03

2.5K 253 10
                                    


Madara membuka matanya perlahan, setelah merasakan sinar matahari mengenai wajahnya melalui sela-sela tirai putih yang masih tertutup. Nafasnya berembus teratur, tetapi begitu mengingat siapa dirinya, nafasnya berembus berat. Seolah beban dunia ada di pundaknya.

Memang tidak bisa di pungkiri, jika kadang manusia akan lelah dengan semua yang mereka lakukan. Jika di dunia ini banyak orang yang bahagia akan kariernya, maka akan ada sebagian yang malah kariernya yang membuat mereka tidak bahagia.

Madara termaksud segelintir orang itu.

Madara bangun dari tidurnya, Mengganti pakaiannya dengan kemeja putih yang press di tubuhnya. Mengambil dasi hitam kemudian memasangnya di cermin. Terakhir rompi hitam.

Agenda hari ini harus di selesaikan, malam nanti Madara ingin bersenang-senang.

.
.
.

Naruto terdiam tegang di duduknya, ia baru mengingat jika malam ini, dia harus kembali ke tempat terlarang itu. Dana dari tuan yang baik hati padanya sudah menipis untuk keperluan beberapa hari ini. Tentu ada banyak hutang dan kebutuhan sekolah Hana yang harus di bayarkan, dan itu menguras banyak uang.

Naruto menggigit bibir bawahnya, gelisah dan takut. Jika dia kembali kesana, dia akan menjadi wanita-wanita jalang. Tapi jika tidak, pekerjaan mana yang mau menerimanya?

"Nee-chan!" Hana yang baru pulang sekolah berjalan menghampiri Naruto. Kemudian memeluk lututnya.

Naruto terperanjat kaget, kemudian memaksakan senyum kepada Hana.

"Kau sudah pulang? Ya ampun... Maafkan nee-san karena tidak datang menjemputmu." Ujar Naruto sambil turun dari kursi dan menyamakan tingginya dengan adik kesayangannya.

"Um... Tak apa nee-chan, kau pasti sibuk. Aku akan ke kamar dan membuat pr."

Naruto mengusap pucuk kepala Hana sambil tersenyum, Hana membalas senyum Naruto kemudian berlari kecil memasuki kamarnya.

Setelah Hana menghilang kini senyum Naruto hilang diganti dengan beberapa tetes air mata yang keluar dari mata biru jernihnya.

Naruto menangis dalam diam.

.
.
.

Malam hari....

Madara kembali menginjakkan kakinya di sebuah club mahal langganannya.

Beberapa pengawal yang berada di belakang Madara langsung mencari pemilik club. Tidak lama kemudian Jiraiya muncul.

"Tuan... Kau datang lagi. Aku sudah menyiapkan tempat yang nyaman untukmu. Kau boleh langsung memilih siapa yang akan menjadi teman tidurmu malam ini." Ujar Jiraya sambil tersenyum ramah ala pebisnis.

Madara mengibaskan tangannya yang bersarung tangan hitam, mengisyaratkan jika Jiraiya sudah boleh pergi. Jiraiya memberi hormat, kemudian menghilang dari pandangan Madara.

Mata Madara beredar melihat suasana di depannya. Lampu temaram, banyak pria-pria yang menggoda wanita di sofa berwarna merah maroon menggoda. Untungnya disini tidak ada minuman keras murahan dan asap rokok. Yang ada hanya alkohol dengan harga mahal dan kualitas tinggi.

"Ayolah pirang... Wajah polosmu yang cantik membuatku ingin menciummu, jangan menghindar begitu manis..."

Telinga Madara langsung panas, siapa yang berani memperjelas suara menjijikkan itu di telinganya?

Madara menoleh ke samping kirinya. Netra hitamnya menemukan seorang pria berumur 40 tahunan, dengan rentetan cincin emas di kelima jarinya. Tapi yang membuat matanya terpaku adalah siapa yang bersama pria itu.

The legend of Mafia [End] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang