Part 2

18 14 2
                                    

Pada suatu waktu,  terkadang.  Pertemuan tidak harus mengesankan bagi segelintir orang.  Tatap pertama yang di temui Rose pada sorot mata yang dingin waktu itu,  membuat cuaca musim panas menjadi lembab di sekitar gang yang begitu gelap.

"Maaf"

Rose menatap datar,  ia mengingat sesuatu entah apa.  Namun,  dia masih tetap merasa dejavu akan hal ini. Ada perasaan yang aneh,  dia pernah mendengar suara itu tapi tidak dengan lelaki yang sedang menjulurkan tangannya saat ini.

Akhirnya,  Rose menggapai tangan itu.  Dingin.  Satu definisi yang dapat ia rasakan. Rose mencoba berdiri dan menyeimbangkan posisi nya.  Setelah itu,  semua berlalu begitu saja.  Tanpa sepatah katapun 'dia' pergi meninggalkan Rose.

Dengan tatapan kosong,  Rose masih berada pada posisi yang sama.  Otaknya masih mencoba untuk mencerna apa yang telah terjadi. Ia sangat menekankan bahwa 'orang itu asing.' Namun tidak dengan atmosfer  yang dapat ia rasa dan serap beberapa waktu yang lalu. Rose bahkan merasa senang bertemu dengan seseorang yang baru saja ia temui dengan cara yang aneh. Dalam sudut hatinya, ada perasaan senang entah untuk apa. Untuk laki-laki yang baru saja ia temui? Itu mustahil.

Rose mengedipkan matanya dan mencoba untuk kembali ke kenyataan bahwa perutnya merasa angat lapar.

"kryuuuukkkkkk..!!"

Rose hanya bergumam sendiri
'Uuuh oke, cacing cacing,  mari kita mencari sesuatu yang bisa dimakan!'

Tidak butuh waktu lama bagi Rose untuk sampai,  dengan semangat 45 dari cacing di perutnya yang siap menyerang siapapun yang akan menghalangi perjalanan Rose.

***

Saat sampai, Rose segera memilih beberapa makanan instan yang siap santap hanya dengan seduhan air panas.  Melewati etalase cemilan,  Rose melihat Tao Kae Noi,  cemilan rumput laut kegemaran Revan. Ia mengambil beberapa.  Walau menyebalkan,  Revan tetap sangat berharga bagi Rose.

Sejak kecil, Rose telah terbiasa hidup dengan Revan. Jadi walaupun menyebalkan ia tau, Revan sebenarnya menyanginya. Tidak seperti orang tuanya yang selalu sibuk hampir setiap waktu untuk pekerjaan. Dan hanya menyisakan lelah saat kembali ke rumah. Tidak ada waktu. Untuk kehidupan keluarga yang hanya berisikan empat orang itu.

Karena itu, Rose jadi sangat sering bermain dengan Revan. Walaupun kadang menjengkelkan mereka tau itu hanya sebuah cara akrab bagi mereka.

***

Rose segera menuju dapur untuk memasak mie instant nya tanpa ingin menengok ke arah Revan. Karena ia tau, Revan pasti sedang tertidur di sofa dengan game nya yang masih menyala.

Tidak butuh waktu lama bagi Rose untuk memasak mie instant dengan caranya sendiri. Tanpa perlu bersusah payah untuk mengikuti prosedur dengan baik dan benar.

"Fiiuuuhh.. Selesai juga!" Rose duduk dan segera melahap makanannya.

Namun, ditengah tengah sesi makannya entah kenapa dia mengingat seseorang yang ia temui di perjalanan tadi. Lagi-lagi fikirannya di penuhi dengan hal hal yang mungkin pernah terjadi, namun belum pernah ia alami. Apa maksudnya? Entahlah, mungkin hanya kejadian yang sama namun orang yang berbeda.

Senyum terlihat di garis bibir Rose, ia merasa senang, lagi.
.


.
.
"Dooorrrrr!!!" Revan tiba tiba saja sudah berada di belakang Rose yang tengah asik dengan imajinasinya.

Rose tentu saja kaget. Namun mungkin Revan sedang bernasib baik hari ini, karena ia tidak terkena semburan dari Rose. Belum sempat Rose menyahut, Revan sudah langsung melanjutkan.

"Lagi ngapain sih, seru banget duduk sendiri. " Dengan tampang tidak bersalah Revan menarik kursi dan duduk di samping Rose.

"Eh, kakak yang ganteng, punya mata kan? Ini ga liat apa lagi ngapain. Jelas-jelas lagi makan gini, kalo adek lo keselek sendok kan ga lucu bambang! "

"Wadidaw! Itu lucu dong maemunah, hahahhahaha! "

Menjawab Revan, tidak akan ada habisnya. Jadi, Rose lebih memilih untuk mencari topik lain. Selain malas menjawab, Rose juga masih terlalu lapar untuk bicara dengan tenaga dalam dengan Revan.

"Eh eh, tau ga Van."

"Ga tau."

"Dahlah males." Revan memang sedikit keterlaluan kali ini.

"Utututu si bila ngambek nih." Dengan muka sok imut yang cenderung menjijikan, Revan sedikit memajukan mulutnya, dan membuat Rose semakin merasa geli.

"Apaan si, males ah. Gue makan di kamar aja. " Rose lalu beranjak dari tempat duduk dan berjalan menuju kamarnya. Saat tinggal beberapa langkah sampai kamar, Rose teringat tentang rumput laut yang ia belikan untuk Revan tadi. Karena jarak dari kamar ke dapur sedikit jauh, Rose lalu bicara dengan sedikit berteriak.

"Revan! Tadi gue beliin rumput laut tuh! Ada di atas meja! Inget ya, plastiknya jangan dimakan!" Lalu Rose melanjutkan perjalanannya menuju kamar.

Revan yang mendengar teriakan Rose tadi langsung melihat ke arah bungkusan yang ada di atas meja. Ia tersenyum. Kali ini, senyumnya terlihat lebih bermakna, dan manis.

***


Keesokan harinya, pagi-pagi sekali. Rose sudah terbangun. Walupun masih sangat susah untuk bangkit dari kasurnya, Rose berusaha untuk bersemangat. Karena, hari ini adalah hari pertama ia masuk ke sekolah. Ia tidak ingin terlambat untuk pertama kalinya.

Tidak lupa, Rose membangunkan Revan. Karena Revan akan mengantarnya ke sekolah hari ini. Setelah semua siap, Rose dengan Revan keluar rumah. Revan menuju garasi untuk menyiapkan mobil yang akan ia gunakan untuk mengantar Rose. Sedangkan Rose, masih berdiri di depan teras rumahnya dan memandang lurus ke depan. Rose melihat beberapa mobil pick up dengan membawa banyak barang dan juga orang-orang yang berkerja menurunkan barang-barang disana. 'Apa ada orang yang baru pindah ya? ' Rose bertanya kepada dirinya sendiri.

"Rose, ayo cepetan. Malah ngelamun lagi!"

"Iya iya ah!" Rose bergegas menuju mobil.

Tidak lama kemudian, mobil mereka melaju dan meninggalkan pekarangan rumah. Namun, Rose masih memikirkan tentang apa yang dilihatnya tadi, dan akhirnya bertanya kepada Revan.

"Van, tadi lo liat gak di rumah depan ada mobil pick up rame-rame gitu, emang ada apa si? "

"Ooh iya liat, kayaknya pindahan baru deh. Kemaren kan rumah itu katanya di jual. Tapi gue belum ketemu sih sama orangnya, ntar kalo lo pulang kita kesana aja kali ya. Kan, sebagai tetangga yang baik kita harus saling mengunjungi satu sama lain. "

"Boleh sih, tapi ngomong-ngomong kok gue agak jijik ya sama kata-kata bijak lo tadi. "

Rose menjawab dengan seadanya. Karena memang begitulah mereka, sudah seperti teman yang sangat dekat. Mereka lebih memilih untuk menempatkan diri masing-masing sebagai sahabat atau teman yang bisa di ajak bermain ataupun bercanda seperti itu. Daripada menjadi kakak yang harus selalu di hormati oleh adiknya, ataupun menjadi adik yang selalu di anggap sebagai anak kecil yang tidak bisa melakukan apapun oleh kakak nya.

.
.
.
.
.
keep reading ®









Love in LiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang