Voted dululah!
Saya reshare, ya. Kalau di versi buku, ada extra parts-nya. Lebih dari satu.
Dia tahu suaminya sedang bicara dengan suara rendah di telepon. Arini mencuri dengar dari balik pintu tapi tidak dapat mendengar lebih jelas apa yang dibicarakan suaminya. Hanya dia tahu jelas kalau yang sedang bicara dengan Max adalah mantan istrinya. Arini sempat melirik nama di layar ketika ponsel itu berdering di dapur, ketika Arini sedang berberes piring-piring kotor sehabis makan malam. Max yang menjawab telepon langsung menghilang ke ruang kerjanya diikuti pandangan mencurigakan dari Arini.
Arini sengaja menyeduh teh dan mengulas apel lalu membawanya ke ruangan Max. Namun suaminya itu berdiri membelakanginya dan tetap sibuk bicara di telepon. Wanita itu berusaha mencari kesibukan lain seperti mencari buku-buku di rak agar dapat mendengar pembicaraan suaminya. Suara Max rendah dan seksi hanya menjawab, ya, baik, tidak. Arini pikir Max sengaja. Ketika suaminya membalikkan tubuhnya dan melihat Arini duduk di depannya, Max terkejut.
"Sejak kapan kau ada di sana?" tanyanya agak kurang senang. Arini agak syok karena Max tak pernah marah-marah begitu padanya. Dia menunduk dan bilang,"Aku hanya membawa teh. Maaf kalau mengganggu."
Lalu ia pun bangkit dari kursi dan meninggalkan Max. Arini terpaksa pergi dari ruang kerja itu, padahal dia ingin tahu apa suaminya masih melanjutkan percakapan di telepon dengan mantan istrinya.
Tengah malam itu, ketika Arini berusaha bersikap lembut pada suaminya, Max menerima telepon lagi dan dia pergi keluar. Max bilang itu telepon dari rumah sakit dan pasiennya mau melahirkan. Arini tahu harusnya dia percaya karena profesi Max sebagai dokter kandungan memang mengharuskannya begitu tapi dia mencurigai suaminya malam itu, untuk pertama kalinya.
"Tidur saja, ya Sayang. Tak usah menungguku," pesan Max sambil mengecup kening Arini. Arini memejamkan matanya dan pura-pura terlelap.
Ya, aku tidak tahu kau akan kembali atau tidak.
Max pergi dan meninggalkan Arini yang menangis dalam kamar gelap itu. Dia tidak bisa tidur sampai pagi karena menangis. Max bukannya tidak pernah pergi keluar malam hari, sering malah. Namun, Max tidak pernah bersikap emosional ketika Arini diam-diam mendengarkan pembicaraannya. Max bahkan pernah meminta istrinya untuk mengganggunya jika dia sedang gila kerja. Jadi Arini sedih karena Max berubah.
Dia duduk di sisi ranjang memandangi foto pernikahan mereka pada dinding yang menghadap ke arahnya. Dalam foto itu Max tersenyum memandangi dirinya, latar di mana pria itu bersandar adalah jam dinding. Suaminya sendiri yang memilih foto itu untuk diperbesar dan dipasang di kamar.
Hati Arini ngilu memandangi foto itu karena Max tak lagi memandangnya seorang atau bisa jadi suaminya memang tak pernah memandangnya. Mungkin Max menikahinya karena kasihan sebab Arini sudah dilihatnya sejak kecil. Max bisa jadi belum bisa melupakan mantan istrinya. Yang menggugat cerai pun bukan Max tapi mantan istrinya. Menurut Suster Mita, mantannya itu belum bisa melupakan Max.
KAMU SEDANG MEMBACA
🌼Istri Pilihan Max🌼
DragosteSudah dibukukan! Tersedia ebook. Bacaan ini tidak cocok untuk yang belum cukup umur. Bacalah cerita sesuai umur. Di sini umur yang disarankan adalah 21 tahun. Arini Putri Primarastri. Sejak kecil Arini benci paman itu. Pria yang beberapa tahun lalu...