Tidak seperti biasanya, hari ini Aruna lebih banyak diam. Semenjak kejadian kemarin siang, Aruna tak henti hentinya memikirkan sosok kakak beradik yang pernah menggangu hidupnya dulu.
"Pergi kek lo dari hidup gue," bisik Aruna lelah. Gadis itu menenggelamkan kepalanya di meja. Untuk saat ini ia tidak berani cerita ke Rennanda terlebih dahulu. Mungkin jika dua manusia laknat itu mengganggunya lagi, ia akan cerita kepada sahabatnya.
Rennanda menyikut lengan Aruna, dari tadi pemuda itu memperhatikan Aruna yang sedang tidak semangat. "Lo sakit, Na?" tanya Rennanda lirih, bahkan menyerupai seperti bisikan. Pasalnya saat ini kelas mereka tengah pelajaran dan di depan mereka ada guru yang sedang menerangkan.
"Enggak," jawab Aruna tersenyum simpul. Lalu gadis itu menegakkan tubuhnya mulai memperhatikan Bu Ima. Rennanda menatap Aruna dalam, kemudian menggeleng memperhatikan Bu Ima kembali.
Seusai pelajaran berakhir, teman teman sekelasnya mulai ricuh meninggalkan kelas, dan ada yang berlarian pergi menuju kantin. Memang ini sudah waktu istirahat kedua. Namun Aruna tidak bergeming dari tempat duduknya. Renannda pun sudah pergi tak tahu kemana. Tingglah Aruna dan beberapa anak di kelas itu.
Gadis itu mengeluarkan earphonen dalam tas dan memasangkan pada ponselnya. Memilih lagu yang pas dengan suasana hatinya saat ini, lalu beranjak meninggalkan kelas. Gadis itu berjalan menuju ruang kesenian.
Tepat sekali, keberuntungan berpihak padanya kali ini. Ruang kesenian tengah sepi, Aruna bisa leluasa memakai ruang ini. Gadis itu butuh pelampiasan. Aruna masuk ke dalam ruang itu lalu melepas sepatunya hingga ia telanjang kaki. Ia menuju ke sound system menyetel sebuah lagu.
Perlahan dirinya mulai menggerakan tubuhnya. Meluapkan semua kekesalan dan emosi dalam dirinya. Tidak peduli dengan keringat yang sudah mengecap dalam seragamnya, tetap saja Aruna melanjutkan dancenya. Hingga akhirnya gadis itu terjatuh akibat tersandung oleh kakinya sendiri.
Aruna menelangkupkan kepalanya diantara kedua lengan dan kakinya. Cukup lama Aruna betah dalam posisi tersebut, gadis itu merenung. Ia takut. Bagaimana jika kejadian yang lalu bakal terulang kembali. Bagaimana jika Aruna tidak bisa menghadapi mereka. Bagaimana jika ketakutan Aruna selama ini menjadi nyata?
Berbagai pikiran buruk Aruna membuat dirinya mendesah lelah. Hingga suara tepuk tangan mengintrupsi gadis itu. Buru buru Aruna bangun dan menatap bingung seorang pemuda di depannya. Aruna mengangkat sebelah alisnya.
Pemuda tersebut menyender pada salah satu tiang tembok sambil bersidekap dada, senyum simpul terpatri di wajahnya. Manis batin Aruna.
"Dance lo keren."
"Trimakasih." Setelah sadar dari kebingungannya, buru buru Aruna memakai sepatunya kembali dan pergi meninggalkan pemuda tersebut sendirian di ruang kesenian.
Saat akan kembali ke kelasnya, pemuda itu baru sadar jika sound system masih menyala dan menemukan ponsel beserta earphone tergeletak disitu.
Mungkin punya gadis itu, batin pemuda tersebut.
Dengan santai pemuda itu melangkahkan kakinya keluar ruangan setelah menyimpan ponsel beserta earphon milik Aruna ke dalam sakunya. Barangkali besok dia ke sini lagi, batinnya.
******
Seusai pelajaran terakhir selesai, Aruna buru buru membereskan alat tulisnya. Wajah panik Aruna membuat Rennanda mengernyit tidak mengerti. Hingga akhirnya setelah guru mereka keluar, Rennanda memberanika diri untuk bertanya.
"Lo kenapa dah, kayak dikejer demit gitu."
Aruna menatap Rennanda panik. "Ponsel gue ketinggalan di ruang kesenian, sialan! Buruan temenin gue!" Gadis itu mencekal tangan Rennanda berlari menuju tempat dimana ponselnya tertinggal.
"Ck. Teledor banget sih lo. Gausah narik narik gue anjay," omel Rennanda mencoba menyejajarkan langkahnya dengan langkah Aruna.
Sesampainya mereka berdua, dengan cepat Aruna membuka ruang tersebut yang untungnya belum dikunci. Tapi percuma saja, Aruna tidak mendapati ponselnya berada disana. Gadis itu menekuk kepalanya. "Gak ada, Cen," cicit Aruna pelan.
Rennanda menghembuskan napas pelan, tangannya terulur mengusap rambut Aruna lembut. "Besok kesini lagi, barangkali yang nemu ponsel lo mau ngembaliin besok disini," ucap Rennanda mencoba menghibur sahabatnya. "Hmm, iya deh," ucap Aruna pasrah.
"Yaudah, ayo pulang."
"Gue bawa cimot." Rennanda mendengus pelan. "Yaudah, barengan ke parkirannya."
Sepanjang perjalanan Aruna diam, Rennanda pun juga turut diam. Ia merasa bahwa saat ini Aruna sedang mempunyai banyak pikiran.
Tumben banget lo gak cerita apa apa ke gue, Na, batin Rennanda menghembuskan nafasnya gusar.
Rennanda mengambil motornya terlebih dahulu, tepat didepan Aruna pemuda tersebut menghentikan kendaraanya. Membuka kaca helmnya, "kalo udah capek mendem sendirian cerita ke gue, Na. Gue duluan, ati ati lo."
Ucapan Rennanda mampu membuat Aruna terdiam seketika. Pemuda itu melesatkan kendaraannya setelah Aruna menganggukan kepala.
Aruna melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Gadis itu terlebih dulu mampir ke toko bunga, membelikan bunga lily kesukaan Bundanya. Sudah satu bulan ini ia tidak mengunjungi makam Bundanya.
Pagi tadi Aruna sudah berencana pergi mengunjungi bundanya setelah pulang sekolah. Ia rindu dengan sosok yang mampu membuatnya selalu tegar dalam menjalani cobaan. Tak terasa dua tahun sudah ia kehilangan Ibunda tersayangnya.
Seusai mendoakan, Aruna duduk di samping makam bundanya. Mengelus pelan nisan yang bertuliskan AMBAR Bin Dedy.
"Ana kangen Bunda."
Lalu selanjutnya gadis itu berkeluh kesah tentang semuanya.
Aruna mengusap air mata di pipinya. Gadis itu tersenyum manis. "Udah ya bunda, Ana pulang dulu. I love you."
Langkah kaki Aruna terhenti tatkala melihat anak SMU tengah jongkok disamping makam yang entahlah makam siapa itu. Jika dilihat dari seragam yang dikenakannya, pemuda itu satu sekolah dengan Aruna. Aruna dan pemuda tersebut mengenakan seragam khas yang sama.
Ia memperhatikan pemuda tersebut dengan seksama. Wajah pemuda itu begitu familiar bagi Aruna. "Sok ngenal ngenal lo, Na," cibir Aruna pada dirinya sendiri. Toh faktanya ia tak mengenali siapa pemuda itu. Mungkin karena kebanyakan pikiran membuat Aruna sedikit ngelantur.
Lalu ia kembali melanjutkan langkahnya, sadar jika itu bukan urusannya. Aruna kembali mengendarai cimotnya dan segera pulang ke rumah.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Percaya Aku!
TienerfictieHey, mendekatlah! Akan kuceritakan sebuah kisah paling indah. Dimana dua manusia mencoba menjadi satu, meski terpisah ruang dan waktu. Namun pada akhirnya, dua insan ini akan kembali pada pemilik hati masing - masing. Sebut saja dua insan ini adalah...