"Bunda, Kara main ya ke taman."
Kaina baru saja masuk ke ruangan kerjanya menuju sofa yang ada di dalam sana. Seorang gadis kecil berponi sudah duduk manis menunggu bundanya dari ruangan inap pasien. Kaina memang sering membawa Kara ke tempat kerjanya, walaupun Kaina tahu bahwa rumah sakit tidak baik untuk kesehatan Kara. Maka Kaina hanya mengizinkan Kara duduk manis di dalam ruangan kerjanya.
Kara meminta izin dari Kaina. Dia merasa sangat bosan di dalam ruangan tersebut, hanya ditemani dengan televisi atau tablet yang sengaja dibelikan Kaina untuk menemani gadis kecilnya saat Kaina sedang sibuk bekerja. Kaina mengerutkan dahinya, menatap lekat Kara yang tiba-tiba meminta izin pergi ke taman. Kaina sedikit terkejut, sebab yang dia tahu bahwa Kara tidak pernah pergi ke tempat itu sebelumnya.
"Bunda, kemarin tuh Kara diajakin tante Siska ke sana. Tau nggak bunda kalau taman itu baguuuusssss banget. Kara seneng deh." Gadis kecil itu bercerita dengan riangnya. Siska perawat di rumah sakit ini yang sering membantu Kaina dan sangat dekat dengan Kara.
"Kamu kok nggak bilang bunda, nak." Tangan Kaina mengelus lembut rambut hitam milik Kara. Dia tersenyum melihat wajah bahagia yang ditunjukkan anaknya.
"Bunda sih kerja terus. Kara kan bosan di sini." Ucap Kara sebal. Kedua tangannya dilipat ke depan dadanya sedang bibirnya mengerucut lucu. Kaina sadar dirinya terlalu sibuk memikirkan pekerjaan sampai lupa dengan Kara yang juga butuh bermain.
"Maafin bunda ya sayang." Kaina mengecup pipi gadis kecilnya, "kalau gitu Kara pergi ke sana sama bunda, yuk." Ajaknya. Kara berteriak riang mendengar ajakan bundanya. Kaina berjanji akan sering mengajak Kara bermain.
Taman berada di lantai teratas rumah sakit. Butuh lift untuk sampai di sana. Tempat itu terlihat cantik, banyak tamanan bunga mawar dan juga pohon-pohon rindang. Terdapat gazebo dengan atap berbentuk limas dan kursi dari batu dengan bentuk bulat melingkari meja kayu yang ada.
Udara di sana sangat sejuk. Angin sepoi-sepoi membelai kulit wajah Kaina. Kara dengan cerianya melihat tanaman-tamanan di sana. Diam-diam menghampiri seekor kupu-kupu yang baru saja hinggap di atas mawar. Kaina gemas dengan tingkah yang dilakukan Kara saat ingin mengambil serangga itu. Kaina mengambil gawai miliknya dan memotret gadis kecilnya, rasanya bahagia dan bersyukur memiliki Kara di hidupnya.
"Aduh bundaaaaa." Kara berteriak. Jari telunjuknya terkena duri mawar.
Kara menangis tidak ingin melihat jarinya yang mulai mengeluarkan cairan merah. Kaina berdiri dari duduknya, menghampiri gadis kecilnya yang sudah mengeluarkan air mata. Kaina membersihkannya dengan tisu yang ada di dalam kantung baju kebanggaannya.
"Sudah bunda obati. Jangan nangis. Kara kan yang mau di sini." Ucap Kaina lembut. Membujuk buah hati agar tidak menangis lagi. Dielusnya rambut Kara dan diciumnya puncak kepala gadis kecil itu.
"Tapi sakit bunda." Kara merengek manja dan memeluk Kaina.
Kaina tersenyum lalu mengajak Kara kembali ke ruangan kerjanya namun Kara meminta Kaina menggendongnya. Kaina menuruti, mereka sudah sampai di depan pintu lift dan menunggu pintu terbuka. Kaina mengelus punggung Kara. Tidak lama kemudian pintu pun terbuka, Kaina mematung melihat seseorang yang berdiri di dalam lift tersebut. Sama seperti Kaina, orang yang berdiri di depan Kaina pun hanya menatap lurus wajah Kaina. Mereka saling tatap dan membisu. Hati Kaina resah, takut sesuatu yang dirahasiakan selama ini akan segera terbongkar.
"Om." Sapa Kara dalam gendongan Kaina.
______
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA UNTUK KARA
Romansa'Kesalahan yang kita buat di masa lalu menyakitkan dia yang seharusnya mendapatkan cinta selayaknya' _____ Ini kisah mereka yang menjalani hidup dengan kebohongan beralasan demi kebaikan masa depan dan keluarga. Pernikahan yang dilaksanakan dengan d...