23. Drop Out?

4.2K 626 67
                                    

Author POV

Langit pagi ini mendung, hujan deras. Suatu kebahagiaan bagi para siswa maupun siswi karena khusus Senin kali ini mereka tak perlu berdiri di bawah teriknya sinar matahari. Apalagi kalau bukan, upacara bendera.

Sesosok tubuh dari arah gerbang berlarian dengan kuyup di tubuhnya. Orang-orang yang melihatnya berkomentar, tidakkah gila hujan-hujanan di pagi hari seperti ini?

Suara becek dari sepatu saking kuyupnya ia, menjadi musik paling indah, baginya. Namun, tidak bagi orang-orang yang menyeru karena lantai teras kelasnya menjadi kotor akibat lumpur basah becekan hasil hujan pagi ini.

Jarang sekali ia melepas air matanya di pagi hari seperti ini. Ia bersyukur karena merasa sedikit lebih lega karena sudah mengeluarkan sebagian emosional di tubuhnya.

"Wah, gila lo!" Gama menepuk kepala Ali dari belakang dengan begitu anarkis.

"Lo hujan-hujanan lagi?" Oh, come, Gama. That's stupid question!

"Menurut lo?" Ali balik bertanya dengan sinis.

"Seneng-seneng lo, nyet." Ia tertawa, merangkul Ali yang basah menuju kelas. Tidak kaget melihat Ali dengan jejak becekan yang tertinggal di lantai serta tubuh yang basah kuyup.

"Hm, halo, Bunda?"

Gama melirik Ali. Oh, dia sedang menerima telepon.

"..."

"Iya," Ali menyahut pelan, ragu.

"..."

"Iya, Bunda."

"..."

"Ali nggak apa-apa, Bunda."

"..."

"Iya"

Ali menyudahi panggilan. Mengantungi ponselnya. Herannya ponselnya tak mati?

"Kasian si Tante napa, Li," celetuk Gama. Ali mengerti arah Gama. Ia sama, berpikir kesana.

"Sampe kapan lo lepas keluh kesah lo dengan hujan-hujanan kayak gini, sedangkan lo punya gue, punya temen-temen lo, punya keluarga?"

"Mereka bukan tempat berkeluh-kesah, Gam. Keluh kesah gue nggak akan ada habisnya. Gue cuma bakal bikin mereka sibuk mikirin gue sedangkan gue mau mereka bahagia."

Kadang, Gama selalu tak habis pikir dengan jalan pikiran Ali yang...

Ah!

Ingin sekali ia berteriak memaki Ali. Dia terlalu kolot atau bagaimana? Pemikirannya... astaga!

"Feris, Nendra!"

Masih di luar, Gama sudah heboh berteriak memanggil Feris dan Nendra.

"Apasih beris- eh buset, ini masih pagi, Li!" Niatnya mengomel karena Gama, mendadak berpindah haluan mengomeli Ali yang basah.

"Gini nih, kalo kerajinan. Udah mandi di rumah, mandi lagi di luar," decak Nendra mengikuti jejak Feris- mengomel.

"Nih, pake punya gue!" Nendra memberikan kunci lokernya pada Ali.

"Thanks," ucap Ali, setelahnya ia berlalu keluar menuju tempat dimana loker-loker berjejer rapi.

Seakan sudah hafal letak loker Nendra, ia membukanya, menyambar satu setel seragam putih. Isi lokernya tak jauh-jauh dari kebiasaan si pemiliknya. Satu bungkus rokok yang masih utuh, beberapa bungkus permen dan minyak rambut. Dasar.

Ah, ia sepertinya harus memikirkan stock simpanan seragam di lokernya juga agar tak selalu meminjam ganti pada Nendra atau yang lainnya.

Tak terlalu buruk, walaupun ia hanya bisa mengganti seragamnya saja. Celananya basah, dan resiko. Ia menyukainya. Resiko adalah teman baiknya.

Selamanya Milikku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang