Zonk

8 1 0
                                    

Di depan pintu ruang kesenian, Aruna berjalan mondar mandir menunggu kedatangan lelaki penemu ponselnya. Gadis itu datang lima belas menit lebih awal dari waktu yang telah dijanjikan. Sedangkan Rennanda tengah memainkan gitar di dalam ruang kesenian sembari menemani Aruna.

"Duduk aja deh, Na. Sepet mata gue liat lo mondar mandir mulu," ucap Rennanda jengah.

"Gausah di liat, Cen. Gue ga nyuruh lo merhatiin gue."

"Serah lo deh." Aruna menyengir, lalu keluar ruangan untuk mengecek apakah orang yang dinantinya sudah ada tanda tanda untuk datang atau belum. Namun nihil, dengan langkah lesunya gadis itu kembali ke dalam ruangan, karena orang itu belum muncul juga.

Hingga duapuluh menit kemudian Aruna dan Rennanda sudah bosan menunggu. Bel pun sudah berbunyi tiga menit yang lalu. Mau tidak mau merekapun harus kembali ke kelas dengan tangan kosong. "Laper gue, Na. Ngantin dulu ya? Bu Mar kan lagi workshop."

"Hmm," ucap Aruna tak bersemangat. Hingga kemudian, "Cen!!"

"Apasi, Na? Bisa jantungan gue," gerutu Rennanda. Sedangkan Aruna hanya menampilkan cengiran adalannya. "Yeuu, reflek gue mah."

"Yaudah, kenapa lo?"

"Gimana kalo ponsel gue ga dibalikin?"

Untuk sejenak keheningan menyelimuti mereka. Aruna dengan keresahannya dan Rennanda dengan kebingungannya. Iya, bingung. Pemuda itu tau betul siapa Arunna. Anak dari keluarga yang terbilang lebih dari mampu. Seharusnya bisa saja ia beli apapun yang ia inginkan.

"Terus?"

"Cennan! Itu ponsel dari Bunda gue. Enak aja mau di embat. Ga terima gue pokoknya!" kesal Arunna.

"Iya, Na, iyaaa. Nurut lo aja gue. Lagian, lo sendiri yang ngilangin."

"Yaaa iya sih, apalagi semua koreografi dance buat diesnatalies sekolahan kan ada di sana semua. Ahh gimana ini, Cen," putu asa Arunna. Untuk kesekian kalinya gadis itu merutuki kecerobohannya.

Bukan Anna kalo enggak ceroboh mah, kata Rennanda tempo lalu. Arunna meringis saat mengingat perkataan tersebut.

Rennanda menghela nafas, 'sabar, Cen, sabarrr. Iya sabar gue mah tiap kali gini,' ucap Rennanda dalam hati.

Pemuda itu mencengkeram lembut pundak Arunna, memperhatikan keresahan dalam raut muka sahabatnya. Senyuman halusnya membuat Arunna sedikit merasa tenang. "Gue laper, jadi, kapan ke kantinnya?" Seketika itu pula Arunna memberengut kesal. "Bodo amat!"

"Ah elah lama lama gue makan lo. Anna gue tersayang, entar sore kita telpon lagi dia, kalo besok tetep kagak dibalikin tinggal gue lacak ponsel lo, gampang itu mah, ketjillll."

"Beneran lo ya." Rennanda tersenyum kecil menatap Arunna hingga membuatnya refleks mengacak puncak kepala sahabatnya itu.

"Cennan! Pala gue pusing, blegug kamu mah."

Pemuda itu tak membalas omelan Arunna, ia memilih untuk pergi menuju kantin. Makan akan selalu jadi prioritasnya. Yang penting kenyang. Arunna berdecak kesal lalu berlari mengejar Rennanda.

Sedangkan di lain sisi, lelaki penemu ponsel Arunna sampai di depan ruang kesenian dengan nafas ngos ngosan. Karena keasyikan mengerjakan soal fisika membuat dirinya lupa akan janjinya dengan pemilik ponsel tersebut. Ia sadar hampir setengah jam ia terlambat. Ia pikir pemilik ponsel tersebut masih menunggunya, jadi ia berlari dari kelas sampai ke ruang kesenian.

Mungkin bukan keberuntungan bagi Farkhan karena yang menunggunya sudah tidak ada di ruangan tersebut. Diambilnya ponsel milik orang tersebut dari dalam sakunya, kemudian ia menelpon nomor yang menghubungi kemarin. Pemuda itu sedikit meringis mengingat display name yang menghubunginya kemarin, cennan cabul? So, emm.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 23, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Percaya Aku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang