D. PROLOG

111K 3.2K 65
                                    

Catatan: Cerita ini saya bongkar dan direvisi lagi dengan versi terbaru. Yang sebelumnya pernah membaca, bisa membaca kembali dan temui perbedaannya. Terima kasih <3

Prolog

Kata orang lain, kehidupan Dilsya sangat sempurna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kata orang lain, kehidupan Dilsya sangat sempurna. Tanpa mendengar kata orang lain pun pasti akan terlihat sebab Dilsya anak pertama dari pemilik perusahaan terkenal besar dan bergengsi, tinggal di rumah megah, semua apa yang Dilsya pakai tak pernah gagal membuat teman satu sekolahan menghela napas.

Ya, Dilsya akui semuanya benar. Namun, untuk kata sempurna, Dilsya masukkan satu pengecualian. Yaitu sarapan pagi yang tak pernah sempurna.

Dulu, sarapan pagi adalah rutinitas manis di kediaman Dilsya Andromeda Putri. Walau pengisi rumah besar hanya kehadiran kedua orang tuanya dan satu adik laki-laki, tapi pasti akan ramai dengan keributan kecil. Sayangnya, setelah kejadian hari itu, Dilsya jarang temukan keributan kecil yang diciptakan adiknya.

"Pagi, boncel!" sapa remaja laki-laki yang baru memasuki dapur.

Gadis berambut cepol asal itu tak menyahut, dia sedikit terkejut dengan panggilan itu. Panggilan yang sudah lama Dilsya tak dengar. Dilsya memilih tetap duduk tenang, kedua matanya fokus pada layar tab di atas meja makan. Rahang cantiknya tengah mengunyah permen karet sebab sarapannya selesai beberapa menit yang lalu.

Merasa terabaikan, adik laki-lakinya menyapa semakin nyolot, "Pagi, boncel!"

"Gue Dilsya, bukan boncel," balas Dilsya sengit. Oh, seharusnya Dilsya balas mengejek agar ciptakan keributan manis.

"Apalagi kalau pakai tambahan 'Kak', nanti Papah kasih card baru," ujar seorang pria dewasa dari arah tangga.

Suara sepatu khas berwibawa mendekati meja makan, alihkan semua atensi terutama wanita dewasa yang dengan sigap mengambil jas dari lengan pria itu, sampirkan di salah satu kursi.

"Apa kata Papa kalau bicara sama yang lebih tua?" tanya pria tadi tanpa menatap sama sekali.

Inilah yang jauh dari kata sempurna. Kaku. Bukan hanya ini, tapi akan ada lagi puluhan peraturan ketat yang buat Dilsya enggan akui kehidupannya sempurna.

Dimas, adik satu-satunya Dilsya sekaligus kembaran gadis itu, segera menyandarkan siku di kursi yang Dilsya tempati, mendaratkan pipinya di puncak kepala Dilsya.

"Maaf ya, Kak Dilsya."

Baik Dilsya maupun kedua orang lainnya di meja makan tersenyum tipis. Iya, ucapan tadi seperti peringatan kalau kesopanan itu wajib, hanya saja cara sang Papa memperingatkan selalu menyangkut fasilitas.

"Duduk, Dim," suruh Dilsya.

"Gue gak sarapan, Kak, ada yang harus diurus, jadi lo berangkat sendiri, ya?" izin Dimas, menepuk bahu Kakaknya lembut.

"Hm," jawab Dilsya dengan deheman.

"Tapi nanti Dimas sarapan, ya? Jangan lupa," peringat sang Bunda.

"Siap, Bunda."

Dimas lakukan ajaran sopan santun lainnya yaitu pamit pada sang Papa dan Bunda, terakhir mengecup puncak rambut Dilsya.

"Gue duluan, Kak."

Lagi-lagi Dilsya hanya berdehem sebagai balasan.

"Dilsya berangkat sama Papa atau sama Bunda?" tanya sang Papa, dia sejak tadi melihat anak gadisnya terlalu sibuk gerakkan pena di atas layar.

Dilsya menggeleng kecil, menjawab singkat, "Bawa motor."

Pria itu mengangguk paham. Ia sudah tau tabiat dingin Dilsya turun dari siapa. Jelaslah dirinya.

"Hati-hati ya, jangan ngebut," pesan Bundanya saat Dilsya beranjak memakai tasnya. Dilsya menghampiri Papanya kemudian mengecup pipinya singkat bergantian dengan Bundanya sekali lagi.

Setelah selesai ia melenggang keluar ruang makan tanpa sepatah kata lagi. Wanita tadi meletakan lengannya di punggung sang suami, menatap kepergian putri mereka dengan senyum kecil.

Jadi, apa itu yang disebut rutinitas manis? Dilsya rasa ia perlu mencari kata lain untuk tafsirkan kakunya keluarga ini.

Begitu sepatu putih Dilsya menginjak pekarangan rumah, jari telunjuknya menekan buds di telinga kiri, sambungkan satu panggilan dengan seseorang. Seseorang yang belum pernah Dilsya temui satu kali pun, tapi suaranya sudah menemani dirinya sejak ia berumur sepuluh tahun.

"Sir, Anda tidak perlu menjaga saya," titah Dilsya.

"Mohon maaf, Nona. Ini perintah Tuan."

Cih, perintah Tuan. Dilsya muak dengan itu semua. Buds tadi ditarik paksa dan gadis itu lemparkan sembarangan, kunyahan permen karetnya semakin cepat kala ia melenggang dekati motor besar berwarna hitam. Tanpa sadar dari kegiatan Dilsya memakai helm sampai keluar pagar rumah, orang yang memiliki suara tadi tengah memperhatikan dari atap rumah. Jemarinya terbalut sarung tangan tapi masih lihai menggerakkan remot kontrol drone.

Tersenyum miring, dia berkata lembut, "Gadis yang nakal."

○○○










Start: Oktober 2019
Revisi: 29 April 2020
New version: 24 Feb 2022

Sir (My Secret Bodyguard)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang