknya yang benci padanya hingga kini. Alan tahu dia memang bukanlah kakak yang baik untuk Zayn dan adik perempuannya, ia sadar akan hal itu.

Jauh didalam lubuk hatinya yang paling dalam, sebenarnya Alan sangat menyayangi Zayn dan juga Zefanya, tetapi kadang sikap Zayn yang seolah berpikir kalau Alan penyebab semua masalah yang ada dihidupnya ini--membuat Alan kesal padanya. Sehingga Alan merasa kalau adiknya itu sama sekali tidak pernah menghormatinya sebagai kakak.

Alasan Alan masih bersedia memberikan uang bulanan untuk Zayn adalah--karena ia berharap suatu hari adiknya itu mau berbesar hati memaafkan kesalahan-kesalahan Alan dimasa lalu. Alan ingin sekali memperbaiki hubungannya dengan Zayn, tetapi kalau Zayn saja menutup celah bagi Alan yang berbaik hati padanya, bagaimana mereka bisa berbaikan?

Alan menatap wajah adiknya yang sedang tertidur pulas diatas tempat tidur. Jujur saja, selama tinggal di London dan mengurus restauran pribadinya berada jauh dari Zayn, membuat Alan tidak bisa tenang karena memikirkan bagaimana keadaan adiknya di LA.

Itu sebabnya ia berkunjung, untuk mencari tahu bagaimana kehidupan Zayn disini dan apakah dia baik-baik saja? Lagipula, Alan juga harus menemui Tiffany untuk mengajaknya ke rumah sang ibu di London. Karena tak lama lagi, mereka akan menikah.

Alan beranjak dari tempat tidur setelah menatap Zayn selama beberapa saat. Ia keluar dari kamar lalu membuat segelas susu untuknya. Tiba-tiba terdengar ketukan dipintu apartemen, Alan membukanya.

Ia menautkan alis ketika melihat seorang gadis berambut panjang yang berdiri dihadapannya saat ini.

"Siapa?"

Gadis itu mengulurkan jabatan tangan yang Alan sambut dengan raut heran. "Aku Clara, teman Zayn" ucapnya.

"Oh, teman Zayn...silakan masuk"

Clara masuk mengiringi langkah Alan ke dalam. Ia mempersilahkan Clara untuk duduk disofa sementara Alan membangunkan Zayn yang masih tertidur.

"Zayn, bangunlah!" Alan menggoyahkan tubuh Zayn yang hanya membalasnya dengan erangan malas. "Bangun! Ada temanmu" ucap Alan.

Zayn membuka sedikit matanya. "Siapa?"

"Entahlah, seorang gadis"

"Pasti Laura"

"Namanya Clara"

"Kau serius?" Zayn langsung mengernyitkan dahi ketika Alan menyebut nama Clara. Ia beringsut dan mengucek matanya perlahan.

"Teman spesial, huh?"

Zayn memutar bolamata. "Shut up!" Kemudian keluar dari kamar menghampiri Clara yang duduk disofa.

"Eh, Cla?"

Clara tersenyum ketika ia melihat Zayn datang dengan memakai celana training panjang dan kaos pendek warna hitam. Wajahnya masih lusuh dan rambutnya tampak acak-acakan.

"Baru bangun, ya?"

Zayn tersenyum kecil. "Sebentar ya, aku cuci muka dulu"

Tak menunggu lama, akhirnya Zayn keluar dari kamar mandi dan menghampiri Clara. Ia terkejut ketika melihat sudah ada minuman diatas meja.

"Ya ampun, aku terlalu lama dikamar mandi sampai kau membuat minumanmu sendiri" ujar Zayn seraya duduk disebelah Clara.

"Tidak, kakakmu yang membuatnya"

Alis Zayn berkerut.

Clara berdeham. "Aku kesini karena aku ingin tahu letak apartemenmu. Berhubung kau juga kemarin mengatakan kalau kau tidak keberatan jika aku datang, jadi...aku datang. Kakakku juga sengaja memberikan kue dari cafe nya sebagai ucapan terimakasih padamu karena sudah mengajak Kalifa jalan-jalan kemarin." Clara menyodorkan kue yang ia bawa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bitterness (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang