Aku memasukkan kedua tangaku ke saku celana jeans yang kukenakan seraya berjalan dikoridor kampus yang hanya ada beberapa orang berlalu-lalang. Beberapa dari mereka menatapku, tapi aku sama sekali tidak menghiraukan dan hanya fokus mendengarkan lagu yang kuputar melalui earphone dikedua telingaku.
Aku memutar knop pintu ruang kelasku, dan masuk kesana mengambil duduk dikursi tempat dudukku. Tanganku merogoh ransel kecil dan mulai mengeluarkan laptop-ku untuk mereview ulang tugas presentasi yang kukerjakan semalam.
-
Persetan dengan presentasi kelompok yang membuatku terpaksa berbicara banyak dihadapan teman-teman sekelasku. Aku benci berbicara pada mereka, benci dengan tatapan mereka yang menganggapku si anti sosial yang memiliki penampilan buruk.
History nilai-nilaiku dikampus juga tidak lumayan baik, sehingga membuatku sempat beberapa kali mendapat teguran dari dosen pembimbing. Hhh.. aku memang berbeda dengan Alan. Dan perbedaan itu yang membuatku merasa aku sangat tidak pantas.
Tapi, disamping itu ada seorang teman yang selalu mendukung dan memberiku motivasi dengan cara yang agak kotor. Laura--si cewek penggemar pub itu selalu mendukungku dan memberiku nasihat agar aku tetap melanjutkan hidupku yang tidak berguna ini. Walaupun dia bitchy, aku mengaguminya karena dia satu-satunya orang yang selalu sigap berdiri dibelakangku saat aku sedang terpuruk.
Kini aku sedang duduk disebuah cafe diseberang kampus sambil menikmati minumanku seorang diri. Kadang aku berpikir aku sudah muak dengan menjadi seorang mahasiswa yang bahkan tidak pernah dihargai dosen ataupun teman sekelasku. Aku ingin sekali berhenti kuliah, tetapi entah kenapa hati kecilku selalu menahan dengan mengatakan 'kau ini sudah buruk, mau jadi seburuk apa lagi kalau kau tidak punya ilmu? Apa kau mau dijadikan bahan perbandingan dengan Alan terus oleh ibumu? Belajarlah, Zayn!' sialan.
Bagus saja si bajingan Alan mau menyerahkan uang bulanan padaku hasil kerjanya sebagai seorang owner restauran di London. Aku benci padanya karena dia selalu dipuji sedangkan aku direndahi, tapi kuakui dia baik karena masih menganggap aku sebagai adiknya, dan dia tidak pernah sungkan membagi hartanya padaku. Kalau bukan karena jatah bulanan dari Alan yang jumlahnya lumayan banyak, mungkin aku tidak akan bisa kuliah dikampus itu.
Samar-samar aku mendengar suara seseorang tengah mengoceh panjang didekat kursiku, tadinya aku enggan melirik dan tidak peduli, tapi karena orang itu tak henti-hentinya mengoceh, akhirnya aku menoleh ke belakang dan mendapati seorang wanita yang sedang memarahi pelayan cafe ini.
Tunggu, kurasa aku mengenal wanita bawel itu. Aku memicingkan mata memperhatikannya, kurasa dia wanita yang sempat memprotesku karena aku merokok di Disneyland kemarin. Ya, itu benar dia. Si cewek bawel yang bersikap seperti seorang penguasa disetiap tempat.
Aku mengangkat bahu dan kembali meminum minumanku. Tiba-tiba mataku tertegun pada seorang wanita yang barusaja keluar dari mobil diarea parkir cafe ini. Kebetulan aku duduk di outdoor cafe, jadi aku bisa dengan jelas melihat wanita yang sedang membuka pintu mobilnya dan menuruni seorang anak perempuan dari kursi disamping kemudi.
Clara?
Aku bertemu dengannya lagi? Ia berjalan seraya menuntun keponakannya yang kalau tidak salah namanya adalah--Asyifa, Mungkin?
Manik mata abu-abu nya kini menangkap keberadaanku yang duduk didekat pintu kaca cafe ini. Ia kemudian menebar senyum.
"Eh?" Ia mengerutkan alisnya seraya tersenyum padaku.
Aku bangkit dari kursi untuk menjabat tangannya. "Hai Clara, hai juga--asyifa" aku tersenyum kecil menatap keponakan Clara yang dikuncir dua itu.
"Namanya Kalifa, Zayn" Clara mengoreksi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitterness (Slow Update)
FanficSomeone can change your whole life. Siapa sangka? Kehidupan sepi seorang pria introvert yang dingin dan cuek pada hingar bingar dunia ternyata bisa berubah hanya karena seorang gadis yang mampu memotivasi dirinya untuk menjadi lebih baik. Gadis itu...