7. Pacar

32.5K 1.9K 100
                                    

Bragh!

Kaki panjang Ditya menendang begitu keras pintu UKS. Wajahnya begitu penuh keringat kalut tapi berusaha tenang. Petugas PMR di ruangan mulai bergerak mencari obat ini dan itu melihat Dilsya yang pingsan di gendongan Ditya.

Setelah merebahkan tubuh gadis itu, Ditya melepas jas sekolahnya kemudian diselimutkan dengan penuh perhatian.

"Kak, ini." Seorang PMR memberi sebuah minyak angin. Ditya menerimanya sambil mengangguk kecil.

"Biar saya aja yang urusin." PMR itu mengerti dan mundur. Membiarkan Ditya mengoleskan minyak itu di bagian pelipis Dilsya. Wajah pucat Dilsya dielus lembut, membersihkan peluh yang sempat merembas di kulit mulus gadis itu.

Saat Dilsya pingsan, Ditya tak ambil pusing langsung membawa gadis itu ke gendongannya. Tanpa dijelaskan pun Ditya tau kenapa gadis ini pingsan, pasti karena trauma berat itu.

"Maaf, Sya."

Brak!

"Ditya sialan!" pekik suara lantang dari palang pintu.

Ditya memejamkan matanya sekejap menahan emosi sebelum beranjak berdiri. Menghadapi orang yang kini menatapnya penuh emosi.

Dimas melangkah lebar dengan urat wajahnya yang menonjol seram. Tanpa ba bi bu dia langsung menonjok pipi Ditya kasar membuat beberapa PMR menjerit kaget. Tonjokan itu tak membuat Ditya ambruk, dia mengusap ujung bibirnya seraya menatap Dimas yang kalut.

"Jangan di sini, ini UK ..." Bugh! Dimas tak mengindahkan ucapan Ditya dan kembali menonjok rahang cowok itu.

Rahang Ditya mengeras sampai kepalan tangannya melayang mengenai sudut bibir Dimas. Ia menarik kerah Dimas erat hingga mata mereka bertatapan tajam.

"Dewasa dikit, Dim," ucap Ditya penuh penekanan.

Dengan sekali hentak cengkraman Ditya lepas dari kerah Dimas. Cowok berambut abu itu hanya menahan rahangnya yang mengeras kemudian pergi meninggalkan UKS.

"Udah berantemnya?" suara serak bertanya sarkastik.

Ditya menenangkan napasnya terlebih dahulu sebelum membalik, menatap Dilsya yang sudah duduk dengan raut datarnya. Baru saja cowok itu akan melangkah suara Dilsya kembali mengintrupsi.

"Berenti!"

Ditya menatap mata kosong Dilsya, pelupuk mata yang sebentar lagi akan mengeluarkan air mata.

"Iya, gue berenti." Ditya diam di tempat kemudian bersidekap santai.

Dilsya berdecih, ia salah berucap rupanya. "Pergi!"

"Oh, kalo soal itu gak bisa." Ditya justru memutus jarak mereka meskipun gadis di depannya menatap penuh ancaman. Hingga Ditya berhenti tepat satu senti di depan wajah Dilsya. "Karena pacar gue lagi sakit di sini."

"PD banget lo," sengit Dilsya, "gue gak pernah punya pacar kaya lo."

Dilsya segera mendorong dada Ditya untuk menjauh kemudian turun dari brangkar. Tubuhnya yang sempat oleng ditangkap Ditya sampai gadis itu menepis pertolongan Ditya kuat.

"Gak usah sentuh gue!" ucapnya sarkastik seraya pergi keluar UKS dengan langkah lunglai. Tapi Ditya masih mengikuti gadis itu tanpa peduli ucapan pedasnya.

"Kenapa?"

"Kenapa apanya!" sentak Dilsya risih.

"Gak boleh nyentuh lo, kenapa?"

Sir (My Secret Bodyguard)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang