:: LARAS ::
—menit terakhir—Tatapanku kosong. Titik atensiku tak mau beralih dari keramik putih dengan aroma khas obat-obatan sebagai pengharumnya. Di hadapanku hanya ada empat orang, Lia, Mama Wendy, Rendi, dan satu perempuan yang tidak aku ketahui namanya. Mereka hanya membisu dengan posisi menunduk, kecuali Lia.
Mata gadis itu sudah membengkak dari beberapa jam yang lalu, sejak ia menemukan Yangyang tergeletak tak sadarkan diri di lantai kamar mandi. Keadaanya jauh dari kata baik-baik saja, tatanan rambut Lia sudah tak beraturan lagi, pun pakaiannya yang basah dan memberi kesan lusuh. Namun, sama halnya dengan kami, Lia tidak mengeluarkan sepatah kata pun.
Dengan helaan nafas panjang, aku melirik arloji di tanganku. Ini sudah dua jam, namun belum ada kabar dari dokter ataupun perawat perihal keadaan Yangyang. Jujur saja aku takut.
"Rizka," panggil Lia dengan suara parau dan nyaris tak terdengar. Aku refleks mendekatinya yang terduduk lemas di kursi tunggu. "Udah nelpon Mama Yangyang?"
Belum sempat aku menjawab, Rendi sudah lebih dulu bersuara. "Gue udah nelpon ke tante gue, katanya Mama Yangyang udah di jalan mau ke sini."
Lia mengangguk samar, mengulum bibirnya sekilas kemudian kembali menyandarkan kepalanya dengan mata menyusul terpejam. "Ini alasan kenapa gue selalu dijauhin dari Yangyang," ujarnya kemudian, menimbulkan dehaman heran dari kami yang ada di sana.
Maksudnya?
Lia baru saja hendak menjelaskan, namum sepasang kaki yang berdiri di hadapanku membuat semua atensi teralihkan. Lia yang sadar akan adanya kehadiran orang lain pun membuka mata, mendongak dan sesaat kemudian tersenyum rapuh.
"Hai, Tante."
Plak!
"KENAPA KAMU DATANG LAGI? Udah saya bilang buat jangan ada di deket Yangyang lagi! Karena kamu, lagi-lagi Yangyang celaka!"
"TAPI YANGYANG BUTUH AKU, BUKANNYA TANTE!"
"Dia nggak pernah butuh kamu! Cuma kamu yang kepedean dan ngerasa dibutuhkan sama Yangyang, dasar pembawa sial!"
Dan itu kali pertamanya aku melihat seorang Lia yang selalu dipuji ketika sekolah ditampar, dihakimi.... Dan menangis.
***
Yangyang bisa pulih, asal bisa menemukan pendonor darah juga ginjal baru dalam kurun setengah jam ke depan. Satu hal, gila! Bagaimana bisa menemukan pendonor secepat itu dengan golong darah O? Dan kenapa rumah sakit harus kehabisan stok darah?
Dan kenapa harus Yangyang?
Aku menggigit jariku cemas, menatap tubuh yang terbujur kaku dan dipenuhi berbagai macam selang. Yangyang terbaring di sana, dengan wajah tenang dan berhias senyuman kecil. Benar-benar damai seolah sedang bermimpi indah. Aku merunduk menggenggam jemarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] LARAS -Liu Yangyang
Conto- C O M P L E T E - "Tidak semua senyum akan memberikan kebahagiaan yang pasti dan sesuai harapan. Dan ini tentangku, juga Yangyang-Si riang dengan laras dalam makna yang berbeda." ::::: :: Short Story dalam rangka merayakan ulang tahun We Escreator...