Aku sedang menimbang keputusan, sebaiknya aku kembali ke rumah atau tetap meneruskan langkahku ke sekolah. Sekolahku terletak di pusat kota, salah satu sekolah favorit SMA kompleks yang terletak di pusat kota. Jarakku menuju sekolah hanya berkisar kurang lebih 100 meter saja. Namun, karena jam sudah mendekati bel masuk, akhirnya aku memutuskan untuk memutar tubuhku dan menjauhi tujuan awalku.
Sebenarnya bukan karena takut terlambat, tapi ada suatu keanehan yang terjadi pada diriku sejak pagi tadi. Beruntung papa dan mama tidak ada di rumah hari ini.
Aku terperanjat kaget saat seseorang menarik pergelangan tanganku dan memaksaku untuk membalik tubuhku, menghadapnya. Reflek, kututup kedua mataku.
"Buka matamu. Winter."
Aku menggeleng. "Saya sakit pak, saya ingin pulang."
Alih-alih mengaku sebagai pak satpam sekolah, orang itu membisikkan sesuatu padaku yang membuatku tak sengaja berkontak mata dengannya.
"Aku tahu, kau mengalami kejadian aneh tadi pagi." Begitu kalimat yang baru saja dibisikkan olehnya.
"Bagaimana kau tahu?"
Alih-alih menjawab, ia malah menyeretku untuk mengikuti langkahnya.
"Pakai ini. Jangan sampai ada yang tahu kalau kau membolos sekolah."
Aku menerima sweater, sarung tangan, dan kaca mata hitam yang ia berikan sambil mencibir.
Siapa dia? Bagaimana bisa ia tahu?
Ia terus menyeretku hingga kami sampai di depan Tunjungan Plaza, mall besar yang terletak di pusat kota. Aku terus bertanya, tapi ia hanya melontarkan pandangan tajam. Sampai pada akhirnya kami berhenti di depan toko optik.
Ia menarik lenganku, menyuruhku untuk mengikutinya masuk. Ia menyuruhku duduk, di saat pikiranku masih dipenuhi tanda tanya.
Ia menyuruhku untuk memilih soflens warna untuk menutupi perubahan warna mataku. Dengan cepat, aku memilih warna cokelat tua yang seharusnya menjadi warna asli mataku. Setelah memilih, ia membayar dan segera membawaku keluar toko. Ia membawaku ke sebuah kafe yang kebetulan tidak terlalu ramai.
Ia menyerahkan lensa kontak yang baru saja dibelinya padaku.
"Kau bisa menggunakan lensa kontak?"
Aku menggeleng cepat. Ia menghela napas dan melepas lensa kontaknya. Aku terkesiap saat kembali bertatap mata dengannya. Manik matanya berwarna merah menyala, kontras dengan manik mataku yang berwarna biru cerah.
"Tak perlu terkejut. Kami juga sama sepertimu. Jadi gunakanlah lensa kontak tersebut agar para petinggi itu tak menemukan kita. Akan kutunjukkan caranya."
Aku mengernyit bingung. "Petinggi? Dan apa maksudnya dengan kami? Apa kau juga terkena kutukan sepertiku?"
"Lakukan saja. Akan kujelaskan soal itu nanti setelah kau berhasil mengenakan lensa kontakmu."
Lagi-lagi aku menurut. Lensa kontak berwarna cokelat tua tersebut kini sudah menggantikan warna biru cerah mataku.
"Hal ini bukan kutukan. Sihir yang beredar di dunia ini selalu memilih seseorang secara acak untuk memilikinya. Sayangnya, para pembasmi ingin membasmi kita dengan dalih untuk menyelamatkan dunia dari manusia jadi-jadian. Padahal kami juga tidak menginginkan hal ini terjadi pada kami."
"Jadi tidak hanya aku? Tapi kau, juga yang lainnya juga mengalami hal aneh?"
Ia mengangguk. "Sehabis ini, aku akan membawamu ke perkumpulan kami. Kami akan memberitahumu hal yang lebih spesifik terkait peristiwa ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
GenreFest 2019: Urban Fantasy
FantasyPerhatikan sekitarmu, siapa tau hal ajaib akan terjadi. Ditantang menulis Urban Fantasy, mampukah para peserta Genrefest 2019 ini menghadirkan keajaiban di dunia nyata? Cover by alizarinlake