Rutinitas

17 0 0
                                    

Setelah komitmen yang kita bangun di tanggal 23 maret tersebut, aku benar-benar menunjukan rasaku.
Aku yang merasa sangat beruntung memilikimu yang memang bisa menaklukan egoku adalah nilai lebih untukmu, karena dari yang sebelumnya, belum pernah ada yang bisa menaklukan egoku dengan telak.

Hari itu, aku bermasalah dengan seorang HOD di department lain, bernama Pak Yono. Beliau terkenal ceplas ceplos dalam berkata atau mengkritik, aku yang sebenarnya sangat tidak bisa bekerja dibawah tekanan harus merasakan apa yang aku takutkan.
Beberapa hari ini aku berpisah ruangan dengan Teh Lita, dia di department elektrik, dan aku di department instrument. Aku memang agak ngeyel jika bekerja, karena aku tidak sepenuhnya menuruti apa yang HOD Department bicarakan, aku lebih mendengarkan apa yang sudah atasanku tugaskan, atasanku bukan orang Indonesia, dia tenaga asing, bernama Pak Vincent. Pak Vincent memberiku prioritas tugas baru, yaitu membuat laporan engineer breakdown setiap pagi dan harus selesai sebelum pukul 10 pagi. Tapi, Pak Yono melarangku membuat laporan tersebut, beliau bilang, aku tidak bisa memprioritaskan pekerjaan, mana yang lebih penting mana yang tidak. Aku yang merasa benar dengan apa yang di lakukan, jelas tidak akan bilang; "iya pak, maaf saya salah. Besok besok saya lihat dulu apa yanh instrument butuhkan untuk di lapangan." Tidak! Jelas aku tidak berkata seperti itu, aku justru menjawab; "Pak, saya di tugaskan Pak Vincent untuk membuat laporan engineer breakdown sebelum jam 10 pagi, dan itu wajib. Kalau saya kena omel Pak Vincent, memang bapak mau tanggung jawab?" Jawaban Pak Yono agak tidak menyenangkan ternyata; "Ya kalau kamu di omelin Pak Vincent bukan urusan saya, yang penting apa yang department saya butuhkan bisa kamu prioritaskan juga."
"Yaudah kalau begitu, berarti bapak tidak mau ambil resiko kena marahnya Pak Vincent juga kan? Jadi biarkan saya selesaikan dulu tugas utama saya, lalu saya lanjutkan dengan tugas dari bapak." Jawabku kesal.
" Loh kalau gitu, kamu gak usah diam di ruangan saya, udah sering sakit, sekarang masih training aja kamu udah berani ngelawan saya ya! Dengar ya Ava, disini saya yang BERHAK mengizinkan siapa yang boleh bekerja di department saya atau tidak, bukan Pak Vincent. Mending kamu pergi dari ruangan saya, lagipula semenjak kamu di ruangan saya, kerjaan Pak Seno jadi terhambat, tau?!" Omel Pak Yono.

Jadi, aku bekerja di ruangannya Pak Seno. Pak Seno itu seorang wakil supervisor, dan sejauh ini dia gak merasa terganggu, justru dia merasa lebih terbantu dengan adanya aku di ruangannya.

Singkat cerita, aku pergi dari department instrument dan diam di ruangan baba, aku cerita ke baba, lalu aku pergi menemui Pak Vincent, disana aku mengadu tentang apa yang aku rasain, dan tentang apa yang aku tidak suka dari Pak Yono.
Aku pun bolos kerja hari itu, aku bercerita kepada Saka. Aku sudah tidak mau lagi masuk kerja, tapi Saka memberitahuku untuk sedikit bersabar lagi, jangan sampai resign.
Aku yang sudah tidak suka dengan satu orang akan terus merasa terganggu dengan adanya orang tersebut. Mau gak mau, suatu hari nanti aku pasti berurusan lagi dengan orang tersebut. Begitu pikirku.
Akhirnya aku benar-benar bolos kerja hari itu.
Aku diam di rumah baba, curhat dengan istrinya hingga sore dan diantar pulang baba setelah baba pulang kerja, karena tasku masih di ruangan baba hari itu, aku bolos tanpa bawa tasku.

Aku cerita lagi dengan Saka detailnya di malam hari ketika kami melakukan rutinitas kami yang di mulai dari pukul 9 malam.
Saka memberikan argumennya, dan aku yang tetap dengan keputusanku. Pak Vincent tau betul kenapa aku tidak masuk. Tidak ada yang berani menghalangi keputusanku, kecuali Saka. Hanya dia satu-satunya orang yang sepertinya tidak lelah membujuk aku untuk kembali ke pabrikku.
Hari itu berat sekali, kurasa. Aku sedih, marah, kesal, kenapa ada seorang atasan yang bertingkah otoriter seperti itu, begitu pikirku.
Hingga Saka pun terkena imbasnya, tapi sekali lagi, Saka bukan type lelaki yang mudah marah. Dia orang yang bagus dalam pengolahan emosi, tenang, dan tidak terburu-buru. Dia mencoba menenangkanku, memberiku pengertian lagi tentang dunia kerja, dan mengajakku main di akhir pekan nanti.
==========================================

Ngomong-ngomong tentang rutinitas, memang sudah wajib sekali rasanya kami setiap minggu bertemu, walau hanya untuk sekedar makan malam bersama, atau pergi nongkrong.
Jadi, semenjak aku memiliki rutinitas baru di jam 9 malam bersama Saka. Aku selalu berusaha sudah di rumah dan benar-benar free di jam 9. Misalnya, setelah maghrib aku pergi nongkrong bersama teman-temanku dan biasa pulang malam, sekarang aku harus berusaha untuk sudah pulang jam 9 malam. Karena aku memiliki rutinitas lain yang lebih berharga.

Rutinitasku dengan Saka unik sekali, ternyata aku dan Saka sering memainkan game online yang sama. Akhirnya kami berteman dalam 1 game, dan bermain menjadi 1 tim. Kami bermain game 1 jam, mungkin bisa 3 hingga 4 match, ramai sekali. Karena kita terhubung di voice chat.
Hingga pernah suatu hari aku sedang Mabar (Main Bareng), seru sekali, mamaku komen "Kebiasaan kalau udah ngegame pasti rame banget kayak sekampung." Aku cuma bisa tertawa kecil menanggapinya, karena mama tau apa yang membuatku bahagia dan tertawa. Setelah main game bareng, sekitar pukul 10 malam kami pasti video call, terkadang sampai ketiduran. Kalau tidak ketiduran, di lanjut telpon biasa dengan durasi yang membatasi atau bahkan hingga kami terlelap karena capek cerita satu sama lain, pernah ku bilang pada Saka; "Kayaknya kita gak pernah kehabisan bahan obrolan ya hahaha." Saka mengiyakan, dan memang kami menikmati rutinitas kami.

Kamu Yang MenetapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang