Sudah satu minggu Arya mulai merenovasi rooftop rumah sakit. Arya memulai dari paling sudut terbelakang. Arya memerintahkan beberapa pekerjanya agar tidak menyetuh tanaman bunga yang ada di sana. Arya yakin sekali akan bertemu lagi dengan Kara.
Arya tidak begitu menyukai anak kecil dihidupnya. Menurutnya anak kecil itu seperti monster yang sangat mengerikan. Dengan segala tingkah ajaib yang mereka punya dapat memusingkan dirinya. Namun Kara berbeda. Arya merasa gadis kecil itu sudah mengisi kekosongan yang selama ini dia cari sedikit terisi. Gadis kecil itu mengingatkan dirinya dengan seseorang yang telah pergi meninggalkan hidupnya. Seseorang yang selama ini dicarinya dan sangat dirindukannya.
Pria bertubuh tinggi itu memasuki rumah sakit siang ini untuk memeriksa gedung atas. Arya berjalan melewati receptionist dan tidak menemukan perawat yang bersama gadis kecil berponi waktu itu. Arya jalan menuju lift untuk mempersingkat waktu. Arya akan pulang ke Bandung malam ini juga.
Sudah pukul tiga sore, Arya tidak mau mati dengan kebosanan akibat macetnya ibu kota. Seminggu saja dirinya bekerja di kota ini sangat membosankan untuknya. Mungkin membawa salah satu teman kencannya di Bandung akan membantu dirinya. Membantu memenuhi kebutuhan hastratnya.
Seminggu ini pula dirinya tidak pernah absen keluar masuk diskotik yang ada di ibu kota. Dirinya belum menemukan seseorang yang membuatnya nyaman untuk menemani malamnya. Terlalu banyak wanita jalang di kota ini namun Arya tidak mau mengambil risiko terkena penyakit kelamin untuk sembarang orang diajak tidur. Dirinya belum tahu kota ini.
Pintu lift terbuka, lalu Arya masuk. Di dalam lift ada dua orang gadis remaja yang sibuk dengan gawainya masing-masing, juga seorang dokter berkerudung senyum ramah dengannya.
Dua remaja di sana keluar dari lift. Tersisalah Arya dan dokter berkerudung. Dokter itu membuka percakapan lebih dahulu, "Kamu Pak Arya yang ditugasi Prof Reon renovasi gedung ya?" Arya menaikkan sebelah alisnya, melirik keseluruhan penampilan dokter itu, "iya." Jawabnnya singkat.
"Aku Juwita." Dokter itu mengulurkan tangannya dan di sambut oleh Arya.
"Dokter di sini?" Tanyanya.
"Iya. Anak Prof Reon."
Arya hanya memanggutkan kepalanya sebagai jawaban. Lift sudah terbuka, Juwita pamit lebih dulu keluar dari sana. Arya melanjutkan perjalanannya sendiri. Hingga lift terbuka Arya terkejut dengan pandangan yang sangat mengejutkan untuknya. Arya mematung di tempat.
*
Udara di atas gedung rumah sakit sangat sejuk. Angin sepoi-sepoi membelai kulit wajah Kaina. Kara dengan cerianya melihat tanaman-tamanan di sana. Diam-diam menghampiri seekor kupu-kupu yang baru saja hinggap di atas mawar. Kaina gemas dengan tingkah yang dilakukan Kara saat ingin mengambil serangga itu. Kaina mengambil gawai miliknya dan memotret gadis kecilnya, rasanya bahagia dan bersyukur memiliki Kara di hidupnya.
Tidak jarang Kaina mengunjungi tempat ini. salah satu tempat terbaiknya untuk menghilangkan penat dengan berbagai kasus penyakit yang dihadapinya. Dirinya juga butuh udara segar dan cahaya matahari sebagai pegingat bahwa dunia ini fana. Pemiliknya satu. Kapan pun ingin direnggut, siapa pun tidak bisa menolak. Maka Kaina menikmatinya sebagai bentuk syukur pada pemilik semesta.
Kaina menghampiri tamanan Daisy yang selalu menjadi pusat perhatiannya. Daisy-daisy itu Kaina rawat dengan bantuan petugas kebersihan rumah sakit. Kaina sangat menyukai Daisy. Menurutnya Daisy itu sangat cantik. Tidak sembarang orang yang mengetahui keindahan bunga itu.
Bunga daisy tidak seperti bunga lainnya yang banyak digemari orang-orang seperti mawar atau pun anggrek. Daisy hanya menjadi bunga paling tidak dilihat. Seperti dirinya dahulu tidak ada yang melihatnya bahkan menjadikannya teman. Hingga seseorang datang untuk pertama kalinya menjadikan dirinya perempuan yang paling beruntung dan mengatakan dirinya cantik dan menarik. "Tidak semua orang tahu mengenai itu." Kata seseorang waktu itu.
"Aduh bundaaaaa." Kara berteriak. Jari telunjuknya terkena duri mawar.
Kara menangis tidak ingin melihat jarinya yang mulai mengeluarkan cairan merah. Kaina berdiri dari duduknya, menghampiri gadis kecilnya yang sudah mengeluarkan air mata. Kaina membersihkannya dengan tisu yang ada di dalam kantung baju kebanggaannya.
"Sudah bunda obati. Jangan nangis. Kara kan yang mau di sini." Ucap Kaina lembut. Membujuk buah hati agar tidak menangis lagi. Dielusnya rambut Kara dan diciumnya puncak kepala gadis kecilnya.
"Tapi sakit bunda." Kara merengek manja dan memeluk Kaina.
Kaina tersenyum lalu mengajak Kara kembali ke ruangan kerjanya namun Kara meminta Kaina menggendongnya. Kaina menuruti.
Mereka sudah sampai di depan pintu lift dan menunggu pintu terbuka. Kaina mengelus punggung Kara. Tidak lama kemudian pintu pun terbuka, Kaina mematung melihat seseorang yang berdiri di dalam lift tersebut. Sama seperti Kaina, orang yang berdiri di depan Kaina pun hanya menatap lurus wajah Kaina. Mereka saling tatap dan membisu. Hati Kaina resah, takut sesuatu yang dirahasiakan selama ini akan segera terbongkar.
"Om." Sapa Kara dalam gendongan Kaina.
Arya beralih ke arah suara tersebut. Arya takjub dengan pemandangannya sore ini. Gadis kecil yang dicarinya beberapa hari ini, Arya akhirnya bertemu. Namun ada yang lebih menakjudkan dari itu, wanita yang menggendong Kara. Wanita yang semala ini dicarinya.
Arya tidak bisa menahan diri terlalu lama. Arya keluar dari lift dan segera memeluk wanita itu. Air mata Kaina tidak bisa terbendung. Mengalir tanpa ia perintahkan. Kaina sangat tidak ingin terlihat lemah di hadapan Arya. Kaina mendorong tubuh pria itu lalu pergi meninggalkannya.
*
Setelah makan malam bersama gadis kecilnya, Kaina menuju wastafel untuk mencuci piring mereka berdua. Pandangan Kaina mengosong. Pertemuan tidak sengaja sore itu sangat mengejudkannya.
Tidak pernah terpikir pertemuan ini akan terjadi seperti ini. Ini seperti kebetulan yang sudah direncanakan semesta. Namun ada hal lain yang membuat pikiran Kaina tidak tenang mengenai hal ini. Ialah Kara.
Kapan puteri kecilnya itu bertemu dengan pria tidak bertanggung jawab itu? Ini masih sangat sulit Kaina terima. Situasi ini sangat tidak diinginkannya.
Selesai mencuci piring Kaina seperti biasanya masuk ke dalam kamar Kara. Manemani Kara sebelum tidur. Mengajaknya bercerita atau juga tidak jarang Kaina mendongengkan puteri kecilnya itu. Kaina masuk menuju kasur berseprai pink.
"Hai sayang."
Sapa Kaina. Tangan kanan Kaina membelai lembut rambut panjang puterinya. Tidak ada cerita seperti malam biasanya bahkan tawaran mendongeng pun lenyap dihisap sepi.
Malam ini tanpa senyuman seindah malam-malam lainnya. Kara merasakan itu terlihat dari wajah cantik bundanya. Kara tidak mengerti mengapa bundanya menangis di depan Om Arya sore tadi. Bundanya tidak pernah bercerita tentang Om Arya. Sebenarnya apa yang terjadi?
"Bunda kenapa sedih?"
Senyum hambar pun terlihat jelas dari sorot matanya yang sayu. Kaina bukan pembohong yang hebat. Kaina tidak pandai menyembunyikan perasaannya. Dari sorot matanya adalah bukti emosional dirinya.
"Bunda baik-baik saja sayang."
Lihat. Bahkan di depan anak seumuran Kara saja Kaina tidak bisa berbohong. Air mata nakal itu perlahan tumpah.
Kara menghapus jejak air mata bundanya perlahan. Lalu mengecup kedua kelopak matanya dengan lembut, "bunda jangan nangis ya. Kara sayang bunda."
___
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA UNTUK KARA
Romance'Kesalahan yang kita buat di masa lalu menyakitkan dia yang seharusnya mendapatkan cinta selayaknya' _____ Ini kisah mereka yang menjalani hidup dengan kebohongan beralasan demi kebaikan masa depan dan keluarga. Pernikahan yang dilaksanakan dengan d...