Author POV
Satu buah buku yang sudah menipis itu kian tipis saat satu lembar lagi di sobek asal, kemudian meremasnya kuat-kuat. Setelah membentuk gumpalan menyerupai bola, ia melemparnya asal ke arah tong sampah di depan kelas. Meleset. Berceceran seperti gumpalan-gumpalan sebelumnya.
Argh! Kenapa sulit sekali?
Ali hampir putus asa. Oh, tapi tidak. Ia tidak boleh menyerah.
Ia mulai menggerakkan pulpen bertinta biru itu menari di atas kertas menghasilkan tulisan khas cacing kepanasan yang tentu saja akan membuat mata si pembaca sakit saat membacanya.
"Kau bagaikan setetes embun pagi- aduh!"
Refleks Ali melayangkan bukunya pada kepala Feris yang sudah berani mengganggu fokusnya menulis puisi cinta.
"Berisik!"
"Ya elah, belum selesai juga perkara puisi cinta buat pujaan hati lo yang pendek itu? Alah, kasih aja dia segepok bukunya! Jadi dah tuh antologi rindu karya Prilly," celetuknya lancar tanpa dosa.
Pak!
Lagi, buku tipis itu melayang di ubun-ubun Feris cukup keras.
"Aduh! Apa sih kok gue di pukul lagi?"
"Sekali lagi lo ngatain Prilly pendek, kita berantem!" Desis Ali otoriter, kemudian kembali fokus menulis. Feris mencibir. Daripada kena lagi, ia sedikit menggeser duduknya yang semula mepet pada Ali ke tempat semula. Sepertinya mengganggu Ali bukan pilihan yang tepat, karena mengganggu Ali sama saja dengan membangunkan macan tidur.
"Udahan kali kalau nggak bisa. Lagian lo kenapa jadi bucin banget coba?" Sungut Feris.
"Lo diem, atau mau berantem?" Lama-lama habis juga kesabaran Ali. Ia menghempaskan pulpennya kasar, memberi tatapan tajam pada Feris. Uh, mengerikan.
"Iya, Li! Temen sendiri mau di hajar," cibir Feris sembari memonyongkan bibirnya.
"Kenapa gak cari di google aja coba?"
"Tau ah!" Ali menyerah. Ia menelungkup kan kepalanya pada meja. Kepalanya pening.
"Kantin yuk ah! Nendra sama Gama udah nungguin," ajak Feris, menarik paksa Ali yang berwajah lusuh.
Sebenarnya, ia begini karena perkataan Gia tadi pagi. Salahnya juga bertanya pada Gia mengenai tipe cowok idaman Prilly. Padahal kan tanpa harus memikirkan soal tipe cowok idaman, Prilly selamanya akan menjadi miliknya, bukan?
"Prilly itu paling suka sama cowok puitis," kata Gia enteng.
"Ya, minimal kalo lo mau ambil hati sahabat gue, lo harus bisa bikin puisi," tambahnya.
"Udah, perkara puisi ntar gue bantu bikin!" Seru Feris sok iya. Ali malas menjawab, jadi dia diam saja.
Tiba di kantin, mereka berdua segera mencari keberadaan Nendra dan Gama. Keduanya memang mendapat panggilan dispensasi latihan basket sebelum jam istirahat, jadi saat jam istirahat mereka memutuskan langsung bertemu di kantin.
"Woy!"
Nah, itu mereka.
"Oy!" Feris melambaikan tangannya, menghampiri keduanya dengan merangkul bahu Ali. Namun, di tengah jalan, langkah keduanya terpaksa berhenti karena ada sesuatu yang menarik di meja sebelah sana. Oh, ralat, hanya menarik bagi Ali.
"Li, ih ngapain sih kesana? Woy!" Sayang, mau seperti apapun Feris berteriak, Ali sudah ngeloyor pergi seenaknya. Feris mendengus dibuatnya dan memilih menghampiri Nendra dan Gama lebih dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selamanya Milikku (END)
Fanfiction[Random Part] Sinopsis: Selalu ada kesedihan di matanya. Seakan tak pernah ada lentera singgah di sana. Tak pernah ada. Baginya, tak pernah ada pelangi setelah hujan. Tak pernah ada kebahagiaan setelah kesedihan, yang ada hanyalah mendung setel...