KARA

20 2 0
                                    

Dua hari setelahnya Arya memulai tugas yang menentukan hidup dan matinya. Arya harus menemui salah satu teman SMA ayahnya di sebuah rumah sakit ternama di kota Jakarta. Arya memasuki lobby rumah sakit Anugrah dan menemui seorang resepsionis di sana. Lalu wanita itu menunjukkan ruangan pemilik rumah sakit.

"Selamat siang, om. Saya Arya." Sapa Arya setelah bertemu dengan Reon yang sudah duduk di sofa tamu di dalam ruangannya.

"Oh, kamu anak Dharmawan? Wah, apa kabar ayahmu?" tanya Reon memastikan.

"Iya, Ayah sehat om. Jadi apa yang harus saya kerjakan di sini om?" tanya Arya secara gambalang.

"Ah, iya. Saya mau membangun beberapa kamar lagi di lantai atas tapi di sana sudah ada taman untuk kunjungan pasien inap. Jadi gimana menurut kamu kalau taman itu saya rubah jadi bangunan kamar saja?" Reon menanyakan usul mengenai idenya pada Arya.

Prof Reon ingin memperbesar rumah sakitnya. Keterbatasan ruangan mengurangi efesiensi rumah sakit. Prof Reon akan membuat rumah sakitnya lebih besar. Tidak hanya untuk kalangan atas namun Prof Reon membuka untuk kalangan menengah ke bawah agar siapa saja bisa datang ke rumah sakit Anugrah.

Setelah pertemuan itu Arya memutuskan untuk melihat langsung tempat yang akan menjadi pekerjaannya beberapa hari ke depan agar Arya tahu berapa lama waktu yang harus Arya butuhkan untuk menyelesaikan tugasnya nanti.

Arya menelusuri rumah sakit, berjalan menuju rooftop yang memiliki taman di sana. Arya melihat sekeliling, hanya ada beberapa tanaman bunga yang sudah mulai gersang, tiga gazebo dengan bentuk yang sama dan atap yang tidak melindungi siapa pun di sana bila panas terik atau pun hujan. Sangat tidak berguna melihat keadaannya.

Arya merasa mendapat pekerjaan yang sangat mudah. Hanya merombak tempat itu tidak lah sulit untuknya. Tidak butuh waktu lama, satu bulan pasti selesai.

Ada beberapa orang yang duduk di gazebo pertama, kumpulan keluarga kecil yang sedang membicarakan hal serius. Lalu gazebo kedua terlihat seorang pria setengah baya sedang duduk dan meneguk air mineral dengan wajah sendu, entah apa yang ada dipikirannya. Wajah keriput itu terlihat sangat lelah.

Mata Arya menelisik keadaan lagi. Di sudut tembok penghalang yang dibuat sebagai pagar untuk menyelamatkan siapa saja yang berada di taman, tiga gadis remaja yang sedang asyik dengan dunia mereka berfoto dan memamerkan tawa di media sosial mereka. Seakan rumah sakit adalah tempat yang cukup layak untuk mereka membagi keceriaan.

"Tante Siska, ambilin ini dong buat Kara." Teriak seorang anak kecil kesulitan mengambil sebuah bunga daisy yang cukup baik terawat di taman itu. Cukup membingungkan bagi Arya.

Arya tidak melihat seorang pun datang membantu gadis kecil itu, naruni Arya mengajaknya untuk menghampiri. "Kamu suka bunga ini?" tangan Arya memegang tangkai bunga yang sama. Gadis kecil itu menoleh ke arah Arya. Wajahnya pucat mulai ketakutan melihat orang asing berada di dekatnya.

"Tante.." bisik gadis berponi lucu mencari seseorang yang sejak tadi dipanggilnya.

Arya memperhatikan raut wajah ketakutan yang ditunjukkan anak kecil itu lalu menelisik keadaan sekitar. "Jangan takut ya. Om cuma mau bantu kamu." ujar Arya seadanya. Hati Arya menghangat ketika melihat siluet gadis kecil dihadapannya. Rasa rindunya terhadap seseorang sedikit terobati.

"Tante kamu mana?" Tanya Arya lagi dengan suara lebih lembut. Gadis kecil itu menggeleng pelan namun pipinya sudah mulai basah. Bibirnya bergetar menahan tangis. Arya mulai bingung menghadapinya.

Kini Arya mencari-cari seseorang. Arya mendapatkan seorang perawat yang duduk sendiri menatap gawainya di sana. Berbincang dan sesekali tersenyum malu-malu dengan seseorang di balik layar duduk di gazebo urutan ke tiga.

"Itu tante kamu?" tunjuk Arya.

Memanggut. Raut wajah gadis kecil itu terlihat sudah tidak ketakutan saat mengetahui orang yang dicarinya masih berada di sana. Arya menghapus jejak air mata di wajah gadis kecil itu.

"Nama kamu siapa?"

"Kara, om."

*

Ini hari ke tiga Arya memulai pekerjaannya. Arya men-desain bangunan itu sesuai keinginan Prof Reon. Namun ketika melihat bunga-bunga daisy di sana Arya teringat pada seseorang yang sampai saat ini tetap menjadi satu-satunya pemilik hatinya.

Arya tersenyum mengingat anak kecil yang menggemaskan. Mata bulat berkaca-kaca yang membuat hatinya tercelos ingin membekap tubuh mungil itu. Arya tiba-tiba saja merindukan gadis kecil yang ternyata periang dibalik wajah polos bak malaikat menyejukkan hatinya.

Arya menelusuri rumah sakit Anugrah dengan sekotak donat di tangannya. Arya sengaja membawakan donat untuk menyenangkan hati gadis kecil itu. Arya berfikir mungkin Kara adalah salah seorang pasien di rumah sakit Anugrah.

Di lantai dasar Arya bertemu dengan seorang perawat perempuan yang dipanggil 'tante' oleh Kara. Arya menyapanya dan menanyakan keberadaan Kara. Tapi perempuan bersanggul dengan topi perawat itu tetap tidak memberitahunya.

"Kalau begitu tolong kasih ini ke Kara. Bilang saya pengin ketemu."

"Oh iya. Pasti saya sampaikan pak." Jawab Siska dengan wajah merona salah tingkah. "Aduh, ganteng banget sih pak." Sambung Siska tanpa sadar melihat wajah Arya tanpa kedip.

Lalu Arya pergi meninggalkan Siska di sana dan melanjutkan pekerjaannya.

Siska masuk ke ruangan Kaina dengan membawa sekotak donat. Memperlihatkan deretan giginya pada Kara yang masih fokus menonton Spongebob. Siska duduk di sebelah Kara dan berbisik, "Kara, ini dari om Arya."

Kara menoleh pada Siska. Matanya menatap girang sekotak donat yang dibawakan Siska. Kara melahap satu donat keju yang paling disukainya begitu pun dengan Siska.

"Kara mau ketemu Om Arya, tante." Bisik gadis kecil itu pula.

Ini sudah waktunya istirahat namun Kaina masih saja berkutat dengan pekerjaannya. Suara tawa renyah Kara mulai menyadarkan Kaina. "Enak ya makan donat bundanyato[ nggak di kasih." Rajuk Kaina pada puteri kecilnya.

"Sini bunda. Ini dari-" seketika tangan Kara menutup mulutnya sendiri. Melirik Siska yang juga mati kutu saat Kara hampir membocornya rahasia mereka berdua, "-dari ojol tadi gue pesen. J.CO lagi ada promo." Sambung Siska sedikit gugup.

Kaina mengerutkan keningnya. Kaina sedikit curiga dengan mereka berdua, namun Kaina urungkan untuk bertanya lebih lanjut. Kaina tidak mau merusak suasana hati Kara yang terlihat sangat bahagia siang itu.

Beberapa hari belakangan Kaina memperhatikan Kara lebih ceria. Tidak ada rengekan dan protes akan pekerjaan yang mengharuskan Kara terkurung dalam ruangan kerja miliknya. Kara tidak sama sekali mempermasalahkan hal-hal seperti itu lagi.

____

CINTA UNTUK KARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang